Bagian 5 : Hal Yang Membuatnya Kesal

3.1K 74 1
                                    

🌙🌙🌙
Do not copy it❌
Written by Moon🌑
2017, 17th August
🌙🌙🌙

"Bagaimana keadaannya?"

Deni menatap Alex dengan mata menyipit. "Apa yang kau lakukan padanya, Alex?"

Alex balas menatap Deni dengan bingung. "Apa yang membuatmu berpikir bahwa aku yang menyebabkannya seperti ini?"

"Terakhir kali kau memanggilku karena kau telah membuat seorang gadis pingsan akibat seranganmu. Dan sekarang, kau memanggilku karena karyawanmu pingsan, di ruanganmu! Apa yang kau lakukan padanya?"

"Demi Tuhan, Denisya! Itu sudah setahun yang lalu. Aku sudah berubah! Dia pingsang bukan karena seranganku, tapi karena kondisi tubuhnya memang kurang fit. Lagi pula sudah setahun lamanya aku tidak menyentuh perempuan. Dan bagaimana mungkin kau masih meragukanku?!" seru Alex frustasi.

Denisya adalah dokter sekaligus sahabatnya. Mereka sudah saling mengenal saat masih kecil dan sudah mengerti satu sama lain. Mungkin hal yang wajar bagi Denisya menanyakan kenapa ada seorang gadis pingsan di ruangan Alex, karena dulu Alex memang dikenal sebagai 'pemain wanita'. Tapi nampaknya semua memang benar sudah berubah.

Deni mengulum senyum lalu tak lama kemudian tawanya meledak. "Sungguh, Alex! Wajahmu benar-benar merah seperti kepiting rebus!"

Alex mengeram dan memegangi kedua pipinya. Terkadang sahabatnya ini memang suka keterlaluan.

"Tenang, Alex. Aku hanya mengetesmu. Aku percaya bahwa kau sudah berubah." Dan Alex pun menghela napas lega. "Dia baik-baik saja. Hanya suhu tubuhnya sedikit menukik dari batas normal. Seperti yang kau bilang, dia adalah staf direksi yang baru. Mungkin adaptasinya kurang baik, terlebih kemarin dia lembur untuk menyelesaikan tugas yang kau berikan itu."

"Ralat, itu bukan karenaku. Tapi karena bajingan sialan itu!" seru Alex kesal.

"William maksudmu? Ada apa lagi dengannya? Dan apa kabarnya? Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya."

"Siapa lagi kalau bukan dia? Aku akan lebih bersyukur jika dia ditemukan terkapar akibat mabuk di tengah kota New York sana ketimbang datang kembali ke sini dengan membawa beban bagiku dan perusahaan ini," sungut Alex kesal.

Deni tersenyum maklum. "Dia hanya sedang stres, Alex. Jangan salahkan dia sepenuhnya," ujar Deni menenangkan.

"Tapi–,"

Ucapan  Alex lantas terhenti akibat tangan Ana yang bergerak naik menyentuh kening.

"Ana?" Panggil Alex langsung. Karyawannya itu masih nampak tidak sehat.

"Jangan banyak bergerak dulu," tegur Deni saat Ana hendak bangkit. Tapi nampaknya Ana tidak memperdulikan teguran itu. Tidak lama kemudian, ia sudah duduk sepenuhnya di sofa panjang itu.

"Di mana aku?" Tanya Ana setengah sadar.

"Kau masih di ruanganku. Tadi kau tiba-tiba saja pingsan saat hendak keluar. Kupikir kau kenapa-kenapa, tapi Deni bilang kau baik-baik saja, hanya kurang fit akibat lembur kemarin," jelas Alex perlahan.

Sejenak Ana diam, tapi kemudian ia menghela napas. "Maaf merepotkanmu, Alex. Aku tidak bermaksud demikian," sesal Ana.

"Tidak apa-apa. Itu memang salahku. Sebaiknya kau pulang saja, jangan memaksakan diri. Aku mengizinkanmu libur sampai kau merasa mendingan."

Ana menggeleng. "Aku baik-baik saja. Sebaiknya aku kembali ke ruanganku." Saat Ana berusaha bangkit, lagi-lagi kakinya terlalu lemas untuk berdiri. Beruntung Alex yang berada di dekat Ana sigap menyanggah tubuh itu.

A Thousand KissesWhere stories live. Discover now