Part 5

58.4K 3.3K 75
                                    

Happy Reading 💞💞💞

Setelah meninggalkan Christabel, Jeslyn memilih pergi ke cafe yang berada di depan kantor. Ia perlu mengisi energi untuk menghadapi kelakuan gaib Willy dan sekretarisnya. Tadi Jeslyn memang belum sempat sarapan dan mungkin tidak ada salahnya menghabiskan waktu sebentar untuk makan. Karena jika sakit, perusahaan juga yang akan rugi, jika ia tidak bisa bekerja.

Suasana cafe terlihat sepi. Tentu saja sepi mengingat waktu sekarang adalah waktu bekerja. Hanya terdapat sepasang muda mudi yang sedang menikmati makanan berdua. Dan sialnya melihat itu membuat perut Jeslyn mulas seketika. Bagaimana tidak? Telinganya terbakar dengan suara tawa mereka yang kuat dan matanya ternodai dengan aksi suap-menyuap yang diiringi dengan cium-mencium mereka.

Geez, Jeslyn benar-benar muak melihat pemandangan itu. Menurutnya, sebuah hubungan romantisme itu hanya bertahan sesaat dan akhirnya akan hancur menyisakan abu yang tak berguna. Karena bagi Jeslyn, semua pria di dunia ini memiliki kadar bajingan yang sama. Mereka akan pergi, jika tidak ada lagi yang dapat dimanfaatkan dari wanitanya.

Jeslyn memang pernah menjalin hubungan dengan pria yang merupakan rekan bisnis ayahnya. Cintanya terlalu besar untuk pria yang menjadi cinta pertamanya itu. Hubungan mereka bertahan cukup lama selama empat tahun. Sampai ketika perusahaan ayahnya mengalami kebangkrutan, disitulah Jeslyn menyadari bahwa cinta yang diberikan dan didapatkannya selama empat tahun tidaklah berarti apa-apa.

Pria itu meninggalkannya tanpa alasan yang jelas. Bahkan dua hari setelahnya, Jeslyn mendapati pria itu sudah merangkul mesra wanita lain. Astaga, mengingat itu selalu berhasil merusak suasana hati Jeslyn..

Lamunan Jeslyn terpecahkan oleh suara dering ponselnya. Ia segera merogoh tasnya untuk mengambil ponsel yang layarnya kini menyala menunjukkan nama PRIA TAMPAN. Astaga, lihat saja nanti! Setelah ini, Jeslyn akan mengganti nama yang sesuai untuk pria gaib itu.

"Ya, Sir. Ada yang bisa saya bantu?" Setelah mengatur emosinya, Jeslyn menjawab panggilannya dengan nada sopan.

"Kau dimana?"

"Saya sedang sarapan di cafe depan kantor. Sebentar lagi saya akan kembali, Sir." ucap Jeslyn setenang mungkin.

"Ke ruanganku sekarang!"

"Tapi Sir, pesanan saya belum datang."

"Aku bilang sekarang!" Bentak Willy yang disusul dengan terputusnya panggilan.

Sialan! Segala sumpah serapah rasanya tak cukup untuk menggambarkan kejengkelan Jeslyn pada atasannya itu. Dengan berat hati, Jeslyn melangkah gontai meninggalkan cafe itu. Sayang sekali, uangnya harus lenyap begitu saja tanpa ada makanan yang dinikmatinya.

Membutuhkan waktu sepuluh menit untuk Jeslyn bisa sampai di ruangan Willy. "Permisi, Sir. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Jeslyn. Hening menyapa. Willy terlihat sibuk berkutat dengan laptopnya seakan tak menyadari keberadaan Jeslyn. "Ada yang bisa saya bantu, Sir?" Dengan terpaksa, Jeslyn mengulangi pertanyaannya.

Masih hening. Jangankan menjawab, meliriknya pun tidak. Sialan! Jeslyn benar-benar benci diabaikan seperti ini. "Jika tidak ada, saya permisi, Sir." Jeslyn sudah akan berbalik jika suara sinis Willy tidak terdengar.

"Di hari pertama mu bekerja, kau sudah berani bolos ke cafe, Jeslyn!"

Bukan pertanyaan, namun pernyataan yang mengandung sindiran keras. "Maafkan saya, Sir. Tadi saya melihat bahwa anda tidak memiliki jadwal penting saat ini, karena itu saya memutuskan untuk sarapan sebentar."

"Tanpa pemisi, huh?" .

"Maaf, Sir." Lagi-lagi Jeslyn meminta maaf, bedanya kali ini tidak dengan penyesalan. Jeslyn tahu yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan, namun seharusnya Willy membiarkannya saja sarapan. Toh ia juga sudah berada di cafe tadi.

Eyes On MeWhere stories live. Discover now