[ KaiSoo ]
Menurut mitologi, benang merah tak terlihat menghubungkan mereka yang ditakdirkan untuk bertemu, terlepas dari waktu, tempat, dan keadaan. Benang merah dapat meregang atau kusut, namun tak akan pernah bisa putus.
Profesor Kim hanyalah ora...
Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou mettre en ligne une autre image.
.
Falling in love isn't a choice, it's a reaction.
-Annabell.
CH2. Red REACTION
Terdengar suara ramai di luar ruangan, sesekali juga terdengar tawa Minseok yang bergurau dengan pelanggan. Hari minggu adalah hari yang sibuk di toko, tapi ia tidak dalam keadaan ingin bertemu dengan orang lain, karena ia sedang patah hati. Takdir telah membuat dirinya patah hati sangat awal, itulah yang diyakini Kyungsoo. Ia meringkuk di atas kursi kerjanya dengan kedua lutut menekuk di dada, sembari memainkan benang merah di jari kelingkingnya, pikirannya tak pernah sedikitpun meninggalkan bayangan si pria yang ditakdirkan, Kim Jongin. Ia tak bisa mengendalikan perasaannya bagaimanapun ia berusaha keras melupakannya, dan semakin sulit baginya ketika Kim Jongin tak pernah datang lagi ke tokonya, itu sudah dua minggu sejak bertemu. Kyungsoo bahkan berpikir bahwa benang merah itu mungkin hanya berpengaruh pada dirinya, mengikatnya pada yang namanya cinta namun tidak dengan Kim Jongin. Cinta, ia tak pernah tahu benar bahwa jatuh cinta bisa membuat dirinya begitu kacau. Karenanya, ia butuh waktu untuk sendiri, ia harus memulihkan diri, kembali pada diri sendiri seperti sedia kala, namun sayangnya itu tak mudah seperti yang dibayangkan.
Ia menarik ikatan benang merah miliknya, berharap itu bisa terlepas, namun benang merah bahkan tak goyah sedikitpun, seakan itu adalah benda tipis paling kokoh di dunia. Andai ia bisa memutus benang merah itu... bukankah jika bisa terikat seharusnya juga bisa terputus...? pikirannya terasa semakin gelap dan sebelum menjadi semakin rumit pintu ruangan terbuka.
"Sir, seseorang ingin bertemu denganmu." Minseok berkata di ambang pintu.
Kyungsoo tertegun, ini pertama kalinya ada seseorang mencarinya, ia tak memiliki teman atau seseorang yang memiliki keperluan dengannya karena itu yang muncul di kepalanya hanya dia.
"Siapa?"
"Dia bilang Profesor Kim."
Ada dua macam perasaan berbeda yang dirasakan saat mendengar nama itu, suka ria, dan cemas. Hanya membayangkan bahwa ia akan melihat wajah pria itu lagi membuat hati Kyungsoo berdebar antusias, namun di sisi lain rasa cemas mendesaknya, bayangan tentang dirinya yang menangis dan terluka selalu muncul setiap kali mengingat Kim Jongin. Ia masih kokoh pada pendirian bahwa ia tak akan suka rela menyerahkan diri pada takdir dan membiarkan dirinya terluka begitu saja di masa depan.
"Tolong katakan padanya aku tidak ada."
"Sir, kurasa kau harus menemuinya."
Kening mengernyit menatap Minseok, ini pertama kalinya dia terlihat bersikeras akan sesuatu, terlebih Minseok tak pernah ikut campur ke dalam kehidupan pribadinya.