Part 17 - Serigala Berbulu Domba

555 39 7
                                    


"Bos! Gawat!" Wanita itu terlihat panik dan berusaha mengatur napasnya yang masih memburu.

Sedang lawan bicaranya masih sibuk dengan kartu, papan judi dan dua orang wanita yang berada di sisi kiri dan kanannya. Setelah sedikit menyesap minumannya, pria itu menoleh sebentar pada bawahannya dengan tatapan datar.

"Ada apa?" ujarnya sembari menekuni kartu di tangannya.

"Aku merasa ada yang membuntutiku kemari." Gerakan tangan pria itu terhenti. Pria itu masih bergeming menunggu kalimat selanjutnya yang terlontar dari bibir wanita cantik yang belum lama menjadi asistennya. "Ada sebuah mobil yang mengikutiku."

"Ceroboh!" Pria itu melempar kartunya ke meja dan menyeret wanita itu masuk ke dalam ruangannya.

Wanita dengan dress selutut itu menatap Rei—pria itu—dengan tatapan takut-takut. Ia memang belum lama mendampingi Rei sebagai asisten pribadinya. Selama itu pula ia baru menyaksikan tatapan mata Rei yang begitu tajam seakan menusuk dirinya.

"Jangan pernah... jangan pernah mengatakan hal semacam itu di depan client kita. Sudah berulang kali aku mengatakannya padamu!"

"Maafkan aku."

"Sudahlah. Ceritakan kronologinya."

"Aku tak begitu tahu sejak dari mana mereka mengikutiku--"

"Tunggu!" potong Rei. "Kau bilang 'mereka'?"

"Ya mereka. Mereka yang beberapa waktu lalu menyamar menjadi client yang hendak bertransaksi dengan kita. Dan seseorang lagi yang wajahnya pernah kulihat ketika masuk ke ruangan Mr. J untuk menyerahkan berkas."

"Kau bisa keluar. Temani client kita." Setelah mohon ijin untuk undur diri, wanita itu segera meninnggalkan Rei seorang diri.

Dihampirinya meja kerja miliknya dan membuka laci terbawah. Hanya terdapat sebuah ponsel yang beberapa waktu ini ia tinggalkan disana karena suatu alasan. Baginya, ini memang sudah tepat waktunya untuk kembali menggunakan ponsel itu. Sesaat setelah ponsel itu menyala, segera ia mencari sebuah nomor dan menghubungi nomor itu.

"Maaf baru sempat menghubungimu. Bisakah kulanjutkan rencana lamaku?"

...

"Bisa kau buka kaosmu?"

"Apa yang akan kau lakukan?"

"Membuktikan sesuatu."

"Kuharap aku tak mengecewakanmu atas asumsimu terhadapku."

Mata Athar masih serius menatap gerak-gerik Anta yang hendak membuka kaos pria itu. Tatapan mata Anta juga menatap lurus pada mata Athar. Jordan yang berdiri di dekat mereka berdua pun turut merasa was-was dengan situasi semacam ini. Ia seakan merasakan akan ada perang internal antara mereka berdua. Rasa bersalah itu makin menyelimuti diri Jordan.

Ketika tangan Anta sudah menarik kaos yang dikenakannya hingga sebatas pusar, suara Jordan menghentikan aksinya. Jordan merasa sedikit bebannya terangkat saat sebuah panggilan masuk ke ponselnya.

"Tunggu sebentar. Kuharap ini bisa menjawab rasa penasaranmu." Kalimat itu pula yang membuat Anta melepaskan genggaman tangan pada kaos yang ia kenakan.

"Halo, Mas."

"..."

"Ah tidak. Kau tak menggangguku. Malah kau menghubungiku disaat yang tepat."

"..."

"Athar?" Mendengar namanya disebut, tubuh Athar mendadak kaku. Ia hanya bisa diam sembari menatap Jordan. "Tentu aku tahu bagaimana kabarnya saat ini. Dia ada di hadapanku sekarang. Kau mau bicara dengannya?"

SECRET AGENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang