Kebiasaan

5K 199 0
                                    

Pagi kemaren Juna memperingatkanku lagi untuk minum susu, begitu pun dengan pagi ini. Aku hanya bisa bilang sudah meminumnya bila ditanya, walaupun yang aku minum adalah susu kemasan rasa coklat, toh itu juga termasuk susu, terdapat kalsium, vitamin, asam folat dan lain sebagainya.

Aku memantapkan diri untuk melupakan peristiwa kemaren dimana aku masih suka merokok. Begitupun dengan Juna yang telah kembali ramah keesokan paginya, dan sepertinya ia sudah tidak mempermasalahkan lagi, mungkin karena ia telah melihat sisa-sia rokokku ditempat sampah. Tapi aku merasa bahwa masalah kami tidak akan berhenti sampai disitu.

Sabtu ini aku berencana untuk tidak kemana-mana. Semoga dengan berdiam diri di rumah dan menyenangkan diri sendiri akan membuatku melupakan semua masalah yang ada, sesekali juga aku mengulang mata pelajaran disekolah untuk mempersiapkan ujian akhir yang sebentar lagi akan tiba. Juna sudah berangkat dari tadi dan aku hanya sendirian dikontrakan.

Kemaren sepulang kerja kakakku main ke sini. Dan kak Raisa cukup puas dengan kontrakan yang dipilih oleh Juna, tempatnya tidak lembab dan tersedia cukup air bersih, hanya saja kakakku sedikit cerewet dengan keadaan rumahku, dimana cucian dua bak yang belum di gosok dan ruang tamu yang berantakan.

Kak Raisa menyarankan jika aku tidak sempat menggosok baju, maka serahkan saja ke laundry, tetapi hal itu pasti akan mengeluarkan biaya tambahan. Untungnya dapur masih terlihat bersih, selain karena memang kami jarang masak, semua piring kotor sudah dibersihkan. Dan hari ini aku bermaksud untuk menggosok baju-bajuku serta baju Juna.

Karena kemaren kak Raisa sudah mampir, sehingga kemungkinan besar hari ini atau besok ia tidak mungkin datang dan. Dan sesudah aku mengulang beberapa mata pelajaran, aku bebas main game atau tidur sepanjang siang, urusan baju aku bisa menggosoknya nanti malam atau mungkin Juna yang nantinya akan turun tangan, karena sepertinya Juna lebih telaten mengenai urusan pekerjaan rumah daripada aku.

Tak lama setelah puas main game, aku merebahkan diri di ruang tamu yang sekaligus ruang televisi. Dan tanpa sengaja aku tertidur di kursi ruang tamu, hingga tersadarkan oleh teriakan kak Raisa.

" Septi, ya ampun." ternyata itu suara kak Raisa yang baru saja datang membangunkanku dari istirahat siang padahal saat ini hari sudah masuk waktu sore dan aku sudah tidur terlalu lama." Bangunnn."

Kak Raisa menepuk-nepuk kakiku." Ada apa sih kak." baru saja kemaren malam aku melihat kak Raisa dan ternyata siang ini aku sudah menemukannya kembali berdiri sambil bertolak pinggang didepan pintu kontrakan, seakan-akan ia roh yang selalu menghantuiku setiap saat.

" Ada apa kamu bilang," nada kakakku yang sedang marah-marah terdengar kembali ditelingaku sekarang ini," siang-siang tidur tapi pintu depan terbuka, televisi masih menyala, sampah bekas makanan berserakan."

" Dulu di rumah juga begitu, kak Raisa nggak marah." Aku berusaha menghindar dari masalah ini.

" Tapi ini kelihatan langsung dari depan kontrakan Septianna. Bagaimana kalau ada orang luar jahat yang tiba-tiba masuk karena ia melihat pemiliknya tertidur pulas di kursi." kak Raisa mejelaskan situasi yang biasa terjadi dalam kasus pencurian dan perampokan.

Memang perkataan kak Raisa benar, tetapi harusnya dia bisa sedikit kalem membangunkanku, padahal mas Rizal yang sudah duduk di kursi sebelahku nyatanya tenang-tenang saja, malah membereskan meja ruang tamu yang berantakan.

" Ini lagi apa-apaan coba." kakakku menunjuk pada bungkusan makanan dan minuman ringan yang tadi aku habiskan selagi bermain game.

Tapi aku hanya menjawab dengan polos." Cemilan aku, kenapa memangnya."

" Kamu nggak sadar kalau kamu tuh sudah dewasa bukan anak kecil lagi. Dan kamu sekarang sedang mengandung Septi, tapi kamu masih saja makan makanan nggak bergizi kayak begini." kak Raisa menunjuk satu persatu bungkusan yang sudah dibereskan mas Rizal.

" Dari dulu sampai sekarang aku makan ini semua tapi sampai sekarang aku baik-baik saja," aku segera bangun dan berjalan menuju kamar mandi untuk cuci muka dan kakakku mengikuti dari belakang.

" Buat kamu memang tak masalah tapi buat bayi kamu, apa bagus semua makanan ini." mungkin kak Raisa sudah muak dengan kebiasaanku yang menggampangkan semua masalah.

Tapi memang itulah aku, bagaimana aku bisa memikirkan segalanya dengan baik jika dari kecil saja aku tidak begitu banyak mendapat perhatian dan pengarahan yang baik.

Selesai cuci muka aku masih menggerutu." Kakak sama aja kayak Juna, selalu meributkan hal-hal kecil yang dampaknya padahal tak begitu besar bagi perkembangan aku dan bayiku." hampir saja aku menyebutkan masalah rokok, aku tak tahu semarah apa kak Raisa jika ia tahu aku merokok.

" Bukan meributkan, kakak cuma ingin... " lalu pandangan kak Raisa tertuju pada makanan kaleng yang terletak di meja makan," ini apa lagi, bukankah ini makanan nggak sehat," dan akhirnya mata kak Raisa melihat tanggal kadaluarsa yang tertera diatas makanan kaleng tersebut," terus inikan udah mau kadaluarsa Septi. Kamu benar-benar ya." Dan saat itu juga ia membuang semua makanan yang hampir kadaluarsa yang berada diatas meja makan.

" Kak, aku nggak pintar masak, juga nggak punya banyak uang untuk beli makanan sehat tiap hari kayak kakak, jadi kakak nggak usah banyak komplain deh sama yang terjadi dikontrakanku sekarang." kini aku merasa sangat jengkel.

" Kakak nggak ingin membandingkan, kakak cuma ingin yang terbaik buat kamu dan..." suara kak Raisa terpotong oleh kedatangan Juna.

Juna yang baru datang pun terkejut melihat kak Raisa dan mas Rizal." Eh mas, udah lama?" sapa Juna ketika bertemu mas Rizal diruang tamu.

" Baru aja, kamu baru pulang kerja?" jawab mas Rizal dengan tersenyum.

" Iya mas. Waduh maaf mas rumah berantakan." kata Juna, lalu melihat meja kosong Juna tertegun." Sep kok kakak kamu datang nggak dibuatkan minum." tanya Juna seketika.

Tetapi ketika Juna kebelakang dan mendapati raut wajah kak Raisa menampakkan kemarahan, Juna hanya bisa buru-buru membuatkan minum buat mas Rizal dan kak Raisa.

Kak Raisa sendiri sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi melihat kedatangan Juna, aku memang adiknya walaupun Juna juga merupakan adik iparnya tetapi tetap saja kak Raisa merasa tidak punya hak mengatur hidup Juna juga.

Kak Raisa yang merasa serba salah hanya bisa duduk kembali diruang tamu dan berbincang pelan dengan mas Rizal." Kak Raisa kayak nggak suka dengan kehadiran aku, memangnya aku salah apa?" Juna bertanya begitu padaku. Aku sendiri tidak mungkin bercerita kejadian yang sebenarnya, karena aku tahu semua pasti menyalahkanku.

" Nggak begitu, tadi kami lagi membicarakan masalah ayah," aku berbohong untuk meredam masalah ini," sini aku aja yang lanjutin, kamu temani mas Rizal aja ngobrol sana."

Untungnya kami semua sudah saling dewasa dan mengerti satu sama lain, dan obrolan Juna dengan mas Rizal mengenai usaha online yang ingin dijalankan Juna mengalihkan perhatian kami atas masalah yang baru saja terjadi.

Aku tidak mengerti mengapa semua masalah sepertinya berasal dariku dan berbalik salah atas apa yang aku lakukan. Sayangnya mereka semua tidak sedang berada diposisiku saat ini, jadi tak ada satu pun yang mengerti bagaimana menjadi diriku sekarang ini.

Diriku yang seorang diri memikul semua masalah akibat ulahku sendiri.

Too Young to be MomWhere stories live. Discover now