Part 9 - Kabar Buruk

721 46 20
                                    

Athar tak tahu harus berbuat apa lagi saat ini. Yang bisa ia lakukan hanya terduduk lemas di sebuah bangku klinik kecil di perkampungan kecil di ujung jalan raya. Banyak fakta yang mendadak harus memenuhi pikirannya. Ya, salah satunya adalah fakta bahwa laki-laki yang baru saja menolongnya dan Arya adalah sahabat baik Arya semasa kuliah.

Lantunan doa tak henti-hentinya Athar gumamkan untuk kesembuhan Arya. Sampai tiba-tiba ia merasakan sebuah tangan memegang pundaknya ketika ia masih tertunduk lesu di depan ruang perawatan.

"Benar kau tak apa?" tanya lelaki itu.

"Ya, hanya luka ringan. Bukan masalah besar." Athar menatap perban yang menutup lukanya.

"Maaf aku tak memanggilmu dengan embel-embel Mas atau apa tadi."

"Tak apa. Lagipula aku tak terlalu suka disapa dengan embel-embel itu. Usia kita tak terpaut jauh. Kau cukup memanggilku dengan namaku saja."

"Ah baiklah. Bagaimana keadaannya?" tanya lelaki itu lagi sembari memberi Athar sekaleng kopi dan sebungkus roti. Athar pun tersenyum dan menerimanya.

"Entahlah. Dokter dan para perawat belum keluar dari ruangan itu sama sekali." Jawab Athar sembari menutup matanya. Badannya terasa lemas. Bahkan luka ditangannya pun masih menyisakan rasa perih.

"Bisa kau ceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada kalian?"

"Aku bahkan tak tahu harus menceritakan kejadian ini mulai darimana. Aku hanya ingat ketika tiba-tiba ada kepulan asap yang muncul di atas panggung. Dan setelahnya aku terbangun dengan keadaan terikat hingga akhirnya Mas Arya datang menyelamatkanku ketika aku hendak melarikan diri."

"Sudah kuduga kalau yang diculik itu bukan Mas Arya. Aku sempat menonton mini konser tadi sampai akhirnya suasana menjadi ricuh akibat asap itu. Kau melihat siapa orang yang menculikmu?"

"Aku tak tahu. Pandanganku menggelap saat masih di atas panggung. Tapi kurasa aku tahu siapa dalang dibalik semua ini."

"Who is it?"

"Aku tak tahu nama lengkap bahkan wajahnya. Hanya saja Mas Arya sering memanggilnya dengan sebutan JT atau Mr. J saat kami sedang membicarakannya. Mas Arya pun tak pernah memperlihatkan wajahnya padaku walau kami sering berdiskusi tentang kasusnya. Baru-baru ini kudengar, kasus itu kembali jatuh ke tangan Mas Arya. Ya... terlalu rumit untuk kucerna. Jujur aku tak begitu paham dengan hal seperti ini."

"Sepertinya aku dan kakakmu mengincar orang yang sama. Tapi kenapa kau bisa sebegitu mencurigainya?"

"Dia musuh bebuyutan Mas Arya—at least menurutku—."

Lelaki itu hanya mengangguk sekilas kemudian menatap pintu tempat Arya dirawat. Athar sempat melirik lelaki itu, dia nampak tengah memikirkan sesuatu. Disesaplah kopi itu untuk mengusir rasa kantuk yang mulai melingkupi diri Athar mengingat hari mulai malam.

Sesekali nampak lelaki itu menggelengkan kepalanya. Athar sendiri sampai bingung melihat lelaki itu. Kini lelaki itu memainkan ponselnya. Sepertinya ia mencoba menghubungi seseorang. Setidaknya Athar berharap lelaki itu menghubungi Fairel atau Sakhi guna memberitahu mereka jika dirinya dan Arya baik-baik saja –atau mungkin hanya Athar saja—karena keadaan Arya sendiri belum pasti.

Beberapa saat setelah Athar kembali berkutat dengan pikirannya sendiri, pintu ruang rawat di hadapannya terbuka.

"Keluarga pasien?"

"Ya dok, bagaimana keadaannya?" Lelaki yang semenjak tadi sibuk dengan ponselnya itu pun ikut menghampiri dokter itu setelah memutus sambungan teleponnya entah dengan siapa.

SECRET AGENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang