Buka Buka

152 13 8
                                    


Ketika Ivo telah menyelesaikan tugasnya, dia hanya duduk diam memerhatikan teman-teman satu kelompoknya yang masih mengerjakan tugas. Tiba-tiba salah satu temannya, Rhea, menghampirinya dan menanyakan sesuatu.

"Kamu suka ya sama Devito? Atau jangan-jangan kalian udah pacaran?"

"Hah? Ivo? Sama Vito? Enggak lah, yakali." Ivo menatap Rhea dengan tatapan tidak percaya, seraya mengibaskan tangannya ke belakang.

"Gak usah bohong kali Vo. Keliatan juga kok. Lagian gak apa-apa kali, kalian kan cocok. Devito juga kayaknya suka sama kamu." Rhea berkata sambil berlalu pergi, meninggalkan Ivo dengan pikirannya.

Apa katanya? Vito suka Ivo? Itu tidak mungkin, lagi pula bukan itu hal terbesar yang ia pikirkan sekarang. Tapi, tentang kesadaran semua orang mengenai perasaannya. Semua orang, kecuali dia.

'Emang segitu keliatannya ya, sampai banyak banget yang bilang? Terus kenapa kamu yang jadi objek sasarannya sama sekali gak sadar? Atau pura-pura gak sadar?'

Ivo tersenyum miris. Sebenarnya ini bukan pertama kali ada yang berkata atau bertanya seperti itu pada Ivo. Hampir seluruh temannya di kelas menanyakan itu. Ivo tidak mengerti, kenapa seakan-akan satu-satunya orang yang tidak menyadari perasaannya hanyalah Devito? Ingin sekali Ivo berteriak di depan wajah Devito,

'Kenapa sih Vito gak sadar? Buka mata Vito! Lihat sekeliling Vito! Disini ada Ivo, semua tau itu! Terus kenapa Vito gak tau dan gak buka mata sih?!'

Namun Ivo harus membuang jauh-jauh ide itu, karena itu hanya akan memperburuk semuanya, terutama persahabatannya.

Di lain sisi, Devito sedang menuliskan jawaban dari soal no 11 sampai 15. Pergerakan tangannya terhenti ketika temannya, Dion, bertanya.

"Gimana sama Ivo? Masih belum ada pergerakan? Susah emang ya sama cewek gak peka. Gak ngerti deh gue kenapa dia selemot itu, padahal kan dia pinter.", Dion geleng-geleng kepala mengingat kecepatan loading otak Ivory. Sedangkan Vito hanya tertawa dan kembali melanjutkan kegiatan menulisnya, dengan pikiran melayang.

Ya, selalu saja seperti itu. Dirinya ditanyai tentang hubungannya dengan Ivory. Dan selalu saja hanya di jawabnya dengan tawa, seakan itu hanyalah pertanyaan yang tidak penting. Padahal kenyataannya itu amat sangat penting bagi Vito, hanya saja Vito tidak tau harus menjawab apa. Rasanya ingin sekali Vito membenturkan kepala Ivo ke dinding agar jalan berpikirnya lebih cepat, menarik daun telinga Ivo, lalu berteriak tepat di telinganya,

'Kenapa sih Ivo gak sadar juga?! Cuman Ivo yang gak sadar sama perasaan Vito. Semua orang di dunia juga tau tentang ini, kayaknya monyet juga tau kalo Vito suka sama Ivo. Tapi, kenapa Ivo gak sadar-sadar sih?! Kenapa Ivo gak buka mata Ivo dan liat Vito di sini? Kenapa Ivo gak juga buka hati Ivo buat Vito?'

Namun tentu saja itu tidak akan mungkin Vito lakukan. Karena itu terlalu keras, apalagi adegan membenturkan kepala dan menarik daun telinga. Selain itu, itu juga hanya akan membuat Ivo menjauh, dan persahabatannya berada dalam bahaya. Maka sepertinya, keputusannya semalam memang baik.

-//-

Buka Buka BukaWhere stories live. Discover now