15: Waktu Menuai

2K 241 37
                                    

Said berlutut, kemudian mendekatkan tubuhnya dan memeluk Alma. Kedua tangannya melingkar hingga menyentuh batang pohon di belakang punggung Alma. Perempuan itu tak menyangka bahwa ia akan dapat merasakan kehangatan, detak jantung, dan irama napas dari pembunuh di hadapannya itu. Ia dapat memastikan bahwa monster yang meneror jiwanya itu masih terdiri dari darah dan daging--tidak seperti hantu Melinda.

"Selamat pulang, Sayang," bisik Said.

Ia melepaskan ikatan di pergelangan tangan Alma. Perlahan, Alma dapat merasakan darah di pergelangan tangannya kembali mengalir dengan lancar. Namun mungkin karena tangannya sudah terlalu lama diikat, ia masih tidak mampu menggerakkannya. Kedua tangannya jatuh terkulai ke atas tanah.

Lama kelamaan ia menyadari bahwa ia bukan hanya tak mampu menggerakkan kedua tangannya, tapi juga mulutnya, kakinya, dan seluruh tubuhnya. Ia benar-benar merasa lumpuh.

Tiba-tiba saja ia dapat melihat kedua tangannya bergerak ke samping, mengayun ke depan, dan meraih leher Said. Ia dapat melihat--tapi tidak mengendalikan--ketika tangannya memeluk Said dengan sangat erat dan lembut. Kini ia dapat merasakan detak jantung Said dengan lebih jelas.

Di dalam hatinya, ia masih berusaha menjelaskan, bahwa mungkin saja semua ini hanya gerak refleks. Semacam reaksi tak terkendali dari otot-otot di tangannya yang sudah terlalu lama dibelenggu. Tentu saja semua itu tidak masuk akal, apalagi ketika ia tiba-tiba saja melonggarkan pelukan itu, kemudian menatap wajah Said dan mencium bibirnya dalam-dalam.

Sensasi yang ia rasakan begitu aneh. Tubuhnya bergerak tanpa perintah dari pikirannya, tetapi seluruh inderanya masih berfungsi dengan sangat baik. Ia masih dapat merasakan bibir lembut Said, dan sedikit aroma mint dari permen yang mungkin sempat dikunyah Said tadi. Ia melumat bibir pria itu dan dapat merasakan irama jantungnya sendiri meningkat semakin cepat. Alma tak menyangka bahwa tekstur bibir Said terasa begitu lembut, begitu pula dengan lidahnya yang lihai menari-nari di dalam mulutnya. Dalam hati, tanpa sengaja ia membandingkan ciuman Said dengan mantan pacarnya, dan ia harus mengakui bahwa om-om ini memang lebih mahir.

Di tengah ciuman yang aneh itu, ia masih bisa mendengar suara jangkrik dan gemerisik daun-daun hutan yang tersibak angin. Rupanya pengelihatan maupun pendengarannya pun berfungsi dengan normal.

Setahunya, orang yang kesurupan tidak akan menyadari apa yang dilakukan oleh tubuhnya. Ia ingat, saat masih kecil ia pernah melihat pamannya kesurupan. Sang paman berbicara dengan suara berat sembari mengaku sebagai kakek buyutnya yang sudah meninggal. Setelah disembur kyai dan menjerit-jerit histeris, sang paman kemudian pingsan. Setelah sadar, ia tidak mengingat apa-apa dan mengira bahwa dirinya baru saja terbangun dari tidur.

Namun apa yang dialami Alma saat ini sungguh berbeda. Ia masih sadar, tapi kesadarannya tidak lagi tunggal. Ia merasa seperti penumpang di dalam mobilnya sendiri, sementara ada sosok lain yang tidak ia kenal mengambil alih kemudi. Ia telah dibajak.

Tubuh Alma menanggapi dengan rambatan gairah yang menelusup ke balik kulit tubuhnya ketika kancing-kancing bajunya dibuka oleh Said. Ia pun melakukan hal yang sama terhadap kemeja Said, suami Melinda itu. Ia membuka kancing-kancing kemejanya hingga ia dapat melihat dada dan perutnya yang meskipun tidak six pack seperti Robi, tapi juga terlihat lebih bersih serta tidak buncit seperti om-om kebanyakan.

Mereka melanjutkan prosesi penelanjangan itu hingga rok dan celana yang mereka kenakan terlepas, lalu pada akhirnya sepatu kets Said yang dipinjamkan kepada Alma. Ketika nyaris semua pakaian telah ditanggalkan, secara otomatis tubuh Alma membaringkan dirinya di atas tanah.

Sambil melihat batang-batang pohon dan langit kelam di atas sana, Alma terus mencoba memahami apa yang sedang ia lakukan saat ini. Tampaknya Melinda memang udah menguasai seluruh tubuh fisiknya. Namun sejauh apa ia telah mendominasi isi pikirannya? Apakah jantungnya yang berdetak kencang sekarang ini adalah akibat kendali Melinda atas raganya? Ataukah pikirannya? Lalu bagaimana dengan sedikit kenikmatan yang ia rasakan ketika mereka berciuman tadi? Di manakah batas kuasa raga berakhir, dan kuasa jiwa dimulai? Ataukah keduanya sebenarnya tak ada bedanya?

Kesempatan KeduaWhere stories live. Discover now