(1)

30 0 0
                                    


Bagaimana jika yang membentukku adalah kesakitan-kesakitan?

Semesta kerap kali mencandaiku lewat orang-orang yang hadir bersama tawa, untuk kemudian pergi meninggalkan luka. Kebohongan-kebohongan lewat sorot mata, meski telah coba kubaca. Kepastian untuk tetap tinggal, pun langkah pasti pula ku kau tanggal. Sebuah keputusan menjadikan ku rumah, untuk kemudian hanya dijadikan tempat singgah. Beberapa patah yang kurekat, dipetakan lagi bersekat-sekat. Kepercayaan atas taruhan harga diri, diinjak-injak tanpa rasa peduli.

Bahkan sampai saat ini pun aku masih terbatas pada kata-kata. Padahal banyak sekali yang ingin kutuliskan. Menyedihkan sekali.

-----------------------------------------------------------

Masih pagi, di luar hujan, dan aku rindu kau yang dulu.
Mengapa, kau tanya mengapa? Kau yang sekarang lebih memilih diam dan menatapku tajam dari kejauhan ketika aku melakukan kesalahan, daripada menemuiku dan menasehati apa-apa yang seharusnya ku perbaiki. Seperti dulu.

Apakah berteman dengan ikan yang lebih suka bersusah-payah berenang melawan arus membuatmu lelah? Atau bahkan muak?

Jika iya, pantas saja. Kau tidak pernah bisa mendengar getar suaraku, saat lirih ku suarakan betapa aku benar-benar merasa sendiri. Kau tidak pernah bisa melihat keberadaanku, dengan tatapan matamu yang menyipit sambil lalu.

Ya. Aku rindu kau yang dulu.

-----------------------------------------------------------

Kau mudah menangis. Kau juga sering merasa lebih kuat daripada yang lain. Selain itu, hal yang ku syukuri darimu, kau ini seorang yang sangat pelupa.

Kombinasi ini membuatmu kerap kali melupakan tangis untuk menguatkan orang lain, meskipun kau kadang lupa kalau dirimu sendiri sedang hancur.

-----------------------------------------------------------

Lingkar kenalanku kuperlebar.
Lingkar pertemananku kupersempit.

Pada akhirnya 'seleksi alam' akan mempertemukan kita pada teman-teman yang sefrekuensi. Semakin dewasa, lingkar pertemananku semakin mengecil. Dan itu adalah hal yang positif :)

-----------------------------------------------------------

Apakah kalian tau?
Kami ini ingin lepas, kami ingin bebas.

Hei...! yang kami butuhkan bukanlah sindiran, bukannya dikucilkan, bukan malah dianggap anak nakal, apalagi sampai kami ditangani, dijebloskan ke penjara, ke panti rehabilitasi.

Kami butuh kalian.

Namun ternyata kalian semua salah sangka, dengan semua yang kalian lakukan pada kami selama ini, kalian kira kami akan jera? Sedangkan candu itu terus bekerja.

-----------------------------------------------------------

Kau punya cita-cita
Kau sudah berusaha
Kau sudah berdoa

Namun ternyata, kalau belum diberikan jalannya, kau bisa apa?

Bisa apa.

-----------------------------------------------------------

Logikaku belum berjalan ketika orang-orang membicarakan perihal bagaimana ikatan emosional dalam sebuah organisasi terbentuk hanya dengan duduk bersama dan _ngobrol_. Padahal perbedaan pendapat, pikiran, hati, itu menurutku hal yang _lumrah_. Tidak masalah memang, malah bisa lebih mewarnai organisasi itu.

Namun, ketika berbicara mengenai bagaimana agar ikatan emosional di antara orang-orang yang memiliki perbedaan tersebut dapat terjalin, apa iya akan begitu saja terbentuk? Apa iya dengan hanya saling terbuka mengutarakan apa yang sebenarnya dirasakan oleh masing-masing orang, maka akan terbentuk?

Saya rasa tidak semudah itu.
Semua hal membutuhkan proses, dan dalam hal ini proses yang harus dilewati tidak seinstan itu. Paling tidak, duduk bersama, utarakan apa yang sebenarnya dirasakan, saling menyamakan ego, menjaga masing-masing lisan agar tidak menyinggung perasaan orang lain, mengevaluasi yang bukan menyakiti, atau bahkan secara tidak sadar ikatan itu  akan terjalin ketika kita diposisikan pada sebuah dinamika atau konflik di mana kita harus bersama-sama menyelesaikan itu.

Namun pada kenyataannya, lagi-lagi kembali pada ego dari masing-masing pribadi. Kalau memang merasa ada hal yang perlu diluruskan, maka ayo kita luruskan. Semisal ada sesuatu yang kurang berkenan, maka ayo utarakan. Mari duduk bersama, saling menahan ego masing-masing meski ada kekecewaan dalam hati kita, dan mencari solusi terbaiknya. Mau sampai kapan saling meninggikan ego? Saling mengunggulkan pribadi masing-masing?

Catatan Organisasi
Minggu, 13 Januari 2019

-----------------------------------------------------------

Cobalah sekali-kali kau jadi mataku.
Biar kau lihat bagaimana caraku menatap angkuh, dan mengapa aku menatap angkuh. Biar kau paham bagaimana lukaku.

Cobalah sekali-kali kau jadi mataku.
Biar ku takar seberapa kuatnya kau menahan air mataku, yang kerap kali tanpa permisi meluruh begitu saja.

Cobalah sekali-kali kau jadi mataku.
Menjadi mataku, menjadi rahasia senyumku.

-----------------------------------------------------------

Selepas urat-urat itu mengendur, segalanya menjadi ringan semacam kapas ilalang. Aku bisa mendengarmu menyanyikan kidung tentang laramu, bahkan deru nafasmu yang melenguh sekalipun.

Katamu pada cacing dan entong pada gulungan daun pisang muda pagi itu, bahwa kau baik-baik saja. Pada kupu-kupu kau bercerita tentang berlibur ke negeri antah berantah yang kau impikan.

Namun padaku kau meratap ingin melepas topeng yang kian hari bertambah usang, memintaku untuk mengakhiri semuanya, agar kau kembali pada keharibaan yang Agung.

Katamu..
"... atau paling tidak, Aku ingin kembali ke selangkangan Ibu."

-----------------------------------------------------------

      Kau melenguh panjang beberapa kali. