Scene Two

44 9 0
                                    

Manusia itu bodoh.

Bagaimana bisa mereka membayangkan alien sebagai makhluk yang memiliki bentuk wajah aneh dan menyeramkan? Kenyataannya tidak begitu. Alien versi manusia dan alien sungguhan sama sekali berbeda.

Manusia tidak tahu bahwa alien ada di antra mereka, menjadi tetangga mereka, dan menguasai bahasa bumi sehingga tersamar.

Felix benar-benar geli dengan pola pikir manusia. Dan berurusan dengan manusia adalah hal terakhir yang diinginkannya saat ini.

Tapi, itulah yang akan terjadi. Saat piring terbang ini melesat keluar dari Saxon menuju bumi, mau tidak mau Felix harus berusan dengan manusia.

Felix pikir dia sudah cukup rendah untuk bisa mendarat ke bumi. Sampai matanya menangkap cahaya merah di suatu tempat di bawah sana.

"Cahaya apa itu? Apa ada alien lain di sini?" tanya Felix kepada dirinya sendiri.

Karena rasa penasarannya, Felix mengarahkan kendaraannya agar menghampiri cahaya itu. Setelah mendarat, laki-laki itu langsung berderap memasuki sebuah rumah lewat jendela yang sedikit terbuka.

Felix melihat sekeliling dan bergumam, "Tempat apa ini? Sangat kacau. Apa semua manusia sejorok ini?"

Cahaya merah itu muncul lagi. Tanpa pikir panjang, Felix segera mendekati cahaya itu. Ternyata, cahaya tersebut berasal dari sebuah kotak.

"Benda apa ini?" Felix mencoba membukanya, tetapi tidak bisa, rasanya susah sekali. Seperti ada sesuatu yang menghalangi Felix untuk membukanya.

"Hei! Siapa kau? Berani sekali memasuki kamarku." Terlihat seorang gadis cantik menatapnya tajam.

"Ah, hai manusia," ujar Felix tanpa berdosa sembari memamerkan deretan giginya.

"Dasar bodoh! Kau kan juga manusia. Sekali lagi aku tanya padamu siapa kau?" ujar Aletha lagi.

"Perkenalkan, namaku Felix, aku alien dari planet Saxon." Felix menjulurkan tanganya pada Aletha.

Aletha hanya menatap tangan laki-laki di hadapannya tanpa berniat menyambut uluran tangan tersebut. "Berhenti meracau. Cepat kembalikan kotakku!"

Felix menatap kotak itu lagi.

"Ah, ini kotakmu? Kotak apa ini? Mengapa mengeluarkan cahaya merah?"

Aletha tak menghiraukan pembicaraan laki-laki aneh itu. Dia menarik sebuah gagang sapu yang terletak tak jauh dari posisinya berdiri.

"Kembalikan kotakku atau kau aku pukul," ancamnya pada Felix, mengacungkan gagang sapu tersebut tinggi-tinggi. Aletha tidak pernah berpikir sama sekali akan mendapati seorang  pencuri yang mengambil benda dan merancau mengenai hal-hal aneh dan tak masuk akal.

Felix juga tidak peduli tentang ancamannya. Menuntaskan rasa penasarannya dengan mencoba membuka kotak yang sedari tadi dia pegang. Aletha geram, dia memukul tangan Felix dengan keras. Laki-laki itu merancau dan mencoba menghindar dari pukulan-pukulan yang kini datang bertubi-tubi.

"Hentikan! Hentikan!" Felix melindungi badan bagian depan dengan membiarkan punggung dan lengannya di pukul.

"Pencuri, pergi kau!"

Felix yang merasa tidak bisa menerima serangan lagi, akhirnya membalikkan badan. Kotak yang dia rangkul dengan kedua tangannya kini dipercayakan pada tangan kiri.

Badannya memutar sedikit begitu tangan kanannya menangkap ujung gagang sapu. Menarik paksa hingga terlepas dari tangan Aletha.

Aletha mundur dua langkah hendak pergi dan berlari keluar kamar. Namun, pikirannya teringat pada pesan nenek untuk tetap menjaga kotak tersebut. Tiba-tiba keraguan merasuk pada batinnya.

Bagaimanapun juga aku harus mendapatkan kotak itu kembali!

Pandora [Collaboration Project]Where stories live. Discover now