Prolog

287 15 0
                                    


"Silvia!"

Terdengar namaku dipanggil
dari pintu masuk dapur restoran. Tak biasanya
aku dipanggil oleh teman sekerjaku, Erina. Erina bertugas sebagi waitress sedangkan aku lebih banyak bertugas di dalam dapur restoran. Seperti Membantu chef memasak, merapikan bahan- bahan dan peralatan dapur dan kadang mencuci piring. Jadi lumayan  aneh bila Erina membutuhkanku.

"Silvi karena hari ini hari valentine restoran penuh banget dan aku gak bisa layanin semuanya, kamu taukan banyak yang minta cuti hari ini, kalau gak dapet bayaran tambahan, aku gak bakal mau kerja hari ini" jelas Erina yang menjawab kebingungan yg tampak dimukaku.

"Iya Erina, yang tulus Er kerjanya ahaha jangan marah marah terus, cepet tua loh nanti. Meja nomor berapa aja Er?". Jawabku.

"Beberapa Meja yang genap 2,4,6 dan 8 sama yang di private room 1. Iya Sil, aku tuh cuman agak kesel soalnya, kalau gak kerja hari ini kan aku bisa jalan jalan sama Vincent" kata Erina.

  aku tidak begitu mempermasalahkan bekerja pada hari valentine. Itu dikarenakan aku tidak punya pacar. Jujur. Sampai sekarang aku masih belum pernah pacaran. Bukan artinya tak ada yang ingin menjadi pacarku atau karena aku kurang menarik dan lain-lain. Saat di smp dan di sma dulu ada beberapa cowok yang menembakku, tapi aku menolak semua tawaran untuk berpacaran. Banyak yg bilang larangan orangtua tapi, orangtuaku tak pernah mempermasalahkan bila aku pacaran. Aku cuman takut dan malu, aku adalah anak yang pemalu dan pendiam disekolah, aku hanya bawel didepan sahabatku. Dan bukan cuman itu, aku merasa bahwa orang yang menjadi pacar pertamaku harus special. Maksudku. Bagaimana tidak, dengan hobi membaca novel dan komik aku jadi mulai menginginkan kisah cinta yang bahagia dan mengharapkan seseorang yang sempurna. Aku juga banyak belajar dari sahabatku Erina, dia sering menangis ketika dia pikir pacarnya sedang dengan perempuan lain. Tapi tanpa kita duga prasangka itu benar, sebelum Erina berpacaran dengan Vincent. Pacarnya yang dulu, Rico diam- diam menipunya dari belakang, Rico malah berpacaran dengan temen sekelasnya. Semenjak Erina putus dengan Rico, Erina jadi suka nangis dan gak menjaga diri. Erina jadi suka lupa makan (padahal anaknya doyan banget makan), suka lupa mandi dan lupa gosok gigi. Aku sebagai sahabatnya pastinya ingetin Erina bahwa seharusnya dia bahagia dan gak sedih lagi karena yang rugi Rico. Karena Rico kehilangan orang yang cinta dan sayang sama dia. Karena itu, aku tidak mau mengalami hal yang sama dengan sahabatku, aku memilih untuk tidak menjalin hubungan.
Ada yang bilang hidupku membosankan tapi kenyataannya aku senang, aku tidak pernah merasakan  rasa sakit seperti Erina. Aku merasa cukup senang, dengan melihat sahabatku bahagia dengan orang yang dia cinta. Melihat orang- orang yang aku sayang bahagia mungkin hal kecil tapi, bagiku hal kecil itu bisa membuatku bahagia.

Setelah mencatat semua pesanan di meja bernomor genap. Aku segera berjalan menuju private room 1.  Menjadi restoran yang terkenal di Jakarta membuat restoran ini memiliki pelayanan dan tempat dengan pemandangan terbaik. "Secret Garden" adalah nama restoran yang hampir semua orang di jakarta mengenalnya.

Kuketuk pintu kayu yang membatasi ruangan restoran. Setelah kudengar suara yang mengijinkanku masuk, kubuka pintu kayu perlahan. Tampak meja yang sudah didekorasi dengan lilin dan mawar yang sangat indah. Terlihat Seorang pria dengan jas hitam dan seorang wanita dengan gaun merahnya yang terlihat sempurna, duduk berhadap- hadapan, mereka tampak luar biasa. Dari jauh saja mereka seperti dari negeri dongeng. Tentu mereka berdua adalah sepasang kekasih. Disekeliling mereka terdapat dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan yang sangat indah. Walaupun aku telah bekerja cukup lama di Secret Garden, aku masih saja takjub dan tidak pernah bosen melihat pemandangannya.

"Hmm, Silvia?". Terdengar suara pria itu memanggil namaku. Suara itu terdengar familiar bagiku.

Seketika aku terbangun dari lamunanku.

"Maaf, tadi say-  ". Balasku cepat. Merasa bersalah karena bersikap tidak professional dalam bekerja. Tidak biasanya aku seperti ini, mungkin aku terlalu lelah atau kurang tidur tadi malam. Tapi seketika mataku melebar dan aku seakan lupa akan apa yang akan kukatakan selanjutnya saat aku bertatapan dengan sepasang mata cokelat yang paling indah yang pernah kulihat. Tidak, ini bukan pertama kalinya kulihat sepasang mata itu.

FlashBackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang