Epoch 0 day

7.3K 608 105
                                    

Orang pernah bilang, hujan adalah saat yang tepat untuk mengingat sebuah kenangan, cara paling tepat untuk menangis tanpa orang mengetahuinya atau cara paling malas untuk bermanja-manja di rumah dalam gulungan selimut hangat.

Kali ini, hujan menjadi cerita lain bagi seorang perempuan yang tertawa senang bersama anak- anak kisaran umur tujuh hingga enam belas tahun. Mereka berlari senang di lapangan yang luas sambil berseru menyanyikan lagu-lagu sukacita tentang hujan. Perempuan itu mengangkat seorang anak perempuan, memutar-mutarnya hingga ada pekikan senang, dan meletakkan kembali. Tawa mereka meledak. Dia membungkukkan badannya, meletakkan tangan di atas lutut dan mengatur nafasnya. Matanya mengawasi anak-anak itu yang masih berlari semangat.

Kata mereka, ini hujan pertama dalam setahun ini. Perubahan iklim benar-benar berdampak hebat. Tak ada hujan sepanjang tahun. Tanah-tanah menjadi kering, sulitnya menemukan sumber air bersih, wabah penyakit di mana-mana, dan banyak hal lain.

Inilah yang membawanya ke tempat ini. Panggilan jiwa menjadi relawan dari dulu sudah ada dalam hatinya akhirnya terpenuhi ketika dirinya bisa mencalonkan diri untuk menjadi perwakilan Indonesia dalam misi kemajuan kesehatan dan pendidikan global. Di saat jenjang karirnya yang sedang meroket naik, dia lantas mengambil jalur lain, yang membuat dia menjadi perbincangan di kalangan pejabat pembantu Presiden lainnya.

Hujan sore itu membuatnya bersyukur. Bisa menjadi bagian dalam misi global ini dan setidaknya, menghapus kesedihannya dalam beberapa waktu lalu.

Ahh, Tuhan memang punya caranya sendiri. Bahkan lewat hujan sore ini.

👣👣👣👣

"You're wet!" seru seorang laki-laki Rusia sambil melempar handuk pada perempuan yang berdiri di ujung pintu dapur.

Perempuan hanya menampilkan cengirannya dan memeluk tubuhnya sambil menggigil, "Of course! I'm dancing in the rain."

Tangannya sibuk mengelap kakinya agar kering, dia melompat-lompat kecil agar air jatuh lebih cepat dari tubuhnya. Sedangkan laki-laki tadi, menyalakan kompor untuk memasak air.

"Kalian tidak seru, tidak ada yang menikmati hujan!" protesnya, masih dengan tubuh yang meloncat-loncat.

Hanya ada dengusan dari laki-laki itu. Lalu dari pintu di dalam rumah itu, muncul seorang perempuan dengan rambut ikalnya yang tergerai indah, dia tertawa saat melihat perempuan itu basah. Mengambil tempat duduk di pinggir meja makan dan mengamati laki-laki yang sedang membuat sesuatu di dalam gelas.

"Nanti kamu sakit, mandi dan pakai pakaian hangat," kata perempuan yang baru muncul itu sambil melihat ke arah perempuan yang meloncat-loncat itu.

"Hhhhmmm..." katanya pelan, dirasa cukup bisa menginjakan kakinya masuk ke dalam dapur tanpak membuat lantai basah, perempuan itu berlari-lari kecil ke kamarnya dan langsung mandi.

"Dia seperti anak-anak," komentar laki-laki tadi, "Kau mau? Aku sedang membuat jahe hangat."

Perempuan itu mengangguk mau, "Masalahnya memang dia yang paling kecil di antara kita. Aku saja tidak percaya kalau dia seorang Diplomat. Wajahnya masih terlalu kecil."

Laki-laki itu mengangguk setuju, "Wajah orang Asia memang berbeda."

Kesunyian melingkupi mereka sesudahnya. Si pria mulai menyeduh jahe nya, sedangkan perempuan hanya melihat dari meja makan sambil mengetuk-ngetuk tangannya.

"Heyy... kita akan kedatangan orang baru!" Seru seorang pria yang ikut bergabung dengan mereka di dapur, ia melompat-lompat girang sambil memegang selembar kertas.

"Apa? Siapa?" balas perempuan itu cepat. Berdiri mendekat dan mengambil kertas itu.

"Wahh..." ucapnya takjub.

