Chapter 26

5.5K 544 71
                                    


Sakura berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan sedikit menyeret langkahnya. Semalam ia mengira jika dirinya sedang bermimpi buruk, namun sejak ia bangun hingga saat ini, ia sama sekali tidak melihat sosok Itachi. Meski ia berusaha memanggil lelaki itu sekalipun, lelaki itu sama sekali tidak datang.

Seharusnya Sakura merasa senang saat ini. Ia bisa berada di rumah dengan tenang dan mengemudi tanpa gangguan, meski mulai ada mahluk halus yang berani duduk di sampingnya karena ia tak lagi memakai kalung pelindung dan tak ada lagi Itachi yang menjaganya. Namun kini ia merasa benar-benar kesepian karena merasa hidupnya terasa terlalu tenang.

Ada seseorang yang pasti akan merasakan rasa kehilangan yang sama dengan Sakura, atau mungkin lebih parah. Dan orang itu kemungkinan besar akan merasa benar-benar hancur karena tak lagi memiliki tumpuan, bagai bangunan bertingkat yang kehilangan seluruh pilar penyangga nya. Karena itulah Sakura memutuskan untuk mengunjung orang itu meski ia merasa sungkan dan berharap lelaki itu belum sadar.

Sakura mengetuk pintu meski ia tahu jika ia tak akan bisa mendengar sahutan dari balik pintu. Ia hanya sekadar memberitahukan kedatangannya pada orang yang berada di dalam ruangan itu.

Sakura membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan. Ia melepaskan alas kaki dan mencuci tangan dengan sabun antiseptic sebelum menatap ke jendela. Nafasnya tercekat seolah terhenti ketika ia melhati pergerakan yang dibuat Sasuke dari jendea.

Langkah Sakura yang sebelumnya terlihat mantap kini mulai terlihat ragu. Ia merasa tak siap bertemu dengan lelaki itu. Ia bahkan ingin berbalik dan meninggalkan kamar itu, namun ia yakin jika Sasuke sudah menyadari kedatangannya.

Jantung Sakura berdegup kencang seraya ia mengulurkan tangan dan menekan knop pintu. Ia membuka pintu dengan perlahan dan masuk ke dalam ruangan. Ia melangkah masuk ke dalam ruangan dengan kepala tertunduk, berusaha agar tak bertemu pandang dengan Sasuke.

Sakura berjalan mendekati Sasuke dan berhenti tiga meter dari lelaki itu. Sasuke bahkan tak menatapnya sama sekali. Lelaki itu menatap kearah lain, tatapannya bahkan terlihat menerawang dan kosong, seolah telah kehilangan semangat hidupnya.

"Ohayou, Sasuke."

Masih tak ada reaksi. Sakura yakin jika Sasuke pasti sangat marah hingga tak ingin menyahutinya. Lelaki itu bahkan masih tak mau menatapnya.

Rasanya Sakura benar-benar menyesal telah datang dan menganggu lelaki itu. Seharusnya ia tidak mengunjungi lelaki itu, setidaknya tidak sekarang. Ia seharusnya menemui Sasuke ketika baik dirinya maupun lelaki itu sudah benar-benar siap untuk bertemu.

Sakura menundukkan kepala, menatap lantai yang dilapisi karpet tipis berwarna coklat muda. Jika sudah begini, haruskah ia pulang sekarang? Rasanya ia ingin menghilang jika memungkinkan.

"Maafkan aku," ucap Sakura dengan suara pelan yang terdengar seperti bergumam. Ia merasa benar-benar bersalah sekarang. Sasuke pasti sudah menyadari jika ia telah kehilangan tangannya, dilihat dari bagaimana posisi berbaring dan selimut yang jelas-jelas memperlihatkan perban yang melilit tangan kanan lelaki itu.

"Kau baik-baik saja?"

Sakura menoleh ketika ia mendengar suara baritone lelaki dihadapannya. Ia bertemu pandangan dengan tatapan lelaki itu yang menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala, seolah memastikan jika ia terlihat baik-baik saja.

Mata Sasuke terlihat berbeda dibanding biasanya. Mata lelaki itu terlihat bengkak dengan sisa-sisa air mata yang sempat mengalir. Sakura yakin jika lelaki itu baru saja menangis dalam waktu dekat.

"Mengapa-" Sakura memutus ucapannya. Mendadak ia merasa tercekat, dadanya terasa sesak oleh emosi yang dirasakannya.Ia merasa lega sekaligus sedih dapat mendengar suara dan menerima tatapan dari lelaki itu. "-kau malah menanyakan keadaanku? Seharusnya kau lebih mengkhawatirkan dirimu sendiri."

Sixth SenseWhere stories live. Discover now