Ujian Akhir Nasional

Start from the beginning
                                    

Aku tahu sudah membuat kak Raisa kecewa dan aku tidak ingin menambah kekecewaanku lagi dan akhirnya aku membulatkan tekad.

" Oke, aku akan pergi ke sekolah." Langkah kaki kakakku terhenti." Aku mau siap-siap dulu." Lalu aku secepatnya bergegas untuk siap-siap. Dan ternyata kakakku menungguku diluar, bersedia mengantarku ke sekolah apalagi aku sudah sangat telat untuk datang ke sekolah akibat kebimbangan yang selama ini aku rasakan.

*

Baru saja mobil kak Raisa berhenti di tempat parkir sekolah tiba-tiba bel masuk sekolah berbunyi, tetapi aku masih ragu beranjak dari kursi mobil. Tak sampai semenit kemudian sepertinya halaman parkir dan lapangan sepi dari murid-murid dan guru, dan aku rasa semuanya sudah siap dikelas masing-masing untuk memulai ujian.

Namun aku masih saja terpaku di kursi mobil membayangkan perlakuan apa yang nanti akan aku terima. Lalu tak lama lamunanku kalah oleh hentakan kakakku.

" Mau sampai kapan kamu di mobil Septi," kata kak Raisa dengan mata hampir melotot keluar," kamu tinggal keluar mobil, masuk kelas kan beres, nanti kakak bisa telat sampai kantor." Aku tahu kakak sudah berkorban waktu kerjanya tetapi saat ini aku tidak mau berkorban perasaan untuk siapapun.

" Kalau misalnya-"

" Tidak usah pakai kalau," kalimatku dipotong begitu saja," turun dan segera ujian, dewasalah sedikit Septi, kamu ini calon ibu."

Mau tidak mau melihat usaha kakakku yang gigih seperti itu, dengan sangat terpaksa aku turun dari mobil. Dengan langkah pelan dan gontai aku berusaha menghilangkan semua hal buruk yang nanti akan terjadi bahkan aku sengaja menundukkan kepala agar tidak ada orang yang memperhatikanku, bahkan jaketku pun aku gunakan sedemikan rupa untuk menutupi perutku.

Tetapi kecemasan bertambah ketika ada suara yang memanggilku.

" Septi." Aku menengok ke suara yang memanggilku dan ternyata disampingku sudah berdiri bu Susan, guru bimbingan konseling.

Mataku terbelalak." Pagi bu?"

" Kenapa kamu baru muncul sekarang?" mulutku tertutup rapat tak bisa menjawab pertanyaannya." Ikut ibu ke kantor dulu."

Aku tak dapat membantah perkataan bu Susan. Tetapi baru separuh jalan aku menuju ruangan bu Susan, kakakku sudah menyusulku." Kenapa kakak mengikutiku?"

" Kamu mau dibawa kemana?" tanya kakakku heran," bukannya harusnya kamu ke kelas karena ujian sudah mulai." kak Raisa pasti membututiku untuk memastikanku sampai ke kelas.

" Bukannya kakak harus ke kantor?" suaraku akhirnya terdengar oleh bu Susan yang berjalan didepanku beberapa langkah.

" Anda pasti walinya Septi kan?" tanya bu Susan yang tahu bahwa ibuku sudah meninggal." Kebetulan sekali anda juga ikut."

Kak Raisa merasa ada yang harus dibicarakan." Bicara mengenai apa ya bu, bukannya Septi harus ke kelas untuk ujian?"

Dengan wajah datar seperti tak ada masalah bu Susan mulai berbicara pada kakakku." Septi sudah banyak melakukan pelanggaran sekolah dan kesalahan-kesalahannya sudah tidak bisa ditolerir lagi oleh pihak sekolah."

" Memangnya adik saya melakukan pelanggaran apa?"

" Apa anda sebagai kakaknya tidak tahu kalau dia sedang hamil." aku tahu ada yang tidak beres yang akan terjadi.

" Iya saya tahu," jawab kak Raisa berusaha bersikap biasa," tapi dia sudah menikah dan pernikahannya sah menurut agama dan hukum. Apakah itu termasuk pelanggaran?"

Too Young to be MomWhere stories live. Discover now