Empat

1K 164 8
                                    

Selama seminggu terakhir ini, Lay jarang banget masuk sekolah. Kemarin sih dia ada ngehubungin gue, katanya dia sibuk persiapan tunangan.

Gue bukan apa nih ya, tapi, tunangan, atau bahkan nikah di usia yang semuda Lay bukan pilihan yang tepat.

Masih banyak kekurangan dalam diri Lay untuk dapat membangun sebuah rumah tangga.

Apalagi posisinya sebagai suami dan kepala keluarga kelak.

Demi apapun, gue ragu se ragu ragunya Lay bakal tunangan. Dia belum dewasa secara usia, apalagi perilaku.

Entah kenapa gue jadi sering mengkhawatirkan dia setelah dia bilang mau tunangan waktu itu.

Kan gue juga wali kelas nya, gimanapun Lay dan seluruh temannya adalah tanggung jawab gue.

Apalagi Lay pernah bilang bahwa dia hanya punya seorang ibu tunggal. Ayahnya meninggal saat kecelakaan beruntun beberapa tahun lalu.

Gue sempat berfikir kalau kecelakaan beruntun yang menewaskan ayahnya itulah yang membuat Lay mempunyai prilaku yang bisa dibilang kurang sehat seperti itu.

Tapi yang namanya feeling kan ya, bisa bener bisa juga salah.

"Jennie, hari ini yang ga masuk siapa?" tanya gue ke sekretaris kelas.

Sekarang gue lagi di ruang guru. Kebetulan dia lewat.

"Andrew sama Toni, bu. Andrew sakit, Toni enggak ada kabar." jelas dia.

"Lay masuk?" tanya gue lagi.

"Iya bu, masuk."

"Hari ini ada pelajaran ibu, kan? Udah bikin tugas semua?" tanya gue.

"Udah bu," kata dia.

"Oh oke."

.

.

Setelah istirahat ini jam gue ngajar di kelas 12 IPA 3. Ya, kelas gue.

Selama gue ngajar, Lay lebih banyak diam. Dia kayak lagi mikirin sesuatu yang gue gatau apa itu. Dari tadi dia cuma bengong natap kosong ke papan tulis.

"Lay?" panggil gue. Tapi dia masih bengong.

"Lay?" ulang gue. Dia tetep bengong. Gue pun nyamperin mejanya dan ngetuk pelan di mejanya.

"Eh i-iya bu?" jawab dia

"Kamu kenapa dari tadi bengong? Kamu merhatiin ga apa yang saya jelasin?" tanya gue.

"Iya bu" jawab dia.

"Perhatiin ya. Jangan kerjaan cuma bengong, main, bengong, main mulu." kata gue ke dia.

Bisanya dia bakal nyengir tanpa dosa kalau gue giniin. Tapi sekarang enggak. Dia cuma ngangguk tanpa ekspresi.

Ga kerasa waktu gue udah abis. Aktivitas mengajar gue dihentikan oleh bel pulang sekolah yang berdering.

Gue beres beres buku, dan anak anak pada nyalimin gue sebelum keluar kelas.

Semua udah keluar kelas, dan sekarang sisa gue sama Lay.

"Kamu kenapa ga pulang?" tanya gue.

Dia berjalan mendekat ke gue. Dan sekarang dia udah ada persis didepan gue.

Dia makin maju, mempersempit jarak diantara kami.

Gue yang merasa terpojokan reflek mundur dong ya. Eh gataunya dia makin majuin badannya.

"K—kamu mau apa?!" bentak gue.

Gue terus mundur tanpa ngeliat ke belakang. Dan sekarang gue udah mentok dinding dengan dia yang terus ngedeketin badan ke gue.

"Lay! Stop! Kamu nih apa apaan sih?!" bentak gue yang sepertinya membuat dia sedikit terkejut.

Dia menjauhkan badannya, namun tatapan matanya tidak lepas pada mata gue. Hal itu membuat kaki gue sedikit bergetar. Gimanapun dia cowo dan gue cewe, kan?

"Kamu—kamu mau apa?!" teriak gue.

"Sebegitu tidak suka kah ibu sama saya?" tanya dia yang membuat gue membeku.

"Apa.. Maksud kamu?" tanya gue.

"Ibu benci sama saya?" tanya dia lagi.

"Apa maksud kamu, Lay? Ibu ga ngerti! Kamu mau apa sebenernya?!"

"Saya..." kata dia sambil kembali memojokkan gue.

"Suka sama..." kata dia sambil mendekatkan bibirnya ke bibir gue.

"L-lay!" bentak gue.

"Lay! Apa apaan kamu?!"

Bukan, itu bukan suara gue.

Itu pak Sehun.

Pak Sehun ga tinggal diam, dia langsung narik lengan Lay dan menjauhkannya dari gue.

"Apa apaan kamu, Lay?!" bentak dia.

Gue mau nangis aja rasanya. Perasaan gue campur aduk ga karuan. Air mata gue turun tanpa bisa gue bendung.

"Kamu cari mati, hah?!" tanya dia sambil mengepalkan tangan kearah Lay.

"Pak, pak udah pak," kata gue dengan suara bergetar. Gue mencoba nangkis tangan pak Sehun sebisa mungkin.

"Kyra! Kamu ga sadar apa yang dia lakuin tadi?!" kata pak Sehun dengan nada tinggi.

Woah. Pertama kali pak Sehun manggil gue dengan nama. Biasanya dia selalu formal. Antara manggil Bu, atau enggak Dek. Ini pertama kalinya nama gue terlontar dari mulut dia.

Sebuah tinju akan melayang di wajah Lay kalo Pak Hendra ga dateng tepat waktu.

Rupanya suara pak Sehun tadi nyampe ke ruang kepsek. Makanya pak Hendra kesini.

"Ada apa ini ribut ribut?" tanya dia.

Kita cuma diem setelahnya.

"Kalian, keruangan saya sekarang juga!" bentak dia.

Mampus. Ini gue kalo dikeluarin gimana?

Gapapa juga sih kalo gue dikeluarin, toh gue bisa kerja di perusahaan bokap. Sama ko Kris.

Tapi masalahnya gimana kalo Lay yang di keluarin?

[DISCONTINUED] Dumb Student🔹 Zhang Yixing (2017)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang