⏩ Sembilanbelas

9.2K 676 45
                                    

⏩⏩⏩

Prilly memilih diam di dalam mobil Ali. Sudah hampir setengah jam Ali membujuk Prilly agar mau menemui Rizal tapi usahanya tidak membuahkan hasil.

Ali menghela nafas dalam-dalam dan membuangnya dengan cepat. "Ya udah semua terserah lo. Yang penting gue udah jelasin semuanya. Inget. Papa di sana butuhin lo!"

Ali langsung keluar dari mobil tanpa mempedulikan Prilly yang masih diam di tempatnya. Prilly menolehkan kepalanya, menatap punggung Ali yang semakin menjauh dan akhirnya menghilang dari pandangannya.

Ali menghentikan langkahnya sejenak, menatap ke belakang. Di sana ada mobilnya dan di dalamnya ada Prilly. 1 menit ia menunggu tapi tak ada perubahan dan Ali kembali melanjutkan langkahnya.

Ia semakin mempercepat langkahnya dan menuju ruang rawat inap. Di sana sudah ada Dian.

"Ma, gimana Papa? Katanya tadi kritis?" Tanya Ali langsung.

"Alhamdulillah Ali...Papamu sedikit membaik. Untung saja Dokter bertindak cepat. Kau boleh melihatnya. Jangan lupa pakai baju sterilnya!" Jelas Dian.

Ali menghela nafas lega. Ia pikir terjadi hal yang buruk terhadap Rizal. Ali langsung masuk ke ruang rawat Rizal dan tak lupa memakai baju berwarna hijau. Ali mendekat ke ranjang Rizal dengan langkah pelan.

"Pa..!" Panggilnya pelan. Tak ada sahutan. Hanya terdengar suara alat pemacu jantung. "Maaf kalo Ali gagal menjalankan amanat Papa. Ali udah berusaha meyakinkan Prilly tapi Papa tau kan dia kayak apa?"

"Ali juga minta maaf. Gara-gara Ali, Papa jadi kayak gini. Tapi Ali gak bisa bohongin perasaan Ali Pa. Entah sejak kapan Ali mulai menyukainya. Dia beda. Dan sekali lagi maaf...!"

Ali menghentikan kalimatnya sejenak. "Ali berbuat hal di luar batas. Ali bener-bener gak mau kehilangan dia Pa. Dan bodohnya Ali ngelakuin hal itu!"

Ali menatap sendu ke arah Rizal. Berharap Rizal akan membuka matanya. "Maafin Ali Pa!" Ucapnya lagi dengan nada lemah.

Setelah di rasa cukup, Ali keluar dengan langkah pelan. Menutup pintu itu dan seketika mendapati wajah Dian yang tampak marah. Dian melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"Ada yang pengen kamu jelasin sama Mama, Aliandra?"

Ali mendesah pelan dan mengangguk. Ia mulai menceritakan semuanya. Kejadian di apartemennya malam itu. Kejadian yang membuat keperawanan Prilly terenggut.

Dian menatap tajam ke arah Ali yang memasang wajah lesunya. "Trus apa benar Prilly hamil?"

Ali seketika menatap wajah Dian. Ia menggelengkan kepalanya pelan. "Soal itu Ali gak tau Ma. Lagian gak mungkin Prilly hamil--!"

"Gak mungkin apanya? Kalian kan udah--!" Dian terdiam. Ia lalu menghela nafas pelan dan membuangnya dengan cepat. "Gak seharusnya kamu lakuin ini Ali. Dia kakak kamu. Kalian sodara!"

"Ya Ali tau kok Ma. Tapi gak tau kenapa Ali bener-bener gak bisa kehilangan dia Ma. Ali cinta sama Prilly Ma!"

Dian tak bisa berkata-kata lagi. Ia memilih diam. Di satu sisi ia begitu khawatir dengan keadaan Rizal tapi di sisi lain ia bingung dengan permasalahan anak mereka.

"Yang Ali tau...Ali boleh nikahin Prilly Ma karena dia cuman sodara tiri Ali!"

⏩⏩⏩

Prilly mendesah pelan lalu menundukkan kepalanya. Ia menggigit bibir bawahnya. Mengingat penjelasan Ali beberapa menit yang lalu.

"Om Rizal dan bokap gue temenan udah bertahun-tahun. Mereka bisa di bilang sahabat. Keluarga gue dulunya tinggal di Paris. Kehidupan gue awalnya bahagia. Tapi semenjak gue masuk SMA semuanya berubah. Bokap gue sering marah-marah gak jelas. Pulang malem kadang juga gak pernah pulang. Sekalinya pulang malah bawa wanita lain!"

LOVE YOU, PRILLY ( COMPLETED )Where stories live. Discover now