Bab 8 - mengherankan

24.9K 1.8K 40
                                    

Kiran dengan senyum ramah melambaikan satu tangan pada Lucky yang memacu motor ninjanya sementara satu tangan mencengkeram lengan Bima yang lebam. Setelah Lucky menghilang senyum Kiran berubah mengkerut cemberut menoleh dengan pipi menggembung dan bibir maju beberapa centi sedang dua matanya melirik tajam pada Bima.

Aura tak menyenangkan itu sangat dirasakan Bima hingga membuat satu alisnya terangkat.

"Honey, kamu manyun kenapa?" tanya Bima penasaran dan sekaligus gugup secara tiba-tiba.

"Katakan padaku, kamu abis tawuran dimana sampai babak belur begitu?" tanya Kiran dengan nada sebal

"Aku jatuh hun. Tadi jatuh dari motor...," dusta Bima, tenggorokannya tiba-tiba menjadi kering.

"Gak usah bohong deh mas, kamu pikir aku gak tahu, luka luka model begini gak sekali dua kali aku liat," gerutu Kiran.

"Maaf, Hon," gumam Bima yang yakin dibalik kemarahan Kiran sebenarnya Kiran khawatir.

Bima membukakan pintu mobil untuk Kiran. Kiran dengan dua tangan bersedekap masuk ke dalamnya. Setelah menutup pintu mobil, Bima setengah berlari memutari body depan mobil lalu membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya. Ia menyalakan mesin mobil lalu mobil berpacu bersama kendaraan lain di jalan raya.

"Sebenarnya apa sih yang kamu lakukan atau jangan jangan kamu gangster kayak Mas Bram," tuduh Kiran.

Bima terkekeh geli mendengar tuduhan dari Kiran yang menurutnya sangat lucu dan tidak masuk akal.

"Iya aku memang gangster. Gangster di hatimu," goda Bima. 

Kiran mendecak, dua tangannya bersedekap lalu mengulurkan tangan kanannya menekan luka lebam Bima yang berada di sudut bibirnya.

"Ouch, Honey sakit," pekik Bima sambil menyentuh sudut bibirnya yang terasa nyut-nyutan setelah ditekan kuat oleh telunjuk Kiran.

Bima terkejut karena tadinya ia pikir Kiran akan menyentuhnya dengan lembut, bukannya malah ditekan seperti itu.

"Lebih sakit hatiku. Mas Bima mengecewakan sekali. Aku sebel sama mas Bima." Kiran kembali menatap jalanan dengan hati dibalut emosi.

Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Kiran diam tak berkata apa apa. Bima sadar Kiran sedang marah tapi marah kenapa, Bima tidak bisa menduganya. Sesampainya di rumah, Kiran segera masuk ke dalam rumah dan menyiapkan air kompres untuk membersihkan luka Bima serta mengambil salep untuk mengobati lukanya.

Bima mengekor Kiran dari belakang lalu masuk ke dalam ruang keluarga, sambil menunggu Kiran, ia menyalakan TV dan nonton film kartun kesukaannya.Kiran duduk di atas meja sambil mengompres wajah Bima dengan kasar hingga Bima mengaduh kesakitan.

"Makanya jangan suka main pukul orang, kalo gini kan sakit sendiri,"  ucap Kiran sinis sambil membuang muka dari Bima.

"Ouch, Hon. Lembut sedikit bisakan," rengek Bima sok manja. Kiran meliriknya sebelum akhirnya memandang pria tampan yang sangat ia cintai itu.

"Aish, badan segede oger diobatin gini aja udah ngeluh. Makanya ingat umur, udah tua masih suka tawuran. Aku gak abis pikir, kenapa aku dikelilingi orang doyan berkelahi sih," racau Kiran.

Bima tersenyum satu tangannya menyentuh dahi Kiran yang mengkerut, rasa sakit yang dirasa dari tangan Kiran yang mengobatinya dengan kasar justru membuatnya senang.

"Aku senang kamu khawatir sama aku, Hon," kata Bima dengan senyum mengembang.

Kiran semakin brutal dengan sengaja menekan lebam keunguan di pelipis kiri Bima.

"Ck, kamu bikin aku bad mood mas. Menyebalkan sekali, aish. Kamu bikin aku frustasi. Besok acaranya gimana, lukamukan gak ilang besok." Kiran mengkerut lalu duduk di sebelah Bima masih dengan wajah dihiasi kerutan.

Bima meraih pundak Kiran dan memeluknya dari samping. Kiran mengerucutkan bibirnya karena masih sebal dengan keadaan Bima.