Pria yang menyeduh jahe juga mendekat, membaca kertas itu, "He? Orang Asia lagi?"

Mereka membaca kertas itu yang berisi surat keputusan anggota baru dalam misi mereka. Wajah mereka langsung serius saat memperhatikan nama orang di dalam kertas itu.

"Dia dokter sama seperti aku!" Kata pria yang membawa surat itu tadi dengan gembira, "Aku benar-benar tidak sabar bertemu dengannya. Kalian tahu? Dia dinobatkan sebagai dokter yang paling diminati oleh rumah sakit di dunia. Sayangnya rumah sakit harusnya tahu bahwa dia sudah mempunyai rumah sakit sendiri, rumah sakit keluarga. Ugh, orang kaya memang beda ya. Tapi aku pernah mendengar seminarnya tentang bedah, luar biasa sekali."

"Err... dia juga pengusaha kan?" tanya perempuan itu, sebagai orang yang dulunya aktif sebagai pialang tentu dia kenal dengan nama di kertas ini, hanya masih tidak percaya saja.

"Hhmmm.. sudah kubilang, orang kaya memang beda!" Ucap pria itu.

"Aku tidak menyangka bahwa orang Asia punya pengaruh besar juga ya," sahut pria yang menyeduh jahe tadi.

"Jangan merendahkan mereka Davinov," ketus perempuan itu, "Kau harus tahu meski di sana lebih banyak negara berkembang, mereka juga punya sumber daya manusia yang bagus. Contohnya pria ini, masuk dalam lima puluh pengusaha paling berpengaruh di dunia.."

"Benar, bahkan di dunia kedokteran namanya sangat bersinar," sambung pria yang juga dokter itu.

Hanya ada dengusan kecil dari pria yang menyeduh jahe itu, "Ngapain dia datang ke sini?"

"Jadi volunter kan?" kening perempuan itu berkerut.

"Untuk apa?"

"Maksudnya?" tanya perempuan itu.

"Untuk apa dia ke sini?"

"Untuk apa kau ke sini?" tanya perempuan itu balik.

"Jadi relawan, ikut misi kesehatan dan pendidikan global," ketus pria itu.

"Nah, Mr. Wajendra juga punya jawaban yang sama seperti jawabanmu—mungkin saja," kata perempuan itu asal, sambil berjalan mendekati deretan gelas yang telah terisi jahe.

"Jadi.." katanya mengggantung, mengangkat gelas jahe itu, memutar badannya dan melihat kedua temannya itu, "Kita punya dua orang Asia—ehmm, Indonesia lebih tepatnya!"

"Dengan umur mereka yang sama," kata pria yang membawa surat tadi.

"Oh ya?"

"Hhmm.."

"Sayang sekali dia sudah menikah. Padahal siapa tahu aku bisa mendekatinya..hahahaa..."

Tawa perempuan itu meledak, kedua pria itu hanya menggeleng heran.

"Dia sudah menikah?" tanya pria yang dokter, melirik ke arah kertas lagi.

"Ya, Mr. Wajendra sudah menikah, tepatnya tiga bulan yang lalu..."

****


































Hallo,

Saya Are. Senang rasanya bisa menyapa kembali lewat kisah lain.

Ketika Ineffable tamat, apa yang kalian pikirkan?
Apakah menyenangkan membaca cerita saya?
Atau bagaimana?

Dulu ketika Ineffable tamat, saya tahu bahwa kisah itu harus ada sequelnya. Hingga lahirlah Epoch dan Unfinished Tales.

Tapi seiring berjalannya waktu, saya pikir itu tidak perlu hingga saya memutuskan untuk unpublish Epoch dan Unfinished Tales. Waktu saya di dunia nyata juga sangat padat sehingga kisah tinggalah kisah. Akhirnya ada banyak tulisan yang menjadi draf di laptop saya.

Tapi saya teringat kembali dengan 'Bio' yang saya tulis di wattpad dan yang selalu jadi background desktop laptop saya.

"Mulailah menulis, tidak peduli apa. Air tidak mengalir sampai keran dihidupkan."

Jadi, kisah ini akan saya hidupkan kembali. Begitu juga Unfinished Tales.

Semoga kalian menikmati kisah ini dan lainnya kembali 😊





Blissful,

Are


Ps.: terima kasih untuk komentar dan vote yang kalian berikan 💙

Epoch | #INEFFABLE SERIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang