"duduk abb, udah lama gak ketemu"

"akhirnya gue ditegur juga sama elo, gue kira elo lupa" cibir abb mengarah ke ocha, saat melihat ata datang sambil membawa segelas kopi abb memandang curiga kepada ata dan ocha secara bergantian "kalian rujuk?" celetuk abb dan sukses membuat ata tersedak dan ocha terbatuk.

"gue sama dia partner sekarang abb, boss gue nyuruh gue buat jangan terlalu menghindar dari dia, karna semakin gue berusaha buat ngehindar maka semakin sering gue akan dipertemukan sama dia dan itu nyiksa ati gue kalau gue masih melihara egoisme gue" jelas ocha tanpa berpaling dari laptopnya.

"gue doain kalian rujuk deh ya" celoteh abb tanpa dosa yang sukses mendapat lemparan bantal dari ocha dan ata secara bersamaan.

"kan gue bilang juga apa, bab kekerasan tuh kalian sekarang kompak tau"ledek abb. Belum sempat ata dan ocha berkomentar dari pintu kamar muncul ara dan sedikit terkejut saat melihat ruang tamunya ramai.

"ra udah bangun, gimana?" tanya ocha sambil bangkit dari duduknya menghampiri ara, abb melihat ocha yang nampak khawatir bercampur lega saat melihat ara.

"cha ini karna aku ya?" tanya ara saat melihat luka dilengan dan juga pipi ocha, ah abb sampai lupa menyanyakan kenapa lengan dan pipi ocha dan juga kening serta pipi ara sama terdapat perban, apa yang sebenarnya telah terjadi, batin abb.

"gak perlu dikhawatirin ra, yang penting elo sekarang udah enakan kan,sory tuh si ata terpaksa nginep disini dia disuruh pulang gak mau"ucap ocha berusaha mengalihkan perhatian dari rasa bersalah ara.

"maaf ya ata jadi ngerepotin, udah pada sarapan? Tanya ara ramah dan senyum manisnya kepada ata, tanpa menoleh ke abb.

"belum prof ara"

"aku buatin sarapan bentar ya, gak usah panggil prof, aku terkesan tua jadinya"

ata mengacungkan jempolnya, sementara abb sibuk menata hatinya, perasaan apa ini, apa karna abb sudah tau bahwa ara adalah wanita yang akan menjadi istrinya.

***

"enak banget ra nasgornya, ocha pasti gak bisa masak ginian" cibir ata sambil meledek kearah ocha.

"iya tau, gue masak air aja gosong" jawab ocha dengan santai diikuti tawa ata dan abb secara bersamaan, tapi tawa mereka terhenti saat melihat ara hanya duduk diam bahkan makanannya tidak disentuh,tatapan matanya kosong.

"ra"tegur ata, ara nampak terperanjat dan menatap ata dengan bingung"masakan kamu enak" ulang ata, dan ara hanya menanggapi dengan senyum.

"cha jihan gimana?" tanya ara karna ini hari ke tiga jihan tidak masuk.

"dia bilang besok baru bisa masuk ra, kakaknya besok udah bisa pulang dari rs"

"aku sebenernya mau nengok tapi kakaknya masih di rs ya?"

"ra,jihan pasti paham, nanti aja kalau kakaknya udah pulang dari rs kita nengok oke?" tawar ocha.

***

Ata dan ocha nampak ribut ditempat cuci piring, ata memutuskan untuk membantu ocha membereskan sarapan pagi mereka. Sementara ara melihat mereka dari meja makan.

"kayaknya mereka mau rujuk" ucap abb sambil menarik kursi didekat ara.

"mereka pantas untuk bahagia, mereka hanya tertutupi oleh rasa sakit dan rasa bersalah yang ngebuat mereka lebih nyaman seperti saat ini" jawab ara tanpa mengalihkan perhatian dari ocha dan ata.

"elo udah lama kenal ocha?"

"8 tahunan, dan selama itu aku sama dia gak pernah pisah, kecuali kalau urusan kerjaan"

"kamu katanya ilmuwan ya?"

"aku cuma tim peneliti aja, bukan ilmuwan, karna aku belum bisa melakukan penelitian sendiri"

"tapi aku banyak baca jurnal atas nama ara eratama, itu nama kamu kan?"

"kamu baca jurnal?" tanya ara heran, karna orang yang bergerak dibidang properti dan jasa keamanan terdengar aneh jika membaca jurnal tentang kesehatan. Abb terlihat berfikir harus menjawab apa, karna tidak mungkin ia terus terang bahwa tadi pagi ia menelusuri nama ara digoogle dan mencari tau prestasi serta penelitian apa yang dilakukan oleh ara.

"adik sepupu aku kebetulan dia dokter dan aku sempet lihat dia jadiin jurnal-jurnal kamu buat penelitian dia" jawab abb. Ara hanya mengangguk tanda paham.

"kenapa nama kamu banyak beredar diinternet tapi foto kamu gak ada ra?"

"aku gak suka diliput dan diekspos sama media" jawab ara ketus kemudian berdiri menginggalkan abb, abb merasa heran, apa ada ucapannya yang salah kenapa ara yang tadi ramah mendadak berbicara ketus. 

"DIA" Where stories live. Discover now