The Wait (Prolog)

93 5 0
                                        

Luna mulai memejamkan matanya, menikmati semilir angin yang membelai tubuhnya. Pikirannya berkelana pada saat ia bertemu dengan Gerald tadi siang. Senyum di wajah itu, ia selalu menyukainya. Tapi entah kenapa, ia begitu membenci senyum itu tadi siang. Senyum yang biasa tercipta hanya untuknya, kini harus ia bagi dengan orang lain. Entah siapa yang harus ia salahkan untuk keadaan ini.

Bukan keinginannya untuk memiliki perasaan seperti ini. Bahkan kalau boleh, ia lebih memilih agar ia tidak memiliki perasaan ini sama sekali. Ia membenci perasaan sesak ini, ia membeci perasaan sakit ini. Rasanya seolah-olah jantungnya ditikam ribuan belati. Rasanya begitu menyesakkan, begitu menyakitkan ketika orang yang selama ini kau cintai malah mencintai orang lain. Tapi apa yang bisa kita lakukan? Memaksanya mencintai kita? Jelas tidak! Hal itu hanya akan menyakiti orang yang kita cintai. Dan bagiku, tidak ada yang lebih buruk daripada melihat orang yang aku cintai tersakiti, terlebih karena diriku sendiri.

"Luna!"

Luna tersentak dari lamunannya, kepalanya menoleh ke asal suara dan keningnya otomatis mengekerut. "Gerald? Apa yang kau lakukan disini?" Ia bertanya bingung.

Gerald mendengus mendengar pertanyaan Luna yang menurutnya sangat bodoh. "Harusnya aku yang bertanya seperti itu, apa yang kau lakukan disini? Tidak sadarkah kau kalau kedua orangtuamu cemas padamu! Kau tidak sadar sekarang jam berapa hah?! Ini hampir tengah malam demi Tuhan!"

Luna menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal sambil terkekeh. "Begitukah? Aku tidak sadar kalau sudah semalam ini. Kukira sekarang masih jam delapan atau jam sembilan mungkin? Hehehe"

"Ish, bocah ini! Sudahlah, ayo kita pulang sekarang. Aku akan mengantarmu"

"Heeeeeee, tapi aku masih ingin di sini!" Rengek Luna sebal. Gerald menatap Luna kesal, ia mengangkat kedua tangannya kemudian mencubit kedua belah pipi Luna hingga memerah. "Aaaaaaaaahhh!!!! Apa yang kau lakukan!!!" Teriak Luna histeris.

Gadis itu memukul-mukul kedua tangan Gerald yang mencubit pipinya sambil terus merengek. "Gerald! Ayolaahhh, ini sakit. Lepaskan akuuu."

Gerald sama sekali tidak menanggapi rengekan Luna. Ia tetap memasang raut kesal sembari terus mencubit pipi gadis itu.

"Pulang sekarang." Gerald menekankan.

Luna menggeleng gelengkan kepalanya, "tidak mauuuuuu"

"Kubilang pulang!"

"Tidaaakkkkkkkk!!!"

Gerald menghela napasnya. Dengan gemas ia menepuk kepala Luna lalu mengacak-acak rambut panjangnya. "Dasar kau ini! Ayo kita pulang, ini sudah malam kau tau. Kau bisa kesini lagi besok, aku akan menemanimu. Bagaimana?"

Luna mengerucutkan bibirnya. Gadis itu kemudian mendengus, "baiklah baiklah. Tapi besok aku mau pergi sendiri. Jangan ikuti aku! Awas saja!" Ancamnya kemudian.

Gerald mengangkat sebelah alisnya bingung. Ia ingin tertawa melihat raut wajah Luna yang menurutnya imut itu. Wajahnya memerah dengan bibir yang dikerucutkan dan pipi menggembung. "Baiklah, terserahmu saja. Sekarang kita pulang ok?" Tawar Gerald kemudian.

Luna mengangguk pasrah. Ia menyambut uluran tangan Gerald, kemudian mulai berjalan untuk pulang.

Yaaah, mungkin harus dibiarkan seperti ini saja. Ini toh tidak buruk. Batin Luna pasrah.

-TBC-

The waitWhere stories live. Discover now