Buka Buka Buka!

177 16 7
                                    

Bacanya sambil dengerin mulmed yaa!

-//-

"Vito udah jadian sama Veira tadi malem. Vito udah gak jomblo lagi loh!" Vito mengucapkannya dengan raut bahagia, memaksa bahagia lebih tepatnya.

Dan saat itu juga senyuman di wajah Ivo luntur. Kupu-kupu yang tadi mengepakkan sayap bahkan tidak sempat terbang, karena kini sayapnya telah patah. Pertahanannya hampir runtuh. Mati-matian Ivo menahan air mata yang mendesak keluar dari matanya. Ivo tidak bisa menangis, ia tidak ingin Vito kecewa melihatnya menangis. Maka ia memaksakan senyum terbaiknya, dan berkata,

"Wah kok Vito curang? Ivo kan belum dapet cowok! Tapi congrats ya! Ada juga ya yang mau sama Vito." Ivo mengucapkannya dengan nada yang kelewat ceria. Tapi ia berusaha dengan keras agar suaranya tidak bergetar dan terdengar sumbang.

Dan jauh di lubuk hati Vito, ia ingin melihat sedikit saja kesedihan dalam mata Ivo ketika dirinya berkata begitu. Namun tidak ada. Ia tidak melihatnya. Maka, sepertinya keputusannya untuk menyerah memang benar.

Entah Ivo yang pandai menyembunyikan perasaan, atau memang tingkat kepekaan Vito di bawah rata-rata. Yang jelas, sepertinya takdir tidak berpihak pada mereka kali ini. Takdir tidak ingin keduanya saling menyakiti lebih lama lagi. Tapi, sepertinya takdir keliru, karena itu hanya membuat keduanya menyimpan kebohongan dan tersakiti dalam diam. Tapi tak apa, takdir mungkin keliru, tapi Tuhan tidak mungkin berbuat kesalahan. Tuhan tau apa yang terbaik.

Maka, ketika ia merasa sudah tidak kuat lagi menahan semuanya, Ivo pamit. Ia pergi ke kamar mandi dengan alasan kebelet pipis karena terlalu banyak minum. Pada kenyataanya ia belum minum setetes pun hari ini. Ivo tidak pergi ke kamar mandi. Ivo pergi ke sanggar seni yang sepi, setidaknya di sini dia bisa menyendiri. Dia sangat membutuhkan ketenangan.

Ivo mengerti cinta bukan soal memiliki. Kita tidak perlu memiliki apa yang kita cintai. Tapi kita harus mencintai apa yang kita miliki. Maka Ivo sadar, ini semua salah. Dirinya yang berharap dicintai oleh Devito, itu salah. Mengharapkan cinta dari orang yang seharusnya memberikan cinta pada apa yang ia miliki, itu salah. Ia tidak pantas di cintai oleh orang yang memiliki orang lain, seseorang yang bukan dirinya. Ivo harus tau diri.

Ketika Ivo sedang membiarkan tangis yang sedari tadi ia bendung keluar. Dan memikirkan tentang apa yang harus ia lakukan ke depannya. Tiba-tiba ada tangan yang terulur memberikan sesuatu, coklat. Makanan kesukaanya. Peningkat moodnya selain Devito.

Ivo membuang napasnya lelah. Devito lagi.

"Lo mau? Siapa tau mendingan." Ucap seseorang dengan senyum tulus terukir di wajahnya.

"Makasih Al." Ivo membalas senyum itu, mengambil coklat, dan mulai memakannya. Sedangkan seseorang itu kini ikut duduk di samping Ivo. Ia tidak mengatakan apapun, hanya diam dan menemani.

Sepertinya Ivo tau apa yang harus ia lakukan sekarang. Ivo harus tau diri, tau diri untuk menyerah. Iya, Ivo akan menyerah. Ivo akan kembali ke kehidupannya, dengan orang lain di dalamnya. Orang lain yang bukan Devito.

Semoga coklat yang ia makan sekarang bisa menjadi petunjuk. Karena setidaknya pemberi coklat lebih baik dari pemberi luka. Dan kita tidak tau apa yang akan terjadi ketika takdir berkolaborasi dengan waktu.

Di kala sepi tidak pernahkah terpikir

Pelabuhan impian itu mungkin aku

Mau tapi ragu, benci tapi rindu

Atau pura-pura tidak tahu

Orion Devito is calling . . .

Semua tau aku jatuh hati padamu

Tapi mengapa tak juga kau buka matamu

Mereka tau aku jatuh hati padamu

Tapi mengapa tak juga kau buka matamu

Lihat sekeliling bukalah cakrawalamu

Sejelas ini mauku

Oh... Oh...

Kutarik daun telingamu

Bukalah matamu yeah

Monyet pun tau aku jatuh hati padamu

Tapi mengapa tak juga kau buka matamu

Mereka tahu aku jatuh hati padamu

Tapi mengapa tak juga kau buka matamu

Tap-

Rejected.

-/Fin/-

Dengan cinta penulis

kepada Ivory dan Devito

need.a

Buka Buka BukaWhere stories live. Discover now