48. Pantaskah Dipertahankan? -1-

Start from the beginning
                                    

Cukup dengan satu tangan, Minato menggenggam tangan besar sang putera, langkah brutal Naruto dengan mudah dapat di hentikan. "Jangan bertingkah kekanakan Naruto, tak cukupkah pangkatmu di turunkan, apa kau berharap di pecat secara tidak terhormat!!!!! Kau tahu betul seorang tahanan tak di izinkan membawa bahan senyawa logam selama proses penyidikan."

Deg. Jantung Hinata berdegup kencang, saat Minato melontarkan kenyataan tentang nasib karir Naruto. "Darimana Minato-san tahu tentang penurunan pangkat Naruto-kun... Kami-sama...., semua ini karena ku.... Keluarga Namikaze pasti sangat terpukul..."

Naruto terengah, menenangkan degup jantungnya yang terpompa tak beraturan, ucapan sang ayah cukup membuatnya mengendalikan diri.

"Ini bukan dirimu yang ku kenal, nak." Ucap Minato dingin, ia memang berlalu meninggalkan dan membiarkan Naruto menyusul Hinata, usai menyampaikan kekecewaannya pada sang putera. Namun diam-diam pria paruh baya dengan mata sebening lautan itu, masih berkeliaran di seputaran kantor polisi untuk mengintai gerak gerik sang anak.

"Aku lihat ruanganmu masih belum di bereskan, ku rasa kita masih bicara disana sebentar, sebelum penggantimu datang..." Meletakkan kedua tangannya di belakang pinggang, Minato kemudian melenggang pergi meninggalkan Naruto dan Hinata berdua di koridor.

"Pergilah... Ayahmu ingin bicara..." Ucap Hinata lembut, bibirnya melengkungkan senyuman kecut.

"Aku akan bicara padanya setelah keadaanmu aman..." Mendekat beberapa langkah, Naruto kemudian dengan lembut mengelus pucuk kepala Hinata.

Hinata menarik tangan tan itu dari helaian indigo tebalnya, menjauhkan usapan Naruto pucuk kepalanya walau ia tahu itu sangat terasa nyaman. "Aku akan baik-baik saja...., mereka tak melakukan hal buruk padaku... semua ada kode etiknya, bukan? Malam ini Komisaris mengizinkanku tidur di ruang interogasi..., jadi kau tak perlu khawatir...."

Menarik nafas lega, Naruto cukup merasa tenang ketika mengetahui Hinata tak menghabiskan malamnya di sel yang dingin dan pengap. "Akan ada yang menjagamu?"

Hinata kembali tersenyum tipis, lalu ia mengangguk sekilas. "Beberapa polisi wanita... kau tak perlu cemas...." Ucap Hinata lembut seraya mengusap pelan lengan kekar Naruto yang tertutup kaos dalaman putih. "Bicaralah dengan Ayahmu... Lalu pulanglah dan istrahat... aku akan baik-baik saja..."

Naruto cukup lama terdiam dan membiarkan Hinata mendominasi pembicaraan. Safir birunya menatap tajam mutiara keunguan milik Hinata yang kini mulai di penuhi bulir-bulir air mata. Ia mendekatkan langkah lebarnya hingga jarak antara mereka kini tak berarti lagi.

"Bagaimana bisa aku tidur nyenyak di rumah, sementara kau ketakukan disini, belum lagi jika penyakit asmamu kambuh...?"

"Kau tak perlu khawatir, aku sudah diizinkan menelpon rumah dan meminta Yugao untuk menitipkan obat pada Kou-san saat dia datang kesini.... lagi pula...." Hinata menjeda kalimatnya lalu menundukkan pandangannya. "Aku akan merasa sangat bersalah jika Kushina Ba-san melihatmu sakit...." Lirih Hinata, sambil memutar bola matanya sendu.

"Dia akan sangat marah jika kau tak memanggilnya Kaa-chan..." Ujar Naruto sembari menyipitkan sebelah matanya, tak lupa tatapan menggoda dari sebelah matanya yang terbuka membuat Hinata tak mampu menolak pesona biru samudera yang terpancar dari sepasang iris teduhnya.

"Dia akan sangat membenciku jika tahu apa yang terjadi padamu...." Jawab Hinata pelan, tanpa berniat mendongak dari tundukannya.

Sweet DreamWhere stories live. Discover now