Kyungsoo tertunduk diam, untuk pertama kalinya menyaksikan Profesor Kim menjadi begitu emosional dan kehilangan ketenangannya. Ia sangat memahaminya karena ia pun merasakan hal yang sama.
Sakit di dada membuatnya sesak bernapas. Rapuh. Ia menjadi rapuh. Penderitaan Kim Jongin membuatnya rapuh. Sakit yang dirasakan Kim Jongin juga menyakitinya.
Profesor Kim beranjak mendekat, kemudian berlutut di hadapan Kyungsoo, meraih ke dua tangannya lalu menggenggamnya erat selagi mendongak memandang sendu pada Kyungsoo. "Aku juga tersesat." Lirihnya. "Bagaimana pun aku berpikir, aku tidak bisa menemukan jawaban agar semua ini berjalan baik. Aku terjebak di dalam situasi tidak bisa memutuskan, tetapi aku tidak sanggup menghadapi situasi saat kau selalu menghindariku. Lalu ketika aku bermaksud menunjukkan perasaanku, perasaan ketika aku takut kehilanganmu, ketika aku cemburu, ketika aku gelisah saat kau memalingkan mata dariku, bahkan ketika aku ingin menunjukkan bahwa aku bahagia saat kau di dekatku, agar kau mengerti apa yang kurasakan padamu, agar kau tidak meninggalkanku, aku justru berakhir dengan menyakitimu."
Mata terpaut dalam tatapan lekat yang dalam, menyelami pikiran satu sama lain yang kemudian disadari bahwa pikiran mereka bak sebuah cermin yang sama-sama melukiskan keputusasaan.
Profesor Kim menggenggam tangan Kyungsoo semakin erat. "Aku menyadari setiap sikapku yang membuatmu terluka, walau begitu aku tidak ingin kehilanganmu."
Kyungsoo menelan ludah kasar, berusaha mengais sisa tekad yang telah tercerai menjadi kepingan halus. Dan itu menyakitinya ketika ia mencoba mendorong Kim Jongin menjauh saat dia sudah seratus langkah menguasai hatinya. Itu sangat melukainya. Karena Kim Jongin juga akan terluka.
"Sejak awal aku memang bukan milikmu." Gemingnya.
"Kalau begitu jadilah milikku." Sergah Profesor Kim putus asa. "Jika dengan kau menjadi milikku aku tidak akan kehilanganmu, maka jadilah milikku."
Kyungsoo tersenyum pahit pada sikap persisten Profesor Kim. "Aku tidak bis—"
"Kenapa?" Sela Profesor Kim, menuntut.
"Karena aku mengetahui semuanya."
"Semuanya?" Profesor Kim bertanya dengan raut wajah bingung. "Apakah kau berbicara tentang kau yang bisa melihat takdir, lagi?" Lanjutnya terkelu seolah Kyungsoo berbicara omong kosong.
Kyungsoo terdiam. Ia yakin jauh di dalam hati Profesor Kim, dia menyadari bahwa ia tak berbohong atau mengada-ada, tetapi karena logikanya tak bisa menerima hal itu, maka Profesor Kim memilih untuk tak mempercayainya. Karenanya ia tak bisa memaksa Profesor Kim untuk mempercayai apa yang tidak bisa dia percayai.
"Aku berbicara tentang aku yang dengan tidak sengaja melihat cincin yang kau simpan di dalam saku celanamu." Elak Kyungsoo, kemudian.
Suasana menjadi hening.
Terdiam.
Tetapi reaksi datar Profesor Kim yang tidak terkejut seolah dia sudah tahu bahwa Kyungsoo mengetahui apa yang dia sembunyikan, membuat Kyungsoo bingung.
"Kalau begitu katakan padaku untuk meninggalkan semuanya." Pinta Profesor Kim dalam tautan mata yang mengikat lekat pada Kyungsoo.
Kening Kyungsoo bertaut sarat bertanya. Terlebih, karena ia tak menemukan keraguan dalam sorot mata Profesor Kim. Dan suaranya tegas tanpa kebimbangan. Hanya ada...keputusasaan yang dalam.
"Bantu aku memutuskan, dan aku akan melakukan semua yang kau katakan."
Lalu apa? Kau akan meninggalkan semuanya dan datang padaku kemudian kita akan hidup bahagia selamanya?
YOU ARE READING
Red VOID [ Kaisoo ]
Fanfiction[ KaiSoo ] Menurut mitologi, benang merah tak terlihat menghubungkan mereka yang ditakdirkan untuk bertemu, terlepas dari waktu, tempat, dan keadaan. Benang merah dapat meregang atau kusut, namun tak akan pernah bisa putus. Profesor Kim hanyalah ora...
CH6/Part 5 - For a While
Start from the beginning
![Red VOID [ Kaisoo ]](https://img.wattpad.com/cover/110899759-64-k649812.jpg)