Tetes Kedelapan

10.7K 773 46
                                    

Itachi bersandar pada jendela kamarnya di rumah Izumi. Melihat istrinya memasukkan kopor ke bagasi taxi. Izumi memang tak pernah marah padanya. Tapi saat melihat mata bengkak istrinya, membuat Itachi menyesal. Keputusan Izumi untuk menceraikannya sudah bulat. Bahkan, Shisui yang akan melakukan persidangan untuk istrinya. Itachi menghela nafas berat, ancaman Shisui membuatnya menyadari satu hal. Bahwa Izumi adalah segalanya.

Izumi melihat sekali lagi rumahnya selama ini. Rumah kenangan yang mempersatukannya dengan seorang yang sangat dicintainya dalam sebuah ikatan pernikahan. Ikatan yang hambar. Hanya menjadi istri tanpa merasakan rasanya sebagai istri. Izumi menyeka sudut matanya. Perpisahan memang selalu sulit, tapi keputusan setelah perpisahan itu akan menjadi sulit.

Jemarinya tergenggam oleh jemari kecil milik malaikat hatinya sekarang. Sarada, keponakannya memutuskan ikut bersamanya. Berdalih bahwa Sakura selalu mengurungnya di Osaka.

"Apa bibi baik baik saja??" Sarada menatap Izumi khawatir.

"Tentu saja, sayang." Izumi mencubit gemas pipi Sarada.

"Aku akan membuatmu bahagia, bibi." Sarada memeluk Izumi.

Itachi menyadari, bahwa Izumi sangat mempesona. Terlebih caranya memperlakukan gadis kecil, keponakannya. Melihat jiwa keibuan Izumi, membuat hatinya sedikit nyeri. Begitu banyak luka yang pernah dia torehkan dihati istrinya.





Apartemen milik Sasuke sangat luas. Dan minim prabotan. Diruang tamu miliknya hanya ada sofa dari kulit, dan lampu gantung. Tanpa pernak pernik apapun. Dinding berwarna coklat tua, seakan menegaskan jika ini rumah pria. Ruang tengah hanya terisi Televisi dan satu sofa dengan lampu berdiri di sampingnya. Di dapur hanya ada kitchen set sederhana, dengan meja dapur dengan dua kursi tinggi. Dan mini bar di pojok ruangan. Tampak sangat luas.

Kamar Sasuke berwarna Biru gelap. Tirai hitam menutup hampir semua jendelanya. Sakura menggeliat, merasa geli dengan hembusan nafas ditengkuknya. Mengerjabkan matanya menyesuaikan dengan keadaan kamar yang masih gelap. Sakura membalikkan badannya. Menyadari tangan Sasuke merangkulnya. Sakura mengambil ponselnya di nakas. Membulatkan matanya terkejut.

"Sasuke kun, ini sudah siang. Aku ingin bangun. Sarada bisa marah jika aku telat memberinya sarapan." Sakura mencoba beranjak.

"Sarada ikut izumi ke swiss." Suara serak Sasuke membuat wajah Sakura bersemu merah.

"Apa??" Sakura membulatkan matanya menyadari bahwa putrinya akan meninggalkannya.

"Diamlah Sakura. Kau membuatku pusing." Sasuke memeluk tubuh Sakura erat. Remasan Sasuke pada dadanya membuat Sakura sadar, jika dirinya masih telanjang. Dan wajahnya kembali merona merah.

"Aku lapar." Sakura menyikut rusuk Sasuke. Dan kabur setelah memungut kemeja milik Sasuke. Sasuke hanya meringis melihat kekasihnya yang malu setelah apa yang telah mereka lakukan.









Di Narita Airport. Bocah laki laki bermata biru tampak ceria menggoda calon ibunya. Gurauannya terhenti saat melihat seseorang yang pernah bertengkar dengannya sedang berdiri disamping seorang wanita berambut panjang yang sedang mengeluarkan kopornya dari taxi. Ya, gadis kecil itu Sarada.

"Kau melihat apa Bold??" Hinata mengikuti pandang calon putranya.

"Ah, Sarada desu." Lanjut Hinata senang.

Bold menyipitkan matanya saat Sarada digendong paksa oleh seorang pria berambut kelabu. Begitu juga dengan wanita yang berada disamping Sarada berdiri. Mereka menyeret kedua perempuan itu masuk kedalam mobil van berwarna hitam, dengan kaca film berwarna gelap.

"SARADAAAAAAAAAAA......!!!!!!!!!" teriakan Bold membuat Naruto dan Hinata menjingkat. Bold berlari mengejar mobil yang membawa Sarada pergi.

"Ada apa ttebayooooooo???" Keluh Naruto.

TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang