SURAT #10

5.5K 832 160
                                    

Mungkin bagi sebagian orang hari minggu adalah hari yang menyenangkan. Tapi tidak bagi Cara.

Hari ini, ia merindukan surat dari Juan. Bahkan, ia sudah bersiap untuk membalas suratnya kemarin. Surat yang sudah menyelamatkannya.

Ia melangkah menuju balkon kamar. Menatap langit biru dan menikmati semilir angin yang menghembuskan rambut panjangnya.

Ia pasangkan handset ke telinga dan memutar sebuah lagu berjudul Aire dari penyanyi favoritnya Maluma yang berduet dengan Leslie Grace.

Saat sedang asik mendengarkan alunan lagu, sesekali ia menutup matanya. Merasakan udara sejuk. Sebuah kertas mendarat di balkonnya.

Ia menatap kertas bulat itu, lantas menatap ke arah jalanan di depan rumahnya.

Seorang pria tengah bersandar pada badan mobil, dengan melipat kedua tangan sembari menundukan wajah.

Cara mengambil kertas bulat tersebut. Di bukanya dan ternyata terdapat sebuah batu. Selain untuk pemberat, ternyata terdapat tulisan di atasnya dengan tinta putih.

"C and J," ucap Cara.

Ia kembali menatap pria itu, memastikan ia masih berada di sana.

Cepat ia buka kertas itu dan membacanya.

Bosan?
Mau jalan-jalan dengan ku, Sugar?
Bersiaplah.

Aku akan tunggu dengan setia di sini.

DJ.


Lagi, Cara menatap pria itu. Tanpa menunggu lama, ia berlari memasuki kamar.

Merapikan diri dengan super cepat.

Lekas ia keluar dari rumah.

Dengan menahan detak jantung kencang, ia melangkah pelan menghampiri pria yang kini sudah mengenakan topi yang sama dengan yang ia berikan.

"Juan ?" tanya Cara saat jarak hanya memisahkan keduanya.

Ia mengangguk dan membukakan pintu belakang mobil.

"Silahkan, Sugar!"

Akhirnya, Cara bisa mendengar suaranya. Sayang, ada sesuatu yang mengganjal.

Cara menundukan wajah sedikit dan ternyata ia sedang memakai sebuah masker.

"Kenapa mesti ditutup wajahnya?" tanya Cara.

"Masuklah dulu, Sugar!" ucap Juan.

Cara memilih memasuki mobil.

Baru saja Juan ingin menjalankan mobil, Cara kembali bertanya. "Kenapa aku duduk di belakang? kenapa tidak di depan saja?"

"Aku sedang Flu. Nanti kamu tertular. So, kita mau kemana, My Lady?" tanya Juan yang melirik cermin.

Cara tidak putus asa. "Kenapa aku masih belum boleh tahu kau siapa?"

"Belum saatnya."

"Kenapa? Ada apa sebenarnya?" desak Cara.

Juan memilih menjalankan mobil. Entah kemana laju membawanya kini. "Akan aku jelaskan saatnya nanti. Tidak akan lama lagi."

"Aku rasa matamu mirip seseorang ya? tapi siapa?" Cara terus menatapnya melalui cermin.

"Benarkah?" tanya Juan yang terdengar resah dan menundukan.

Cara terus saja menatapnya melalui cermin.

"¡Qué hermosa te ves!" seru Juan. (How beautiful you look!)

"Thanks," Cara tersenyum. "Ah, ya. Terimakasih semalam sudah menyelamatkan aku."

"Beruntung aku segera tahu. Aku sudah tenang, kau putus dengan bajingan itu," ucapnya dengan sedikit menahan emosi.

Cara memaksakan senyum. "Juan?!"

"Ya?"

"Why me?"

Juan meliriknya di cermin. "Maksudnya?"

"Kenapa pilih jadi secret admirer-nya aku?"

Juan tersenyum dibalik maskernya. "Te quiero mucho ... I like you very much. Waktu pertama kali, aku melihatmu. Aku ... langsung suka."

Wajah Cara memerah.

"So, kenapa kau suka dengan Maluma?"

"Loh, kenapa tanya artis yang aku suka?"

"Kenapa memang? Bukankah kau admin Maluma Fans Club? Kenapa kau bisa suka sekali dengannya?" Juan menghentikan mobil di sebuah taman.

"Kau tanya kenapa? Ya jelas lah dia keren banget. Gantengnya ... Ya Tuhan, apa lagi kalau dia udah senyum, duh aku langsung melting. Tatapan matanya juga!" Cara tidak melanjutkan ucapannya, melainkan menatap Juan melalui cermin.

"Kenapa diam?" Tanya Juan yang semakin menundukan wajah agar tidak terlihat jelas.

"Matanya ... indah." Cara mulai tersenyum dengan mata berbinar-binar. "Aku suka personality dia. Sekalipun dia terkenal, dia tetap down to earth. Tetap hormat dengan kedua orang tua dan sayang keluarga." Kini Cara menupu kedua tangan di pipi.

"Hahahaha.. menggemaskan sekali." ujar Juan. "Apa kau tau dia terkenal playboy?" tanya Juan kembali.

"Tidak. Semua wanita yang deket dengannya itu hanya gosip!" pekik Cara setengah kesal. "Atau hanya gimmick."

Wajah Cara berubah dan membuat Juan merasa bersalah.

"Tapi dia single sampai sekarang," celetuk Juan.

Cara menjentikkan jarinya. "Benar!"

"Kalau dia menjadi pacarmu bagaimana?"

"Pingsan!"

"Huahahaha ...." Juan tertawa kencang. Ia bahkan harus memegangi perutnya yang nyaris kram.

Baru saja ia ingin berkata, seseorang menghubunginya. Cepat ia menggeser layar ponsel. "Ya?!"

...

"On the way," ia menaruh kembali ponsel dan menatap Cara melalui cermin. "Sugar, maaf sepertinya acara Dating kita harus dibatalkan. Ada hal yang harus aku selesaikan segera. Akan aku ganti di lain hari."

Beruntung taman tidak begitu jauh dari kediaman Cara.

"Jadi, tadi kau ngajak aku Dating?" Tembak Cara.

"Hahahaha ... Si" (ya).

Juan menghentikan mobil di depan gerbang rumah Cara. Baru saja ia ingin membuka pintu, Juan lebih dulu menoleh dan menyodorkan sebuah surat.

"Loh kan kita udah ketemu, kenapa masih pakai surat?" Cara menatap surat di tangan Juan.

"Aku tau kau merindukannya bukan?Hahahaha ... jangan buat aku semakin ingin mencubit kedua pipimu itu, Sugar!"

Cara mengambil surat itu dan memilih segera keluar dari mobil.

Juan membuka jendela dan menaikan dua jarinya ke atas keningnya. Memberi hormat pada Cara dan kemudian kembali menjalankan mobilnya.

Cara melangkah memasuki rumah, sembari membuka surat di tangannya.



Gracias Sugar!

Semoga kita bisa lebih sering bertemu.
Anw, Ini uangmu kemarin malam saat membayar taksi.
Karena untukmu semua gratis tapi kalau bisa pak supirnya diajak bicara ya? kasihan dia hanya bisa menatapmu dalam diam. Nyaris saja aku menabrak mobil depan saat asik mengagumi kecantikanmu semalam.

Adiós!
DJ.

DON JUANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang