Part 2 : The Badboy Guy

2K 42 1
                                    

“You? Oh my God, YOU?! the… the guy in air…port.” Aku nggak nyangka bisa ketemu dia di sini. Damn, sial banget aku ini. Seketika itu juga semua anggota basket noleh ke arahku sama cowok ini.

            “Look, that day, I was so sorry until now. I can exchange it with new one, okay?” kataku sambil berusaha melihat kearah dia. Oh no, dia ganteng banget. Wait,, Fani! what are you thinking? Bisa-bisanya mikir kearah lain.

            “Emang gampang apa dapetin Fred Perry yang aku pake? it’s limited edition! Gak gampang buat dapetin barang itu, ngerti gak?” bentak cowok itu. Aku cuma bisa nunduk, bingung mau bales apa. Salah satu dari teman cowok itu berdiri dan memegang bahunya.

            “C’mon Bro. Don’t take it seriously. Lagipula dia kelihatan baru di sekolah ini.”

            “Hey! Kok malah ngebelain dia sih? That’s not just a ordinary Fred Perry, man. You don’t know it!”

            Cowok itu masih keliahatan marah banget. Emang Vancouver sempit banget! Oke sebenernya aku nggak tahu seberapa berharganya Fred Perry itu bagi dia.

            “Aku bakal ganti besok, oke? I’ll buy a new one as same as yours,” kataku berusaha melakukan pembelaan.

            Tiba-tiba ada laki-laki yang kelihatan tua, mungkin coach basket mereka, datang mendekat.

            “What’s goin’ on?”

            “New kid, coach.”

            “Hmm.. aku cuma mau tanya di mana ruang kepala sekolah, that’s all,” kataku sambil nunduk.

            “Ohh… Kevin will show you the way, kid.” Cowok yang tadi bentak-bentak aku langsung noleh kearah coach.

            “Me?!”

            “Yes, you! And don’t forget to comeback. Masih ada 1 ronde latihan buat pertandingan bulan depan.”

            “Why me?!” Kevin masih terlihat nggak terima. Yayalah, secara aku udah di anggep sebagai musuhnya, eh malah di suruh nganter.

            “Udah la bro, cuma nganter aja, kok susah? Good luck,” kata teman Kevin sambil nepuk bahunya lagi.

            Coach membunyikan peluitnya dan serempak seluruh anggota basket ngumpul di lapangan dan aku harus stuck sama cowok ini.

            Tanpa basa-basi Kevin langsung jalan ninggalin aku. Aku cuma bisa ngikut dari belakang.

            “So, namamu Kevin ya? Hmm… I’m Fani.”  aku berusaha berbasa-basi meskipun basa-basinya, basi banget. Setidaknya aku sudah berusaha untuk bersikap baik. Kevin cuma menoleh sebentar ke arahku dan langsung ngelihat depan lagi tanpa membalas sapaanku. What the… cuma diem? Hina banget nih.

            “By the way, besok aku gantiin Fred Perry kamu persis oke?” Kevin masih nggak ngebales. Ada rasa jengkel dan rasa bersalah melintas di perasaanku. Duh, aku harus gimana coba?

            “Look, don’t be so childish okay? Nggak usah pake marah-marah, aku janji besok aku ganti Fred Perry kamu yang limited edition itu. Extra limited edition kalo perlu,” kataku akhirnya. Kesel juga didiemin, jadi serba salah. Kevin menatap tajam ke arahku.

            “Pertama, kamu nggak mungkin bisa ngegantiin jaket itu because you don’t know why that jacket is so important to me. Kedua, jangan berani-berani bilang childish,” kata Kevin sambil nudingin tangannya ke arahku. Merasa nggak terima, aku menampik tangannya dan nundingin tangan aku balik ke dia. Dia nggak bisa bikin aku ngerasa terintimidasi gitu aja.

When Everything Goes Right (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang