[ KaiSoo ]
Menurut mitologi, benang merah tak terlihat menghubungkan mereka yang ditakdirkan untuk bertemu, terlepas dari waktu, tempat, dan keadaan. Benang merah dapat meregang atau kusut, namun tak akan pernah bisa putus.
Profesor Kim hanyalah ora...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
We had the right love at a wrong time.
. —*— .
Malam bersolek. Bintang menghias langit. Bulan purnama terpatri elok, dengan sinarnya merefleksi di kaca jendela, menerangi kamar loteng yang sunyi gelap. Angin berdesir halus menggetarkan dedaunan merah pohon maple di samping jendela, menciptakan suara gemerisik samar yang terdengar dari dalam kamar. Entah sudah berapa lama Kyungsoo duduk menatap gunting hitam di atas meja sementara angan berkelana jauh, larut dalam pikiran tentang segala yang telah terjadi dan yang akan terjadi di masa mendatang, kemudian ia akan mengulang siklus yang sama, memikirkan hal yang sama lagi dan lagi. Ia seperti berputar-putar dalam lingkaran tanpa batas selagi berusaha memecahkan sebuah soal yang tak akan pernah ditemukan jawabannya kendati ia mengetahui rumus-rumus penyelesaiannya.
Berada dalam dilema yang sukar lenyap, kala takdir menyodorkan dua pilihan sulit yang semakin rumit. Dalam satu situasi ia ingin menggunting benang merahnya, di satu sisi intuisi menahan dirinya. Pada akhirnya ia hanya berdiri di tempat, tak dapat memutuskan meskipun sudah sembilan hari merenung.
Sembilan hari ia tidak datang ke laboratorium, menyebabkan Luhan menghubunginya terus menerus dan memintanya untuk segera kembali bekerja, itu wajar ketika ia sudah melewati waktu masa izin yang ditentukan. Namun sesuatu yang lain terselip dalam dada kala Profesor Kim tak sekalipun menghubunginya atau menanyakan keadaannya meskipun beberapa hari sudah berlalu. Sementara ia sendiri berusaha keras menahan diri untuk tak pergi ke Universitas hanya untuk melihat wajahnya. Terkadang Kyungsoo meragukan perasaan Kim Jongin, namun ketika ia bersama dengannya, ia tahu bahwa perasaan pria itu pada dirinya sedalam yang ia rasakan terhadapnya. Kyungsoo menggeram sembari menekan keningnya saat tiba-tiba kepalanya terasa nyeri dan pandangannya goyah. Ia memejamkan mata menggeleng-geleng mengibas kepala untuk menahan kesadarannya ketika rasa sakit dan pusing enggan menghilang.
"Jalan mana yang akan kau pilih?"
Sebuah suara berintonasi berat terdengar. Kyungsoo menoleh yang secara bersamaan sakit di kepalanya menghilang saat samar ia melihat seseorang bersosok tinggi berdiri di kegelapan sudut kamarnya. Kyungsoo menyipitkan mata ketika sosok itu beranjak mendekat dan berdiri di dekat jendela, siluet banyangannya yang gelap pekat terefleksi oleh sinar bulan. Hitam. Pria bersetelan serba hitam dengan bulu-bulu hitam yang berjatuhan namun bulu-bulu itu lenyap sebelum menyentuh lantai.
Chanyeol.
"Apa aku bermimpi?" Kyungsoo mencubit tangannya dan rasa sakit memberinya jawaban.
Kekehan geli terdengar dari suara berat Chanyeol selagi menertawakan Kyungsoo. Punggung lebarnya menghalangi sinar bulan purnama ke dalam kamar selagi menyandarkan tubuhnya pada jendela, membuat ruangan gelap gulita menjadi mencekam.
"Siapa kau?" Tuntut Kyungsoo bernada kesal. Sikap pria itu selalu memancing kemarahan di dalam dirinya tanpa alasan.