Prolog

223K 9.7K 304
                                    

Raya tersenyum hangat kepada pria yang baru tiba didepan pintu cafe dengan kemeja yang sedikit basah akibat guyuran hujan. Ia melambaikan tangan kepada pria itu yang seperti mencari keberadaanya.

Raya senang saat pria ini menghubunginya dan meminta untuk bertemu dengannya. Jika badai sekalipun Raya selalu bersedia datang dengan senang hati.

Cappucino kesukaan pria itu sudah siap sejak lima belas menit yang lalu. Dengan tidak sopan pria berahang tegas itu menyesap cappucino perlahan menatap Raya menautkan alisnya. Pria itu sadar, gadis dihapadannya selalu tau apa yang ia butuhkan.

Raya tersenyum begitu melihat ekspresi yang pria itu keluarkan. Tidak menunjukkan reaksi berlebihan. Udara diluar sana cukup dingin nyaris mencapai enam belas derajat celcius di Kota Bandung tetapi pria ini tetap menyukai minuman dingin, seperti tatapan dan hati pria itu, dingin.

Mata tajam pria bernama Alvin Nurauzan melihat tepat dimanik mata Raya seperti ingin mengucapkan sesuatu. Namun tertahan ditengah tenggorokannya. Ada rasa tak enak saat harus melunturkan senyuman pada wanita yang ia cintai. Namun dirinya akan selalu dibayang-bayang dalam kesalahan yang ia lakukan kepada wanita berambut hitam hegam ini.

Raya terus menggosok-gosokkan kedua tangannya sesekali meniup agar terasa hangat. Bagi dirinya, suhu di Bandung kali ini sangat dingin. Entah ada apa dengan kota kelahirannya tak seperti sebelumnya.

Matanya tak fokus, melihat kesana kemari tak tentu arah ketika mengetahui bahwa mata tajam itu terfokus padanya tanpa kedip seperti hendak menelannya bulat-bulat.

"Ada apa?" tanya Raya bingung menutupi kecanggungan diantara mereka saat ini yang terus saja berdiam diri tak bersuara.

Alvin memejamkan mata menyadarkan diri dari lamunan akan bayang-bayang menyakitkan itu.

"Aku__ selingkuh."

Dua kalimat yang berani Alvin ucapkan dengan nada sesal. Mengusap wajah gusar tak karuan seperti frustasi akan kenyataan pahit yang ia perbuat sendiri.

Raya memfokuskan pendengarannya hatinya sudah seperti tersiram alkohol saat lukanya belum benar-benar sembuh. Begitu pedih sakit tak tertahan.

"Oh," balas Raya tak tau harus berucap apa. "Ya sudah," lanjutnya ketika otaknya sudah kembali terhubung.

"Maaf," mohon Alvin memegang tangan Raya yang kembali hangat saat Alvin menggengamnya erat.

Raya mengedarkan pandangan ke arah lain. Dirinya butuh bernapas, menghirup udara sebanyak mungkin agar stok oksigen diparu-parunya tidak menipis.

Luntur semua senyum hangat Raya. Ia kira, ini akan menjadi awal dari semuanya. Awal yang begitu manis, membuat semua orang tertarik pada kisah cinta yang harmonis dan abadi. Namun ini, hanyalah kisah pada suatu cinta yang menyakitkan saling bertolak belakang dan tak sejalan walau masih terikat dalam pernikahan suci.

Hujan Berjuta Rasa(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang