17. Penemuan

173 5 0
                                    

"Sayang, kamu kenapa nggak ada kabar sih? Kenapa telepon aku nggak dijawab?"

"Aku sibuk."

"Sibuk apanya sih sampai telepon pun nggak dijawab?"

"Maaf."

Alen mengelus dada, sikap Aika tidak pernah berubah, tidak tersentuh, bahkan untuk seluruh tentang hidupnya pun tidak pernah ia bagikan kepada Alen.

"Kamu ada masalah apa? Dengan siapa? Aku tahu segalanya tentang kamu. Jadi, jangan ragu untuk berkisah denganku."

Aika terkekeh kecil. Kecut. Tidak usah menjadi orang yang tahu segalanya untukku, Len. Jika kau tahu seluruh tentangku. Kau akan sakit sendirian.

"Tidak seluruhnya kamu tahu" jawabnya singkat.

"Jika tidak seluruhnya, izinkan aku untuk tahu."

"Jika kamu tahu tentang aku, seharusnya kamu tahu bahwa aku tidak terlalu suka membagikan masalah pribadiku dengan orang."

Bipp...

Putus. Aika yang memutuskannya. Aika benci hidupnya saat ini. Hidup, tapi seakan tidak bernyawa. Sebut saja mayat hidup. Ingin mati saja rasanya dirinya jika sunyi seperti ini.

Capek, si keparat itu tidak sama sekali memuculkan batang hidupnya. Meski kah aku harus menyebutnya pengecut? Ah, tapi aku tetap menyukainya dari dulu hingga sekarang. Oh aku lupa, aku juga sama keparatnya dengan dia. Memberikan pengharapan kepada orang lain, sedang aku sendiri tidak sedikitku mengaminkan harapannya.

Aika memakirkan mobilnya di parkiran kantor. Di depannya sudah ada mobil berwarna putih terparkir di sebelahnya. Bisa ditebak itu mobil siapa. Ah, tapi sayangnya hanya parkiran di sebelah mobil putih itu yang masih tersisa.

Dengan berat hati, ia menjalankan mobil itu super lambat. Berdecih dalam hati bahwa seharusnya ia datang lebih pagi daripada si pemilik mobil putih tersebut.

Aika cepat-cepat keluar dari mobil, menenteng berkas-berkas laporan di tangan kirinya.

"Aika." panggil si pemilik mobil tersebut.

"Oh, hai!" sapa Aika bermalas-malasan. "Belum masuk ke kantor?" tanyanya basa-basi.

"Kadang, kamu seceriah mentari. Tapi kadang kamu menjadi kabut pekat dengan guruhnya. Kapan kamu akan menjadi dirimu sesungguhnya?" tandas Abi tanpa basa-basi.

Aika tak cukup bodoh untuk mengartikan maksud "kekasih"-nya hari ini. Bisa dibilang, kekasih-nya sedang mengatakan bahwa dirinya ialah orang yang egois. Tapi Aika bisa berkata apa? Dia bukan lagi dirinya yang dulu bisa berkata sarkastik dengan berkacak pinggang. Untuk sekarang, untuk melipat tangan di depan dadanya saja Aika tidak bisa. Berbeda dengan dirinya dahulu. Sangat.

"Tidak apa jika tidak menjawab. Toh, hujan akan berhenti sendiri tanpa dipinta." ucapnya berlalu segera dari parkiran tersebut.

Bukan maksudku untuk memberikan petir di hari cerahmu. Tapi salahku juga mengapa aku memilih petir dari pada mentari yang dirindukan orang.

R E U N I

Pernahkah kamu ingat awalnya rasa jatuh cinta? Kadang kau tidak menyadarinya, kadang kamu
Lupa bagaimana kalian bisa bertegur sapa, kadang juga kalian tidak bisa mengingat alasan apa yang membuat dirimu menyukainya, dan segala tetek bengek yang berada di dalamnya.

Tapi berbeda dengan gadis itu, dia sadar dengan alasan mengapa ia begitu menyukai lelaki itu. Namun ia lupa sejak kapan ia mulai menaruh hati pada sosok itu.

Hal ini dibuktikan setiap kali lelaki itu tidak hadir dalam saat jam pelajaran. Selalu ada pertanyaan yang berawal dari kata mengapa hingga berentet pada hipotesis yang salah.

REUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang