Pemberhentian ke-5 : Janji Bersyarat

19 2 0
                                    

Tak hanya kamu
Aku pun bisa pergi
Dan meninggalkan sesuatu
Untuk kamu kerjakan

"Ada syaratnya," Rafa sengaja melakukan itu.

"Apa?"

#Pemberhentian ke-5 : Janji Bersyarat

Rafa memberikan satu senyuman pada hari itu. Ia akan memberitahu saat ia bersekolah, entah esok hari atau hari berikutnya, Jum'at.

"Fa, kita kan baru ketemu, tega lu."

"Yah kamu! Lagian, yaudah kamu pesen satu dibungkus, aku yang bayar, kamu yang telat kenapa aku yang salah?" Rafa bergumam di 7 kata terakhir.

"Rafa mah, gue lagi bete ditinggalin..." Mendengar gadis itu mengeluh, ia duduk kembali.

"Iya Nar, untung aku udah shalat Asar." Rafa kembali menyeruput kopinya yang telah ia tinggal tadi.

Sambil menunggu Nara, Rafa menyelesaikan sudokunya, di ponsel jadul itu. Nara hanya melihati laki-laki itu, yang hanya menyelesaikan sudoku sambil mengerjakan soal GDP, lagi.

"Fa, liat gue fa... Lu ga sadar daritadi kita diliatin?" Nara mengguncang tangan Rafa.

"Aku perannya nemenin kamu kan? Aku tadi mau pulang, takut Ibu nyariin." Pantas saja ayahnya Nara tak setuju.

Rafa kembali fokus. Sedangkan Nara mulai gelisah dan berusaha mencari yang bisa ia tulis. Apapun itu, tak peduli, maupun itu tisu atau apa.

"Ra, apa yang kamu cari?" Rafa ternyata melihat kecemasannya.

"Kertas atau tisu yang bisa aku tulis dan yah..."

Rafa langsung merobek 2 lembar bukunya. Ia juga memberi Nara pulpen untuk mencorat-coret. Entah mengapa lelaki itu tetap menyukai matematika. Sedangkan Nara, Ia sedang mencoba untuk menjalin ikatan antar kata. Ia membuat karya prosa di hari itu, ya puisi.

Perlukah aku terangkan bahwa Nara ini juara lomba cipta puisi dan Rafa ini juara Matematika tingkat Kotamadya?

Oke, mereka pulang jam setengah enam sore. Dengan keadaan Nara terlebih dulu pulang dibanding Rafa. Karena apa? Ia tak mungkin lebih dulu pulang dari gadis itu! Mau dicap apa dia jika ia pulang duluan?

Sampai rumah, ia langsung bersiap untuk shalat maghrib. Karena ia sampai dua menit sebelum adzan.

Ia menggunakan kopiah dan sarungnya. Sembari menunggu selesai adzan, ia menulis pada sticky notenya.

Dia itu lucu. Aku beritahu dia besok. Aku ingin dia belajar Matematika lebih intensif.

KEESOKAN HARINYA

Sekarang keadaannya berganti, Nara yang menunggu kedatangan Rafa. Hari ini pernampilan Rafa sangat berbeda, ia menggunakan kacamatanya untuk sekolah.

"Nara, tumben sepagi ini." Rafa tahu bahwa Nara jarang bangun pagi.

"Ih dari kemaren jahat bener si Rafa," Nara meninju lengan Rafa.

Sehingga Rafa hampir jatuh.

"Gue harus janji apa?"

"Temenin aku, belajar MTK." Mendengarnya, Nara terkaget.

Selama ini Rafa tau, Nara benci dengan Matematika. Ia lebih suka yang berbau sastra dan prosa. Tapi daripada ia harus menanggung malu karena dalam acaranya hampir semua member membawa pacar. Ia akan melakukannya selama dua hari. Mungkin tiga, jika hari ini dihitung.

Mereka langsung menjalankan kegiatan literasi. Kegiatan ini dibatasi hingga 45 menit.

Ayolah! Kegiatan literasi tak seburuk itu! Tak ada yang mengawas dalam kelas!

Kalian bisa melempar gumpalan kertas ke teman kalian. Tapi untuk Rafa, time is money.

Saking berharganya, ia gunakan untuk membaca buku-buku yang setumpukan itu. Lalu meringkasnya, dasar si Rajin. Sementara Nara, dia streaming youtube Blue Neighborhood. Benar-benar satu album milik Troye Sivan Mellet. Aku serius! Mentang-mentang tak ada guru.

Betapa mereka berbeda 180°

"Rafa!"

"Paan?" Rafa masih terfokus ke kerjaannya.

"Apa yang kau lakukan itu... Jahat!" Nara meniru salah satu dialog dalam film.

"Apaan sih Ra? Jahat apaan?" Rafa pun kebingungan sendiri.

"Ih heran deh, ga dimana ga dimana belajaar mulu, ga meledak apa tuh otak?" Rafa tak berpaling dari posisinya.

Benar saja, ia tak bergeming dan diam di tempat. Ayolah! Ini tak benar! Lagipula, sosialisasi memang sangat diperlukan.

"Rafa tak suka dalam keramaian, tapi ia suka Matematika." Tulis Nara di jurnalnya.

"Temenin belajar MTK, aku udah selesai ringkas." Nara mulai mendengus lagi.

Tapi entah mengapa ia menurut saja dengan apa kata Rafa.

Entah terbuat dari apa otaknya, ia sangat menyukai MTK padahal gurunya sering memberi segudang tugas setiap materinya.

"Jadi kan fa, temenin gue?"

"Tergantung." Lelaki itu menjawabnya dingin.

"Iya aku ikutin apa kata kamu Faa..."

-MiraPraher-

Not just me, But usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang