Seharusnya, semua masih baik-baik saja. Aku masih bisa bercanda denganmu, memelukmu, membuatmu tertawa dengan lelucon tidak masuk akal buatanku, ataupun kita masih saling mengucapkan kata rindu meski baru saja bertemu.
Ya, seharusnya begitu. Namun kebahagiaan yang aku fikir akan abadi tiba-tiba musnah bagai diterpa angin. Kau tiba-tiba melepasku. Aku tidak menyukainya--ah tidak, ku fikir semua orang pun tidak suka jika dipaksa menyerah.
Kau dengan mudahnya mengakhiri semuanya, lalu kau fikir apakah aku tidak membutuhkan penjelasan? Katamu, kau paling benci pergi tanpa pamit. Namun kenapa kau mengingkari perkataanmu sendiri? Katamu juga, semuanya salahku, jika memang benar, tidak bisakah kau jelaskan dimana salahku?
Lalu setelah semua yang terjadi, aku berharap aku dapat membencimu. Namun kenapa Tuhan justru menciptakan takdir seperti ini? Aku masih saja mencintaimu dengan sepenuh hati, memikirkanmu hingga larut dan membuatku hampir kehilangan separuh kewarasanku. Aku pernah berdoa suatu saat nanti aku dapat terbangun tanpa mengingatmu lagi. Tapi kenapa kau masih saja hadir di fikiranku meskipun bulan dan bintang telah digantikan oleh terangnya matahari setiap harinya?
Jumat, 28 Juli 2017
Aku, yang selalu merindu
YOU ARE READING
From When, Until When
Teen FictionKatamu, aku akan tetap baik-baik saja. Katamu, semenyakitkan perpisahan itu, aku akan baik-baik saja setelahnya. Namun setelah lama kau pergi, mengapa aku tak kunjung baik? -Jingga Katlingga Anggastama Takdir mempertemukan mereka pada suatu garis...
