Scene five

25 4 0
                                    

Aletha melangkahkan kakinya dengan cepat begitu mobil Papa berhenti di depan gerbang sekolah. Dia berniat untuk menghindari sejuta pertanyaan Daniel mengenai Felix. Sahabatnya satu itu tidak akan membiarkan Aletha bebas begitu saja.

"Aletha! Hey, Aletha!"

Aletha ingin berlari saja mendengar namanya dipanggil di sepanjang koridor. Daniel berlari mengejarnya dan menangkap lagi lengannya bahkan ketika Aletha hendak berpikir untuk berlari.

"Kau berhutang penjelasan padaku, ingat?" tanya Daniel.

"Penjelasan apa?" Aletha melirik dengan takut-takut.

Daniel menyeret gadis itu agak menjauh dari koridor, sekiranya pada posisi agak sepi untuk bicara berdua saja.

"Aku tau kau tidak lupa, Aletheia." Dan pada saat Daniel mengucap nama asli Aletha, gadis itu tahu, teramat tahu bahwa Daniel sedang serius. Daniel sudah menunggu untuk mendapat jawaban yang dia inginkan.

"Tapi ... tapi itu, kan ... aku bilang, aku akan menceritakan di jalan."

Daniel gemas tetapi mencoba sabar dengan mengembuskan napas kasar. "Ya, dan di depan Papamu, kau tidak bicara apapun padaku."

Jika Papa tidak sedang berbaik hati dan berencana mengantar Aletha juga Daniel ke sekolah, mungkin Aletha sudah jujur sejak tadi.

"So?" Daniel menunggu lebih gemas.

"Jadi, dia itu memang sepupuku," ujar Aletha gugup.

Daniel memicingkan matanya.

"Oh ayolah, kau tak mau menceritakan yang sebenarnya kepadaku? Atau aku perlu bertanya langsung padanya?" ujar Daniel mulai frustrasi dengan Aletha.

"E-eh ja-jangan, oke aku akan ceritakan."

Daniel kembali menatap Aletha, pertanda dia memang benar-benar butuh penjelasan sekarang juga. Aletha tidak pernah bisa menyembunyikan apapun lebih lama dari Daniel. Jadi, Aletha menceritakan segalanya. Mulai dari Felix tiba-tiba muncul, sampai kepada kejadian pasca sarapan.

"Dia alien? Aku sedikit tak percaya dengan pernyataan itu," ujar Daniel dengan penuh keraguan.

"Aku tahu. Bukan hanya kau yang tak percaya. Tapi ini adalah kenyataannya. Dia memang alien gila dan bodoh," ujar Aletha.

"Lalu, bagaimana bisa kedua orangtuamu percaya bahwa dia adalah sepupumu dan bukannya seorang alien?"

Aletha menghela napas. "Entahlah. Kupikir dia mempunyai semacam kekuatan atau apa."

"Sepertinya dia memanipulasi kedua orangtuamu," gumam Daniel seraya mengusap-usap dagunya. Pandangannya menerawang ke depan. Lalu sejenak kemudian dia menatap Aletha. "Bagaimana jika dia juga memanipulasimu dengan mengatakan bahwa dia seorang alien padahal sebenarnya dia manusia biasa seperti kita?"

Aletha balas menatap Daniel dan berkata dengan gemas, "Lalu, bagaimana dengan piring terbangnya yang terparkir di belakang rumahku? Dan, jika dia bukan alien, makhluk apa dia sebenarnya?"

Daniel mengedikkan bahu. "Bisa saja dia seorang hipnotis. Dia membuatmu melihat hal-hal yang ingin kau lihat, padahal sebenarnya itu tidak nyata. Dan, kau tahu, kan, alien mana mungkin memiliki wajah seperti dia. Ingat alien-alien yang sering kita tonton di film-film? Mereka semua memiliki wajah yang jelek dan buruk."

Aletha mendesah. "Entahlah, Daniel. Lupakan soal film-film itu. Barangkali alien memang memiliki wajah yang tampan. Dan mungkin Felix bagian dari mereka."

Daniel terperangah. "Secepat itu kau percaya padanya?"

Aletha menatap Daniel lamat-lamat. "Aku tahu. Terlalu cepat bagiku untuk percaya padanya. Tapi, itulah yang terjadi. Aku percaya dia bukan makhluk bumi."

Pandora [Collaboration Project]Where stories live. Discover now