Bab 1

4.1K 223 24
                                    

Peringatan: Cerita yang diunggah ke sini belum melalui proses penyuntingan. Mohon maaf apabila ada kesalahan tik dan kesalahan kebahasaan (ejaan, kalimat, dan sebagainya).

 Mohon maaf apabila ada kesalahan tik dan kesalahan kebahasaan (ejaan, kalimat, dan sebagainya)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setiap orang pernah mati setidaknya sekali.

Adalah ide sederhana yang terbit dari bunga tidur Pangeran Mali, yang kemudian mengecambahkan ideologi. Kini bersemi menjadi keyakinan tak terpatah.

Apakah kau berkenan mengintip isi mimpi Mali yang kontroversi? Bersumpahlah dahulu kau bukan seorang yang penuh perbantahan (seperti adiknya dan banyak orang). Mali mempunyai adicita yang tak sembarang orang (tak sesiapa pun!) mafhum. Seperti contohnya ada masa jarum jam menunjuk pukul dua belas siang, yaitu pada saat menanjaknya bola panas di belahan langit negeri Sisi Baik. Mali mengaku mampu merasakan panas bola itu menyemban kulitnya di negeri sendiri, Sisi Buruk. Negeri tak kenal siang yang langitnya selalu kosong, hanya digantungi riak awan pemekat malam. Sementara adiknya berdiri membeliak di sisinya, mencari-cari matahari tak kasat yang kakaknya dapat melihat.

"Mana? Aku tak melihat apa pun."

Mali tersenyum bangga dan mengentakkan dagunya. "Tentu, sudah digariskan sejak generasi iblis pertama bermukim di selatan, Liveo, hanya yang terpilih saja dapat melihat rupa aslinya yang tanpa geligi taring terongko dan berjubah kulit armadillo. Generasi manusia saat ini terlalu sering melihat yang buruk atau yang jelek-jelek saja, mengabaikan detail kecil sederhana namun cantik. Seperti matahari yang barusan kulihat melintas dengan lingkarnya penuh sulur menggelegak. Hanya yang bermata tajam nan tahu cara melihat perspektif bisa menengoknya."

"Enyahkan lamunan penuh delusi itu!" Pangeran Liveo memekikkan keluhan banyak orang, yang selama ini membisu karena takut membalah (atau takut dibilang terlampau dungu bila berhadapan dengan Mali).

"Delusi? Ini kusebut amalgamasi, Liv. Jangan menyerah. Kau tak sama dengan orang-orang imbesil yang menyebutku terlalu gila, sebab daya nalar otak mereka tak mampu mencapai langit sepertiku. Darahku juga mengalir padamu dan sudah sepantasnya kau berada pada tahta tertinggi di negeri ini bersamaku."

Dingin, Liveo melemparkan teropong pengeker langit itu kepada Mali. "Aku pilih menempati takhta terjongkok daripada jadi orang pintar yang otaknya bisa menggapai langit sepertimu. Oh, itu sebabnya langit selalu gelap, suram."

"Ck. Ck. Liveo. Ayolah."

Liveo malas melanjutkan cekcok dan pilih angkat kaki dari beranda kastel. Mali mengawasi fitur bungkuk adiknya dari belakang. Punggung yang agak menonjol dengan otot bahu menekuk ke depan. Bisep yang kurus kekar mengayun kaku. Jalannya tangkas, tungkai langsing menapak tak berbunyi. Rambut ikal Liveo sebahu dan diikat satu, agak lebih panjang dari yang Mali ingat. Kurang lebih sebulan mereka tidak berkumpul, kan?

"Ayo, Liv! Aku bisa membuka mata batinmu untuk dapat melihat langit sebagaimana yang kulihat," bujuk Mali.

"Tak perlu."

AMALGAMATE (Mali & Liveo Story) ✔Where stories live. Discover now