Chapter: 13

103 25 1
                                    

Keesokan harinya, di pagi-pagi buta sekali Allysa menyeret Alexia untuk mengelilingi istana lagi. Dan tentu saja diikuti oleh Kessyla. Gadis berambut blonde dan bermata biru safir itu mengancam Alexia jika ia tidak ikut, akan dihukum oleh Raja William.

Disepanjang perjalanan Alexia terus mengumpat dalam hati, kenapa pula dirinya akan dihukum jika tidak mau menuruti perkataan Allysa, apa peri itu semata-mata hanya menggertaknya saja? Dasar Allysa, sudah memaksa, mengancam pula lagi.

Sesampainya mereka di tempat tujuan, ketiganya disambut oleh pemandangan yang sangat indah. Tempat itu seperti altar yang tidak mempunyai atap. Tiang-tiang berwarna putih berdiri dengan kokohnya. Setiap tiang dililit oleh sulur tanaman hijau. Di sisi kanan dan kirinya terdapat dua buah air mancur. Sebelum mencapai altar itu, terlebih dahulu melewati sebuah jembatan yang di bawahnya di aliri sungai.

"Ayo kita masuk!" Ajak Allysa dengan semangat empat limanya. Tangannya masih bergelayut manja di lengan Alexia yang justru membuat si empunya menjadi risih.

"Tunggu, sebenarnya kita mau ke mana?" Tanya Alexia menahan langkah kaki mereka yang akan menuju ke altar itu.

Langsung saja Allysa membekap mulut Alexia. Gadis itu menempelkan jari telunjuknya di bibir, mengisyaratkan supaya diam. Ia celingak-celinguk memperhatikan keadaan sekitar. "Kita akan ke markas rahasia," bisiknya pelan di telinga Alexia. Sedangkan sang empu hanya menaikkan alis. Markas rahasia? Sepertinya gadis berambut coklat itu tertarik dengan tempat yang di sebutkan Allysa tadi.

Belum sempat menjawab, Allysa sudah menariknya terlebih dahulu memasuki altar itu, disusul Kessyla di belakang mereka. Saat sudah sampai di tengah altar Allysa dan Kessyla menggumamkan kata yang tidak jelas, seperti mengucapkan sebuah mantra.

"℘ɛŋơ ʇɥə ɖщɬყơ,"ucap kedua gadis berambut perak dan blonde itu.

Perlahan cahaya biru mengelilingi mereka. Cahaya itu semakin banyak melingkupi tubuh ketiga gadis itu, sampai cahaya biru tersebut menelan mereka sendiri.

Alexia merasakan angin sepoi menampar wajahnya. Gadis berambut coklat itu perlahan membuka mata, altar yang tadi mereka tempati sudah menghilang, yang saat ini dilihatnya adalah sekelompok makhluk aneh dengan bentuk tubuh mereka yang menjulang sampai ke langit. Sontak gadis itu membulatkan matanya, ia terdiam mematung.

"Alexia? Alexia?" Kessyla melambaikan tangannya di depan Alexia. Pasalnya sedari tadi gadis itu tidak menyahut ucapan dari Kessyla. Itu membuat Kessyla dan Allysa cemas menatap gadis berambut coklat panjang yang tengah mematung di hadapan mereka.

"Ada apa ini?" Seorang lelaki berambut merah yang tak lain adalah Rafael, menghampiri ketiga gadis itu. Sedangkan di belakangnya di ikuti Bennedict. Rafael dan Ben menatap bingung Alexia.

"Kami tidak tahu, saat membawa Alexia ke sini sikapnya menjadi aneh," sahut Allysa. Rafael mengangguk mengerti, ia meghampiri Alexia yang masih terdiam mematung.

"Putri? Putri Alexia?" Rafael menepuk pelan pipi Alexia, berharap gadis itu tersadar dari lamunannya. Tetapi cara itu juga tidak membuat Alexia tersadar, dengan sedikit kekuatan Rafael mengguncang bahu Alexia.

"E-eh, apa?" Tanya Alexia yang baru sadah dari lamunannya.

"Putri, anda tidak apakan? Dari tadi anda melamun," jawab Rafael.

Alexia menggeleng. "A-aku tidak apa-apa, kok."

"Hm, baguslah kalau begitu," Rafael menyunggingkan satu senyuman menawannya. "Oh, ya, Kessyla, Allysa, bisa kita bicara sebentar? Ada yang ingin kukatakan," ujar Rafael yang dibalas anggukan oleh keduanya. Entah kenapa Kessyla dan Allysa merasakan firasat buruk.

[AFS #1] Miracle Of The Fantasy WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang