Mudah saja ia meminta hal itu, ketika tak ada rasa bersalah yang dirasakannya sekalipun bila ada wanita yang akan menangis karena keegoisan mereka, sebab ia juga menginginkan Kim Jongin. Namun begitu ia tak bisa melakukannya. Kyungsoo tak bisa membiarkan Profesor Kim menjadi seperti Ayahnya yang telah meninggalkan Ibunya demi wanita takdirnya. Bukan rasa bersalah pada orang-orang di dalam hidup Profesor Kim yang menahan Kyungsoo berlaku egois, tetapi situasi yang mengingatkan dirinya pada Ayahnya, pada pahlawan yang meninggalkan dirinya.
Kyungsoo termenung dalam renungan. Apa yang terjadi detik itu antara dirinya dengan Profesor Kim, tiba-tiba menciptakan ilusi skematis yang melakonkan sebuah skenario antara Ayahnya dengan wanita takdirnya saat Ayahnya memutuskan untuk meninggalkan dirinya dan Ibunya. Ia merasa tengah dihadapkan pada situasi yang sama seperti yang dialami Ayahnya. Dan begitu juga dengan Ayahnya, sekalipun dia berusaha melawan takdir, benang merah tetap mengikatnya erat pada wanita takdirnya, sehingga tak segan meninggalkan segalanya. Seperti halnya Profesor Kim saat ini.
Ekspresi wajah Kyungsoo semakin suram, ia tak bisa menepis ilusi yang ia buat sendiri.
"Kyungsoo." Tegur Profesor Kim.
Kyungsoo menunduk, memandang Profesor Kim lama, memperhatikan wajahnya dengan saksama. Lalu ia melepaskan tangannya dari genggaman pria itu, kemudian merengkuh wajah Profesor Kim ke dalam ke dua telapak tangannya sembari memutuskan ; Profesor Kim tak boleh mengambil langkah seperti yang dipilih Ayahnya. Dan ia sendiri juga tak akan menjadi seperti wanita takdir Ayahnya.
Kyungsoo menarik wajah Profesor Kim, perlahan membawanya bersandar di dadanya. Kemudian ia menenggelamkan wajahnya di dalam ceruk leher Profesor Kim.
Cinta yang kau miliki untuk dia adalah cinta yang murni dari seorang pria kepada wanita. Sedangkan cintamu padaku adalah manipulasi dari benang merah pengikat takdir.
Bila demikian apakah cinta yang telah mengakar kuat di antara kita berarti palsu? Apakah itu hanya fatamorgana?
Gunting hitam pemotong benang merah menyimpan jawabannya.
Karenanya,
Wahai engkau, takdir... kau tawarkan aku dua jalan bercabang yang tak mungkin kutapakkan kaki di keduanya sekaligus, dan aku tak yakin dewi fortuna menyertai dalam pilihanku.
Jadi, kumohon. Perkenankan aku dicintai.
Perkenankan aku mencintai.
Berikan aku kesempatan untuk melihat lagi apa itu bahagia,
...sebentar saja.
Di antara secuil asa yang terpercik, air mata menggenang dalam diam lalu jatuh dari kelopak mata, menyampaikan pada dia sesak sedu tak terbendung melalui basahnya air mata di bahunya. Untuk pertama kalinya Kyungsoo larut meratapi keadaan.
Takdir. Pilihan, proses negoisasi, yang memporandakan hidupnya.
Cinta. Satu kata sederhana yang begitu mudah menghancurkan jiwanya. Kau tersenyum kala dia tersenyum. Kau terluka saat dia terluka. Kau tersiksa bila tak bisa bersamanya. Itu sudah hukum cinta.
Dan cinta yang diberikan takdir padanya, bak sebutir pil ekstasi mengandung zat adiktif yang memacu timbulnya perasaan senang, gembira, dan riang luar biasa, namun kemudian meremukkan secara perlahan.
Kyungsoo tersenyum ironi.
Lama, keduanya di posisi tetap, tenggelam dalam sunyi. Sementara Profesor Kim terpaku, pandangan mata sendu mencerminkan kesedihan selagi mengetahui Kyungsoo menangis dalam diam, sebelum kemudian memegang ke dua pundak Kyungsoo sembari menarik diri saat tak merasakan tangisannya lagi. Lalu ia mendonggak memandang wajah Kyungsoo yang sembab.
YOU ARE READING
Red VOID [ Kaisoo ]
Fanfiction[ KaiSoo ] Menurut mitologi, benang merah tak terlihat menghubungkan mereka yang ditakdirkan untuk bertemu, terlepas dari waktu, tempat, dan keadaan. Benang merah dapat meregang atau kusut, namun tak akan pernah bisa putus. Profesor Kim hanyalah ora...
CH6/Part 5 - For a While
Start from the beginning
![Red VOID [ Kaisoo ]](https://img.wattpad.com/cover/110899759-64-k649812.jpg)