4. MILAN

17K 801 25
                                    

Pantulan cermin yang memperlihatkan dirinya dalam balutan gaun bertaburkan berlian sungguh membuat Valerina menganga tak percaya. Gaun itu jatuh menjuntai ke lantai dengan berlian yang berkilauan disepanjang gaun itu membuatnya terlihat bersinar. Gaun yang terbuka dari bagian punggung hingga pinggangnya membuat Valerina sedikit merasa terlalu terbuka karena gaun itu hampir mengekspos seluruh bagian tubuhnya.

Valerina sempat tidak menyadari jika yang yang sedang berdiri di depannya adalah bayangannya. Wanita cantik dengan rambut merah yang berkilau dan lekuk tubuhnya yang terbentuk membuat Valerina terlihat seperti model Fashion yang akan berjalan di Catwalk. Gadis itu memutar tubuhnya berulang kali untuk menatap tubuhnya.

Bibir kembali diusapnya kala rasa gugup menghampiri. Kata Monica--orang yang membuat gaunnya- bahwa tubuh Valerina sangat cocok dengan gaun yang dibuatnya. Setiap orang sudah pasti tak akan berhenti untuk menatapnya. Sementara Mario juga sangat setuju dengan pendapat Monica ketika pria itu sedang melakukan tugasnya untuk mendandani wajah cantik Valerina.

"Russel akan kaget melihatmu. Jangan takut, kamu bersama seorang billionaire." Mario muncul di belakangnya sambil tersenyum meyakinkan.

"Aku hanya takut... Aku tidak tau apa yang akan kami lakukan." Vale terlihat ragu. Tangannya saling bertautan.

"Russel tidak mengatakannya padamu?" Mario memberikan ekspresi tanya.

Valerina menggeleng lemah. "Dia sangat dingin dan tertutup sejak tadi. Aku jadi takut untuk bertanya."

Mario menghela napas, "Kalau begitu tunggu dia mengatakannya. Dia sudah menunggumu di luar." Pria itu tersenyum dan pergi berlalu meninggalkan Valerina yang sedang mengatur napasnya.

Kakinya dengan sangat pelan menuruni anak tangga itu. Takut jika gaun rancangan desain ternama itu akan rusak. Jemari lentiknya memegang pinggiran kuat-kuat. Di bawah sana sudah terlihat beberapa pengawal dan satu pria yang membelakanginya. Bahu lebar Russel, rambut tembaganya yang disisir rapi ke belakang sudah sangat Valerina hafal. Dia tersenyum sesaat.

"Aku sudah selesai," ucap Valerina dengan lembut dan senyum manisnya. Mati-matian gadis itu mencoba mengontrol perasaannya yang campur aduk. Gerogi dengan dirinya sendiri.

Para pengawal, termasuk Jack--tangan kanan Russel-- dan Andrew sontak langsung menatapnya lurus. Membuat semburat merah menghiasi pipinya. Tapi itu hanya sebentar, karena di detik berikutnya, perasaannya yang senang karena tatapan itu langsung berubah ketika Russel berbalik dan menatapnya langsung dengan pandangan biasa. "Kamu terlambat dua puluh sembilan detik." pria itu melihat arlojinya dan kembali menatap Vale.

"Eh... Aku.." Valerina gelagapan. Apa yang dikatakan Mario sungguh sangat berbanding terbalik dengan apa yang terjadi saat ini. Russel tidak terpesona padanya. Maka dari itu Valerina langsung menundukkan kepalanya dan meraih uluran tangan Russel.

Russel terkekeh kecil, senyum miring tercetak jelas di wajahnya. Digenggamnya dengan erat jemari Vale untuk sebentar, lalu kemudian melepaskannya dan memindahkannya di pinggang ramping gadis itu. "Kamu cantik. Jangan cemberut seperti itu," bisiknya di telinga Valerina.

Yang tidak disadari Valerina adalah bahwa sejak tadi Russel justru memperhatikannya dengan sangat seksama. Bagaimana kakinya dengan anggun melangkah disetiap anak tangga. Bagaimana lembutnya mata gadis itu ketika sampai di bawah... Russel melihat semuanya dari pantulan kaca apartemennya.

Valerina tersipu malu saat Russel mengucapkannya. Jantungnya kembali berdetak tak karuan. Pria itu ada ada saja. Selain berhasil membuatnya cemberut di detik sebelumnnya, ia juga berhasil membuatnya memerah di detik berikutnya.

"Tapi kamu perlu tahu, Vee. Aku tidak suka orang yang terlambat," ucap Russel tak lama setelah berhasil membuatnya merona.

Dan Russel juga berhasil membuatnya jatuh di detik yang bersamaan. Sialan.

HIDDEN TRUTH [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang