BAB 12

1.3K 186 10
                                    

Ada perasaan aneh yang saat ini menyelimuti Sakura setelah lima menit duduk di depan Indira dengan menyilangkan kedua kakinya. Bukannya apa, tapi Sakura tidak lagi merasakan gemetar pada tubuhnya seperti saat pertama kali melihat kehadiran Indira kemarin. Mungkin karena dia mulai menyadari kalau Indira tidak seperti dugaan awalnya. Mungkin saja karena sepanjang pembicaraan yang mereka lakukan selama lima menit ini, Sakura belum menemukan fakta bahwa Indira berbahaya untuknya.

"Kalo begitu, sekarang umur Sakura berapa tahun?" tanya Indira mulai santai. Dalam hatinya dia bersyukur menyadari respons tubuh Sakura yang tidak setegang saat pertama kali dia masuk tadi atau histeris seperti kemarin.

Cewek itu diam, tampak sedang berpikir dengan menatap langit-langit kamarnya. "Lima belas," jawabnya kemudian.

Indira menganggukkan kepalanya, lalu tersenyum. "Mau minum?" dia menawarkan secangkir teh hangat yang baru saja diantarkan Mbok Santi hingga ke depan pintu kamar tadi.

Dengan tegas, Sakura menggeleng.

Menyadari kecurigaan Sakura yang dipancarkan lewat matanya, Indira lantas menghembuskan napasnya perlahan, lalu menyunggingkan senyumannya. "Saya nggak menaruh obat apapun di minuman itu. Atau, kamu mau saya minum dulu?"

Hanya ingin memastikan kalau apa yang dikatakan Indira itu memang benar, Sakura menganggukkan kepalanya. Hal itu membuat Indira kembali menyunggingkan senyumnya, lalu meminum sedikit dari teh itu hingga tersisa seperempat dari bagian awalnya.

Entahlah, Sakura hanya merasa risih dengan Indira yang sejak tadi tidak pernah menghapus senyum dari wajahnya. Bisa dilihat dari mata wanita itu yang sama sekali tidak memiliki maksud khusus di balik senyumnya. Hanya senyum biasa yang sering Sakura lihat di wajah Lintang. Tapi, ini masih terlalu aneh untuknya. Karena selama enam tahun ini, yang dilihat Sakura hanya Lintang.

Setelah kurang-lebih dua menit kedunya terdiam, menunggu reaksi apa yang akan terjadi pada Indira setelah wanita itu meminum sedikit teh yang ditujukan untuknya, akhirnya Sakura menggenggam cangkir itu. Dia memilih meminumnya karena tenggorokannya sedikit kering setelah obrolan singkat yang terjadi di antara mereka.

"Jadi, kamu hanya keluar saat jam dua dini hari?"

Sakura menganggukkan kepalanya setelah menegak habis semua isi teh di dalam cangkir. Ternyata, dia haus juga.

"Untuk makan?"

Lagi, cewek itu menanggukkan kepalanya.

"Nggak pernah ada yang melihat kamu selama enam tahun ini?"

Ada jeda sebentar setelah pertanyaan itu terlontar dari bibir Indira. Wanita itu jelas melihat sedikit keraguan terpancar di kedua mata milik cewek di hadapannya. Sakura terlihat seperti sedang berpikir dan menahan sesuatu entah apa. Hal itu tidak pernah luput dari pengawasan Indria. Setiap ekspresi yang ditunjukkan Sakura selalu bisa dibaca Indira. Jadi, saat melihat Sakura diam, dia tahu bahwa ada sesuatu yang disembunyikan cewek itu.

"Nggak ada," jawab Sakura akhirnya.

Ya, Indira juga bisa menangkap gerakan kecil yang dilakukan kaki cewek itu serta jemarinya yang saling meremas. Ada sesuatu yang berusaha disembunyikan Sakura. Entah apa itu, tapi dia akan berusaha menemukannya.

"Bisa ceritakan kegiatan kamu sehari-hari?" Mencoba mengabaikan pemikirannya tadi, Indira kembali melontarkan pertanyaannya.

Berdehem sebentar, Sakura merubah posisi kakinya yang tadi terlipat menjadi lurus. Dia juga sedikit menjaga jarak dengan Indira karena merasa tidak nyaman terus dilontarkan pertanyaan seperti ini. "Bangun pagi, sarapan setiap jam delapan, makan siang setiap jam dua belas, makan sore setiap jam lima sore, makan lagi jam dua dini hari."

STAY: The BeginningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang