4. Pindah

49 23 2
                                    


Mood Rachel benar benar hancur.
Kabar bahwa ia harus berhenti selancar sudah seperti menghilangkan semangat hidupnya. Dan apa lagi ini?
Seorang cowok datang dengan sikap yang amat sangat menyebalkan?

Rachel tersanjung, cowok yang entah siapalah namanya itu
--Rachel tidak ingin tau-- berhasil membuat moodnya lebih down dari yang Rachel perkirakan.

"Rachel?" seorang pria paruh baya memanggilnya.
"Rachel, kemari, Nak." sekarang giliran seorang wanita paruh baya yang memanggilnya.

Bodo amat

Rachel melenggang begitu saja saat memasuki ruang keluarga.
Biarkan saja mereka, toh Rachel tidak peduli.

Rachel memasuki kamarnya dan segera duduk di tepi ranjang.

Lusa gue udah nggak disini lagi.

Kenyataan itu belum bisa ia terima dengan lapang dada. Ia berharap ini bukanlah kenyataan, tapi fatamorgana yang datang hanya untuk mengusik hidupnya.
Demi apapun, dia belum siap!

Rachel menghela nafas berat, kemudian dia berbaring telentang, menatap langit langit kamarnya yang putih bersih.

"Putih. Hidup gue benar benar putih, tanpa warna. Dulunya ada warna biru disana, hanya biru." Ia berhenti sebentar, "Hanya biru." Ucapnya lagi, seakan meyakinkan bahwa biru itu memang penting untuknya.
- - - - -

Suasana rumah ini hening, dan itu tidak biasanya. Hanya Nina dan David saja yang tampak biasa biasa saja. Mereka berada di dapur, Nina sedang memasak sedangkan David membaca koran hariannya.
Tapi siapa sangka, sebenarnya pikiran mereka juga terbagi kepada Rachel dan Ruby.

Ketika dua orang paruh baya itu berada di dapur, Ruby memilih pergi ke taman belakang bermain dengan Pumpkin, kucing kesayangan Rachel.
Dia sama sama terkejut dengan berita kepindahannya, tapi tak seburuk Rachel. Lihat, bahkan Ruby masih bisa tertawa senang padahal besok mereka tak akan disini lagi.

Rachel menutup kembali gordennya, berhenti mengamati Ruby yang bermain dengan kucingnya.

Ketika semua orang sibuk, Rachel memilih tetap di kamar. Sebenarnya ia belum keluar kamar sejak kemarin.

Terdengar suara ketukan pintu. Rachel enggan melihat siapa itu. Paling paling hanya Mama yang mengantarkan sarapan.

"Rachel, sarapannya dimakan dulu ya. Jika sudah, nanti turun ke bawah. Papa mau bicara sama kita semua." ucap Mama.

Nina tau, perasaan Rachel benar benar kacau. Nina juga tau jika selancar merupakan hidup Rachel. Tapi demi kehidupan yang lebih baik, Nina dan David membuat keputusan itu.

Ketika Nina keluar dari kamar, Rachel menghela nafas panjang. Dia tidak boleh seterpuruk ini, dia tidak boleh egois.

lo pasti bisa Rachel. Lo pasti bisa!

Rachel berkata dalam hati,

Ya, gue bisa.

Setelah menguatkan hatinya walau secuilpun Rachel tetap merasa ini belum cukup. Mungkin, tidak akan cukup?

"Haaahh!! Kenapa susah banget sih?!"

- - - - -

Semuanya sudah berkumpul di ruang keluarga. David duduk di sofa tunggal. Nina berada di sofa panjang, sendirian. Sedangkan Rachel dan Ruby di sofa panjang lainnya.

David membuka suara,
"Besok kita berangkat ke Jakarta."

Semuanya diam.

David menghela nafas. Ia tau ini berat bagi kedua anaknya. Lalu ia melanjutkan.
"Maafkan Papa. Ini semua terjadi karena tuntutan pekerjaan."

MISSEDWhere stories live. Discover now