0.3. LunatiC : StiGma

Start from the beginning
                                    

"Jadi, bagaimana jika kita taruhan?" Ucap Gilang.

"Apa kalian sudah gila?!" Nina yang sedari tadi hanya menonton pembicaraan kami mulai bersuara.

"Apa taruhannya?" tanyaku. Tidak peduli dengan kata-kata Nina disampingku.

"Kalau kau bisa membuatnya bicara, lima ratus ribu akan menjadi milikmu..." Ucap Gilang. Aku bisa melihat seringai nya dari tempatku berdiri.

"Jika tidak?"

"Jika tidak... kau harus bermain kerumahku" Kata-katanya membuat perasaanku menjadi tidak enak.

"Hanya itu?" tanyaku memastikan.

"Ya, hanya itu. asal kau tahu saja, tidak banyak orang yang kuajak ke rumahku... aku ini selalu pilih-pilih dalam berteman, dan aku hanya akan berteman dengan orang yang menurutku menarik". Ucapnya panjang lebar.

"Jadi menurutmu aku ini menarik? Kau bukan homo kan?"

"Bukanlah, aku ini normal!"

"Tidak, dia playboy!" sambung Nina.

"Hei, jangan menyebarkan aib orang!" Gilang mengacak rambut Nina. Membuat gadis itu mengerucutkan bibirnya.

"Lagipula, kalau kau ingin aku bermain dirumah mu, kau tinggal mengajakku saja kan? Kenapa harus taruhan?" tanyaku kembali duduk.

"Biar anti-mainstream" jawabnya.

"Sudahlah, sebaiknya kalian tidak taruhan... apakah kalian tidak memikirkan perasaan Rika?" ucap Nina.

"Kami tidak ingin menyakiti, ini hanya untuk bersenang-senang saja, lagipula... apa kau tidak penasaran?" Tanya Gilang.

"Penasaran sih, tapi kan..."

"Kalau begitu ikuti saja..." Jawabku memotong pembicaraan Nina yang menggantung kalimatnya.

"Jadi bagaimana? Deal?" Gilang tersenyum dengan tangan kanan yang menjulur kearahku.

"Deal," aku membalas uluran tangannya.

***

Disinilah aku. Duduk dibelakang ruang guru sambil mengutak atik androidku. Berkat Rudi yang mengatakan bahwa ada wifi gratis diruang guru membuatku kesini tanpa berfikir panjang. Dengan ini, aku bisa mencari tahu banyak informasi dari internet tanpa membuang kuotaku sedikit pun. Ngomong-ngomong, Rudi tidak bersamaku akhir-akhir ini. Dia sibuk dengan kegiatan rutinnya di UKS. Jadi, aku selalu sendiri.

Aku membaca banyak artikel, terutama artikel tentang "Antisosial" yang kutemui di Internet. Aku mendapatkan banyak informasi tapi masih ragu untuk menyimpulkannya. Memang, Rika memiliki ciri-ciri kepribadian negatif yang menonjol dan aku harus mencaritahunya lebih banyak lagi.

Setelah selesai dengan artikel-artikel itu, aku meninggalkan tempatku singgah. Berjalan masuk ke gedung sekolah. Menelusuri lorong-lorong sunyi menuju kelas ku. Dalam perjalanan, aku melihat Dave. Dibuli oleh ketiga orang yang sama di lorong sempit dekat toilet pria. Tapi, aku mengabaikannya. Lagipula, Dave tidak keberatan dengan perlakuan mereka. Dia malah senang, mungkin juga meminta lebih.

Aku melanjutkan perjalananku menuju kelas dan mendapati Rika duduk disana. Hanya sendirian, dengan buku yang dibuka dihadapannya. Bahkan pada istirahat makan siang pun dia tetap berada disini. Aku heran kenapa dia bisa bertahan dengan tidak memakan apapun dari pagi hingga jam pulang sekolah.

Aku menghampiri bangkuku yang memang berada disebelahnya dengan perlahan.

"Kau tidak makan?" tanyaku sedikit canggung, takut jika dia akan mengabaikanku lagi.

Dia menggeleng lemah.

Oke, ini adalah awal yang bagus. Dia tidak mengabaikanku lagi, itu artinya aku telah berkembang.

"Kau tidak takut sendirian?" tanyaku lagi dan Rika kembali menggelengkan kepalanya.

"Apa aku mengganggu?"

Dia mengangguk.

Eksplisit*. Kataku dalam hati.

Berbicara dengan Rika sama seperti berbicara dengan makhluk halus penunggu kelas. Dia tidak akan mengatakan apapun sampai kau membuatnya marah. Mungkin aku bisa membuat Rika berbicara dengan membuatnya marah.Tapi, bukankah itu akan merusak suasana? Ah, biarlah... aku akan tetap berusaha membuatnya berbicara dan Rika bisa membuka mulutnya kapan pun dia mau.

Aku melihat kearah buku yang dia baca. Kurasa Rika sedang mengulang pelajaran semester satu lalu. Tapi sejak tadi, dia hanya memandangi halaman buku yang sama. Mungkin dia masih belum mengerti materinya dan bingung hendak bertanya kepada siapa.

"Kenapa? Apa ada yang tidak kau mengerti?" tanyaku.

Dia melirikku sekilas lalu kembali menundukkan kepalanya.

"Biar kubantu," Aku hendak melihat buku catatannya, tapi Rika langsung menutupnya. Gadis itu merapikan bukunya dalam tas lalu membawa nya keluar.

Aku hanya tercengang melihatnya. Mungkin dia marah karena aku mengganggunya. Tapi aku hanya mencoba untuk membantunya. Apakah itu salah?

"Hoam... tidur memang yang terbaik!" ucap Rudi yang baru memasuki ruangan dengan matanya yang masih setengah terpejam.

"Hei, Kenapa kau melamun? Apa yang kau pikirkan?!" Rudi menepuk bahuku. Tapi, aku masih menatap pintu kelas dari sela wajah Rudi. Aku harus meminta maaf padanya.

"Rika"

Aku sedang memikirkannya.

.

.

TBC

(*) Eksplisit : Terang-terangan.

^Kritik dan Saran sangat diperlukan^

LunatiC : Deep World Dark Side [END]Where stories live. Discover now