EMPAT BELAS

445 50 3
                                    

🍁 Despair 🍁

Terdiam membuatnya semakin tenggelam. Terdiam membuatnya semakin terpuruk dalam ingatan. Terdiam membuatnya semakin jatuh, terhempas jauh ke dalam palung memori.

Lee Seung Gi. Untuk pertama kalinya ia merasa kejatuhannya terasa amat menyakitkan. Ia berkali-kali mengatakan pada dirinya sendiri bahwa semuanya hanya ilusi. Hanya omong kosong. Hanya lelucon yang biasa ia dapat dari pria yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri.

Pria yang menjadi tameng untuknya. Pria yang selalu berdiri pada garda paling depan untuk melindunginya. Jang Dong Sin.

Ia ingin sekali tak memercayai semua omong kosong itu.

Tapi, di sinilah ia sekarang. Di rumah duka. Di depan figura foto yang dikelilingi oleh bunga krisan berwarna putih. Di depan wajah yang ia sadari tak akan lagi dapat ia lihat. Tak dapat lagi ia dengar tawanya. Tak dapat lagi ia dengar omelannya. Sepenuhnya hilang. Diam. Meninggalkannya.

Dunianya tiba-tiba sunyi dengan sendirinya. Membuat ingatannya tak henti memutar setiap momen yang ia lewati bersama pria itu. Suara samar tawa dan omelan itu entah bagaimana menyayat hatinya begitu dalam. Kenyataan yang membuatnya sadar bahwa semua itu takkan terulang sungguh menariknya masuk jauh ke dalam keputusasaan.

Seorang wanita yang merupakan sahabat baik Hyung Manager tampak menghampiri Seung Gi yang duduk bersandar dinding. Di depan figura foto itu, "Aku akan mengurus pemakamannya. Berhubung dia belum menikah dan pamannya yang ada di luar negeri tak bisa dihubungi, jadi aku dan teman yang lain akan mengurusnya. Kau istirahatlah." Wanita itu mengusap bahu Seung Gi dengan tatapan prihatin, "Kau belum istirahat sejak berjam-jam yang lalu. Kau harus istirahat, Seung Gi-ya."

"Noona." Suara Seung Gi terasa seperti hembusan angin. Suara yang terdengar parau. Gemetar dan nyaris hilang, "Aku akan memberikan kesempatan terakhir, jadi katakan padaku sekarang bahwa ini semua hanya lelucon. Aku janji, aku tak akan marah." Suaranya memelan. Kedua matanya masih fokus menatap figura foto Hyung Manager meski ia sedang berbicara dengan wanita berambut pendek itu.

Kalimat itu meluruhkan pertahanan wanita itu. Ia seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, bahwa Seung Gi masih menolak untuk percaya pada kenyataan yang ada. Itu membuatnya ikut merasa sesak. Tak ada yang bisa ia katakan. Sama sekali.

"Aku 'kan tadi sudah menangis sampai mataku rasanya berat. Tapi kenapa Hyung Manager masih belum mengakhiri lelucon ini? Bukankah ulang tahunku juga masih satu bulan lagi?" Seung Gi mengarahkan pandangannya pada wanita itu. Memperlihatkan binar putus asa yang tergambar jelas di dalam manik matanya. Binar yang mampu menenggelamkan siapapun untuk masuk ke dalam luka yang ia rasakan.

Wanita itu memeluk Seung Gi. Begitu lemah dan air matanya terurai, "Jangan bersikap seperti ini, Seung Gi-ya." Ujarnya di tengah isakan.

Seung Gi mengurai pelukan itu. Matanya yang merah tampak memerhatikan wajah wanita itu beberapa detik, "Lihat, bahkan Noona juga menangis sekarang." Ujarnya lantas kembali menatap figura foto Hyung Manager, "Hyung, kumohon hentikan lelucon ini."

Air matanya masih belum keluar seusai ia menangis terakhir kali. Seung Gi hanya menatap kosong ke arah figura foto. Dengan segala harapan yang ia serukan dalam hati. Dengan segala permintaan yang ia bisikkan pada Tuhan.

Kumohon, buatlah ini semua menjadi mimpi.

Tuhan, izinkan aku bangun!

Wanita yang dipanggil Seung Gi dengan sebutan Noona itu tampak beranjak ketika ada dua orang yang berjalan ke arahnya. Wanita itu mengangguk sopan lantas keluar dari ruangan yang masih dihuni oleh Seung Gi sendirian. Dua orang itu. Dae Woong dan Eun Sung.

Shall We Marry? [LEE SEUNG GI & YOONA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang