♪ 04 ♪

13 6 2
                                    

"Kaca yang pecah tak akan pernah bisa menyatu kembali, walaupun menyatu akan ada bekas pecahannya"
• Petjah •

Mellody menatap hujan yang makin deras, karena memberikan payung ungunya pada sang malaikat tampan. Oke..Mellody tahu itu lebay. Tapi memang benar Azkha itu tampan.

Mellody memeluk dirinya sendiri karena kedinginan, beruntung atap halte cukup lebar sehingga badan Mellody tidak semakin basah.

"Huh....gue gila apa? Masa main ngasih payung gitu aja sih ke Azkha" Mellody bermonolog, untung saja tidak ada orang selain dirinya di halte.

"Huh..kalo kesekolah lagi nanti di hukum, mending disini deh..." Mellody menggesek-gesekkan telapak tangannya. Lalu menempelkannya di pipinya.

Mellody memandang hujan, dulu dia dan papanya sering bermain hujan, walau pada akhirnya Mellody akan jatuh sakit selama berhari-hari.

Kenangan-kenangan indah bersama orangtuanya dulu berkelebat di dalam memori Mellody. Dimana mereka masih akur, keluarga yang bahagia. Papa, mama, Rion, dan dirinya. Pasti setiap akhir pekan selalu berlibur.

Tapi semua berubah semenjak kedatangan Olin, bocah itu datang begitu saja, kedua orangtuanya bilang bahwa itu adik Mellody.

Tapi Mellody tidak percaya begitu saja, walau masih kecil Mellody pintar, mamanya tidak pernah mengalami masa kehamilan lalu bagaimana ada Olin?

Olin yang menyebabkan keluarga Mellody terpecah, yang Mellody tahu dari Rion, papanya tak menerima kehadiran Olin. Hal itu semakin menguatkan opini Mellody dan Rion bahwa Olin bukan adik kandung mereka.

"Hiks" Mellody menangis mengingat semua hal bahagia dengan keluarganya sebelum kehadiran Olin.

"Kenapa lo dateng? Kenapa lo ngacurin keluarga gue" Mellody berkata di sela tangisnya.

"Kalo lo gak ada...mama gak mungkin benci gue...mama pasti ngijinin gue main musik terus...hiks...hiks.. " Mellody meremas kemejanya yang basah sambil menahan air matanya agar tidak terus keluar.

Puk

Mellody merasakan punggungnya berat, dia menoleh, ada sebuah jaket kulit warna hitam yang menyelimuti tubuh mungilnya.

"Nangis aja...gue bakal pura-pura gak tahu" Mellody mendongak, dilihatnya Samudra yang juga basah berdiri di depannya, dua tangannya masuk ke dalam saku celana.

"Lo ngapain disini?" Mellody menghapus air matanya dengan kasar. Seorang Samudra melihat Mellody menangis, harusnya itu impossible, tapi sekarang jadi possible.

"Jemput lo lah...lo ke-ujanan kan?"

"Ya...maksud gue lo ngapain jemput gue?" Tanya Mellody. Samudra mengedikkan bahu.

"Mungkin gue cuma iba sama lo...Tadi sih kayaknya Olin yang mau ngejar lo...tapi gak jadi"

"Olin? Mana mungkin? Dia gak akan ngabisin waktunya cuma buat ngejar gue...gak akan..itu impossible" Mellody tersenyum miring.

"Kayaknya Olin sayang banget sama lo" Kata Samudra. Tubuhnya menyender ke tiang halte, disebelah tempat Mellody duduk.

"Dia gak sebaik yang lo liat..dia penyebab hancurnya keluarga gue...dia penyebab gak ada lagi yang peduli sama gue" Mellody mati-matian menahan air matanya yang hampir turun. Samudra menoleh.

"Maksud lo?"

"Lo gak perlu tahu Sam" Kata Mellody. Mellody menggigit bibir bawahnya.

"Nangis aja..gue gak akan komentar apa pun" Tangis Mellody pun pecah.

AS (1) - The ChoiceWhere stories live. Discover now