"Ayolah hun. Jangan manyun gitu ah, mu mu ya," goda Bima berusaha menyenangkan hati Kiran.

"Ogah, tuh bibirmu jelek banget mana berdarah ih." Kiran semakin sebal.

"Ya udah, maafin aku ya, Hon," kata Bima sambil tersenyum manis.

"Males ah ngomong sama kamu,"ucap Kiran.

Kiran berdiri meninggalkan Bima begitu saja. Bima menghela nafas, ia sadar dengan terus menutupi profesinya maka Kiran akan terus curiga padanya, namun pekerjaannya memang harus dirahasiakan apalagi ia tak mau Kiran merasa khawatir setelah tahu pekerjaannya.

***

Kiran menatap Satoru Yamada dan Sartini yang baru masuk rumah dengan hati senang. Ia segera menghambur ke pelukan pria yang masih gagah itu dengan gembira lalu ia memeluk neneknya dengan hati bahagia.

"Akhirnya cucu nenek akan menikah," ucap Sartini sembari mengecup kening Kiran.

Kiran manyun lalu dengan senyum khasnya menggiring neneknya masuk ke ruang keluarga untuk memperkenalkan calon suaminya pada kakek dan neneknya.

Di dojo pribadi milik Satoru yang terletak di belakang rumah Kiran.

Seluruh keluarga Kiran sukses terbengong bengong saat mendengar Satoru meminta duel dengan Bima. Lebih terbengong lagi saat Bima dengan mantap bersedia menerima tantangan yang diberikan oleh pria berusia hampir kepala 7 namun bertubuh sangat bugar.

"Kakek, mas Bimakan lagi sakit. Nanti kalo sembuh saja ya," rayu Kiran sambil menggelayut manja pada kakeknya.

"Orang yang ingin menjadi suami cucu kakek harus bisa mengalahkan kakek. Kakek tidak mau asal menyerahkan cucu kesayangan kakek pada sembarang orang," kata Satoru tegas.

Bima yang duduk dengan tegap bagai seorang samurai mengangguk.

"Saya tahu kek. Maka dari itu saya siap menerima tantangan kakek kapan saja," kata Bima dengan sangat yakin.

"Ayah. Kasihan Bima, lihat dia lebam begini." Hikari berusaha menengahi.

"Dengan lukanya maka pertarungan ini akan seimbang. Kakekkan sudah tua akan sangat tidak adil bila Bima bertubuh sehat." Kata Satoru beralasan.

Kedua mata Kiran berkedip kedip mencari akal kemudian senyumnya mengembang, ia kembali menggelayut manja pada lengan kakeknya.

"Bagaimana kalo lomba panahan saja," saran Kiran.

Satoru melirik cucunya sambil mengangguk angguk.

"Ditambah panahan. Terimakasih, Kiran," kata Satoru sambil membelai puncak kepala Kiran.

Kedua mata Kiran mengejap ngejap, dia salah strategi rupanya. Ia menatap wajah Bima yang dihiasi satu alisnya yang terangkat lalu kembali menatap Satoru dan menganggukkan kepala.

"Saya setuju, Kek," ucap Bima penuh percaya diri.

Kini kedua mata Kiran membulat tak percaya bahwa Bima setuju dengan tantangan kakeknya.

"Besok kita adakan pertandingan di sini, di dojo ini," kata Satoru.

***

Kiran mengantar Bima di depan rumah. Kiran menatap Bima dengan kedua mata yang menyipit.

"Mas Bima kenapa segampang itu menerima tantangan, Kakek," kata Kiran masih tidak percaya dengan keputusan yang di ambil Bima.

Bima tersenyum melihat Kiran yang mengkhawatirkannya

"Kamu belum tahu kemampuan beladiriku honey, aku jago judo, aikido, taekwondo dan pencak silat. Juga jago panahan dan menembak," kata Bima sambil mengacak acak rambut Kiran

"Mas Bima gak tahu seberapa kuat lawanmu. Soal kemampuan beladiri, kakek mempelajari semua seni bela diri dan satu lagi." Kiran mengkode Bima untuk menyamakan tingginya.

Kiran menarik tubuh Bima lebih rendah lagi kemudian ia membisikkan sesuatu.

"Kakek adalah mantan Yakuza," bisik Kiran.

Bima menelan ludah susah payah, ia baru menyadari mengapa seluruh keluarga tadi berusaha meyakinkan kakek untuk tidak melakukan pertandingan ini.

HE IS MY HUSBANDWhere stories live. Discover now