Buka

314 18 5
                                    

Hari ini guru mata pelajaran Fisika di kelas 11 IPA 1 tidak masuk, dan tidak ada tugas. Itu berarti tidak ada pembelajaran alias jam kosong. Jam kosong menyebabkan terjadi banyak sekali kegiatan di dalam kelas, mulai dari makan, tidur, mengerjakan dan menyalin PR, menjahili teman, dan mengobrol, seperti yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki yang berada di bangku ketiga barisan paling kanan itu.

Perempuan dengan rambut lurus sebahu dan berwarna coklat gelap itu bernama Ivory Loveinna Larisa, atau biasa di panggil Ivo oleh teman-temannya. Sedangkan laki-laki yang memiliki senyum manis itu bernama Orion Devito Arham dan lebih akrab di sapa Vito.

Entah apa yang sedang dibicarakan, sehingga membuat raut wajah Ivo berubah-ubah. Di mulai dari wajahnya yang berbinar ceria, kebingungan, cemberut, dan kembali berbinar. Sedangkan Vito, memerhatikan dengan senyum yang tercetak di wajahnya, kadang tawa indah meluncur dari mulutnya, atau sesekali menyahut cerita Ivo.

Vito selalu suka mendengarkan cerita Ivo. Vito selalu suka melihat wajah Ivo, dan seluruh ekspresi yang keluar dari wajah Ivo. Vito suka melihat mata Ivo yang berbinar ketika bercerita. Vito suka melihat ekspresi kebingungan Ivo. Karena meskipun Ivo termasuk murid yang pintar, tapi entah kenapa di kehidupan sehari-hari kecepat berpikir otaknya langsung berkurang menjadi 5 km/jam, atau bisa dibilang lemot. Dan karena itu Ivo masuk dalam spesies makhluk tidak peka. Vito juga suka melihat bibir Ivo yang mengerucut karena Vito mengejeknya. Vito suka semua hal yang ada pada diri Ivory.

Begitupun Ivo. Ivo suka ketika Vito mengeluarkan senyum andalannya yang amat sangat manis. Bahkan, jika ada Ivo akan menggunakan kata yang lebih dari kata manis. Ivo lebih suka ketika Vito mengeluarkan tawa merdunya. Bahkan sebenarnya Ivo suka ketika Vito menjahilinya. Ivo suka semua yang ada pada diri Devito.

Vito masih asyik tertawa mengiringi cerita Ivo, sampai sebuah pertanyaan terlontar dari bibir Ivo.

"Vito kalo lagi sepi terus sendirian suka kepikiran gak sih soal masa depan?", ucapnya dengan memasang wajah serius.

"Masa depan?", Vito mengernyitkan keningnya tidak mengerti, kemudian memusatkan perhatiannya pada Ivo dan menunggu Ivo melanjutkan.

"Iya, masa depan. Tentang gimana nanti kuliah, kerja, ketemu seseorang, nikah, punya anak, cucu, cicit, terus sampai nanti nafas kita habis. Atau mungkin kita gak akan ngalamin itu. Ivo suka penasaran gimana hidup Ivo kedepannya.", ucapnya dengan wajah serius. Sedangkan Vito hanya tertawa, karena menurutnya pikiran Ivo terlalu jauh. Ivo mengernyitkan keningnya, bingung dengan reaksi yang diberikan Vito.

"Loh, Vito kok malah ketawa? Emangnya Vito gak penasaran? Vito gak penasaran siapa jodoh Vito nanti? Iya sih jodoh itu ada di tangan Tuhan, tapikan Ivo penasaran. Ivo pengen tau deh, Tuhan masangin Ivo sama siapa ya? Sama seseorang yang jauh di sana, atau sama orang yang deket banget sama Ivo, temen sekelas mungkin, tetangga, atau bisa jadi ... Vito." Ivo mengucapkan itu dengan pandangan menerawang dan sudut-sudut bibir terangkat ke atas.

Vito tersentak mendengar perkataan Ivo. Tapi, kemudian bibirnya ikut melengkung. Karena, ternyata senyuman Ivory menular. Kemudian tangannya terulur menepuk kepala Ivo dan berkata, "Maunya sih gitu."

"Hah?", Ivo mengerutkan keningnya, tidak mengerti maksud perkataan Vito.

"Iya, maunya sih gitu. Maunya sih Vito jodohnya Ivo.", Vito berkata sembari tersenyum. Senyum yang sangat manis. Senyum yang mampu menghipnotis. Bahkan jika saja senyum bisa membius, maka Ivo tidak akan sadarkan diri sekarang. Jika senyum mengandung glukosa, maka pasti Ivo akan mengidap diabetes melitus.

Ivo merasa hati dan pipinya menghangat. Ia kemudia memalingkan wajahnya untuk menyembunyinkan semburat merah yang muncul ke permukaan pipinya. Juga untuk menetralisir perasaan aneh di dalam dirinya. Perasaan yang membuat perutnya seperti tergelitik. Seperti ada ribuan kupu-kupu yang mengepakkan sayapnya di dalam sana, bahkan mungkin seluruh penghuni kebun binatang sedang berpesta di sana. Namun sebisa mungkin, Ivo kembali membalikkan wajahnya menghadap Vito, lalu mengerucutkan bibirnya sebal.

"Ih! Vito kalo ngomong tuh suka gak di pikir dulu."

Ya, selalu seperti ini. Apapun yang dibicarakan Vito selalu dianggap bercandaan oleh Ivo. Vito memang suka bercanda, bahkan Vito suka menjahili Ivo dengan bercandaannya. Tapi Vito tidak pernah bercanda soal ini, Vito tidak pernah bercanda soal perasaan.

Baru saja Vito membuka mulutnya untuk menyangkal segala sesuatu yang berada di pikiran Ivo, ketua kelasnya mengetuk papan tulis meminta perhatian dari seluruh teman-temannya. Membuat Vito mengatupkan lagi bibirnya, dan memberi perhatiannya pada sang ketua kelas. Ternyata hari ini Pak Diar, guru matematika mereka juga tidak bisa masuk di karenakan istrinya melahirkan. Namun walaupun begitu, Pak Diar tetap memberikan tugas. Tugasnya adalah mengerjakan soal secara berkelompok. Lalu baik Ivo maupun Vito memutuskan bergabung dengan kelompok masing-masing.    

-//-

A.n : Hai! Jadi ini cerita baru. Iya, maaf aku tau aku nyebelin banget. Aku tau aku suka update Unlimited Imagination sembarangan. Aku juga belum update Haikosa, baru muncul prolog aja. Tapi, ya gimanaaa aku greget buat upload ini. Tapi, tenang aja yang ini bakal cepet update kok, Aamiin. Ini juga Short Story jadi di jamin pendek /iyalah. Ini juga aku ikutan kampanye #trueshortstory Pokoknya semoga suka ya! Love ya!

-need.a

Buka Buka BukaWhere stories live. Discover now