[22]_Don't Worry_

Start from the beginning
                                    

Bibir Rion tertarik samar, "Maaf, My Lady, aku tidak bisa," ucapnya seraya melanjutkan langkah.

"Aku tidak mau kau terjatuh, karena kepala cantikmu itu tak bisa hanya menatap ke depan. Jika kau jatuh, maka semua yang ada di sini akan tahu kalau pangeran mereka mengikat kontrak dengan gadis konyol yang ceroboh."

"Tidakkah kau memikirkan wibawaku?" ucapnya datar sambil sesekali melirik Hime yang semakin memanyunkan bibirnya.

Tentu saja itu bukan alasan sebenarnya. Seorang pangeran yang berani menghunuskan pedang pada sang raja yang tak lain adalah kakaknya sendiri, demi gadis yang saat ini ada di dekapannya, tak mungkin ia lebih mementingkan wibawa daripada gadisnya.

Rion hanya tak ingin Hime terjatuh karena matanya yang sibuk menatap sana-sini. Hanya saja bibirnya masih terasa kelu untuk mengatakan, 'Aku tak mau kau terjatuh dan terluka.'

Akhirnya, Hime pun menurut. Ia tak lagi mendebat. Lagi pula tak ada gunanya berdebat dengan seorang iblis, apa lagi yang didebatnya adalah seorang pangeran berkepala batu.

Gadis itu memilih diam, menatap sekeliling sambil sesekali menatap wajah tampan Damarion dan berpaling dengan pipi bersemu merah saat pria itu memergokinya.

Hingga tak berapa lama, terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Tergesa-gesa hingga suaranya menggema.

Langkah Rion kembali terhenti, menatap ujung lorong yang masih tak menampakkan siapa pun. Sementara Hime semakin mengeratkan tangan yang sedari tadi mengalung di lehernya.

Manik sang Pangeran Lucifer itu semakin menyipit, menyelidik siapa yang  tengah berjalan ke arahnya. Hingga tak lama kemudian, seorang pria berjubah hijau kehitaman dengan pin berbentuk serigala perak di dada kiri dan wanita yang berpakaian hitam dengan renda merah layaknya maid muncul di depannya.

Pria itu tak lain adalah Calvert, seorang mentri yang juga menjadi tangan kanan Damarion.

Calvert berjalan tergesa, menghampiri sang pangeran yang diumumkan kedatangannya beberapa saat yang lalu.

Begitu mendengar Damarion telah kembali, ia segera meninggalkan seluruh pekerjaannya dan berniat menyambut sang junjungan, apa lagi setelah mendengar kabar burung mengejutkan yang membuat kepalanya berdenyut dan pedang latihan yang seketika terlepas dari genggaman.

Dengan sedikit terengah, Calvert berhenti tepat di hadapan Rion. Menatap pria bermanik kelabu itu dari ujung kaki hingga ujung kepala sampai tak menyadari gadis yang berada di dekapannya.

"Pangeran, apa anda baik-baik saja? Saya dengar anda dan Yang Mulia Raja terlibat pertarungan, dan sekarang hanya tersisa kastil utama di pusat pemerintahan. Apa anda terlu-"

"Aku baik-baik saja. Kau sudah melihatnya sendiri," potong Rion disela-sela ucapan Calvert yang ia yakin masih akan lebih banyak lagi mengajukan pertanyaan jika tidak dihentikan.

Calvert terdiam, ia masih meneliti Damarion dengan raut cemas. Sementara kepala maid di belakangnya sedari tadi menundukkan kepala tanpa membuka mulut meski terlihat sama khawatirnya.

Empat detik kemudian, Calvert tersadar saat pandangan keduanya saling bersirobok. Dengan segera, ia bersujud dengan kaki menekuk dan satu lutut memangku lengannya. Menundukkan kepala saat tahu jika perbuatannya barusan adalah suatu kelancangan.

"Maafkan saya, Pangeran. Saya salah. Saya siap dihukum. Sungguh, saya tidak bermaksud untuk-" gerutunya dengan raut sangat menyesal.

"Bangunlah."

Satu kata yang membuat Calvert mendongak sejenak sebelum kembali menundukkan kepala dalam diam.

Kening Rion berkerut, satu alisnya terangkat, menatap Calvert yang sama sekali tak bergerak dari posisisnya. "Apa kau tak ingin bangun dan menjalankan perintah dariku?"

LILY & The DEMON PRINCE ✔️[diterbitkan]Where stories live. Discover now