Tetes Keenambelas

7.5K 564 35
                                    


Sakura berusaha bersikap setenang mungkin untuk menyembunyikan ke panikannya dari Sarada. Sakura hanya tidak ingin membuat keadaan yang kacau semakin berantakan karena reaksi Sarada yang tidak bisa Ia prediksi.

"Apa sup nya enak?" Sakura mencoba memecah keheningan yang mulai terasa mencekik.

"Bukankah sup ini selalu aku makan?" Sarada hanya bergumam lirih tak menanggapi Sakura.

Sakura mengamati ekpresi Sarada yang tampak biasa saja. Juga menganalisa keadaan dengan pendengarannya. Di bawah meja makan yang berkaki rendah, Sakura sudah menyiapkan selusin pisau yang menempel di balik meja makannya.

"Apa mama sungguh betah disini?" Sarada menyeruput jus tomat kesukaannya. Sakura sedikit lega mengetahui bahwa Sarada masih tidak dapat mengartikan situasi yang sebenarnya mencekam bagi Sakura.

"Ya, disini indah dan juga terlihat seperti Jepang. Apa kau tidak merasa bahwa disini sepuluh kali lebih nyaman dadi pada Tokyo?" Sakura melirik arah pintu dari sudut matanya.

"Aku lebih menyukai Osaka. Disini seperti pemakaman, suara air mengalir dari bambu di kolam seperti menyiarkan detik detik kematianku." Sakura tersedak.

Dengan tidak hadirnya Sasuke, juga Ayame membuat kediamannya hening. Sakura tahu jika putrinya tak bermaksud untuk membaca keadaan. Hanya saja, terkadang Sarada memiliki ke pekaan yang terlalu sensitif dari kebanyakan gadis seumurannya.

"Yare yare! Kau menakutiku." Desis Sakura.












Karin memarkir mobilnya di depan rumah ke dua setelah rumah milik Sasuke. Karin menyelipkan dua pistol berperadam kebelakang pinggangnya. Karin menggunakan celana pendek dipadu dengan Kaos polos berwarna hitam. Ini adalah hari dimana dirinya akan memperjuangkan cintanya, Karin menghembuskan nafasnya dengan pelan.

Langkah pertama dan kedua, sudah Ia lewati sejak beberapa jam yang lalu. Dan di sentuhan akhir perjuangannya, Karin tak ingin gagal.
Karin mengikat rambut merahnya kebelakang, menyingkirkan kemungkinan lain yang akan membuatnya kehilangan fokus bidikan. Memeriksa sepion depan dan sampingnya, untuk memastikan tidak ada seorang pun yang melihatnya. Dengan cermat, Karin mendorong pintu, menyelindap di kegelapan malam melewati halaman rumah tetangga Sasuke dengan tenang.

Kebanyakan rumah di komplek yang bisa juga di sebut sebagai musium ini tak berpenghuni. Hanya beberapa penjaga rumah yang selalu tinggal di belakang bangunan utama. Pohon-pohon tinggi di dalam kebun yang luas menguntungkan bagi Karin untuk bersembunyi.

Melewati batas samping rumah terakhir, Karin memutuskan memasuki rumah milik Sasuke dari kebun belakang. Karin tidak mendengar ada suara seorang pun di dalam rumah yang menjadi incarannya. Karin membuka sepatu booth nya, meminimalisir jejak kaki yang mungkin saja menggema di lorong yang sepi.

Pelan-pelan Karin mengikuti arah bangunan menuju ruang utama yang bersebrangan dengan kolam ikan. Suara air dari dalam bambu yang khas seakan berpacu dengan detak jantung Karin yang mulai memburu. Beberapa kali Karin menghembuskan nafasnya pendek-pendek untuk mengurai ketegangan di dalam pikirannya.

"Apa aku akan sekolah besok?" suara anak kecil mulai terdengar dari dalam ruang utama.

"Tidak,  mungkin beberapa hari lagi. Papamu belum menyerahkan dokumen ke pihak sekolah."

Karin memikirkan cara untuk menyerang ke dua orang yang menjadi penghalang kebahagiaannya.

"Tidurlah, ini sudah hampir tengah malam."

"Ya."

Karin bernafas lega, setelah lampu ruangan di matikan. Ini memudahkannya untuk menghabisi tuntas keduanya tanpa banyak drama. Karin menunggu hingga suara kembali hening, kemudian membuka pintu dengan hati-hati. Karin tidak melihat apapun selain futon yang tersinari cahaya temaram dari luar.

TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang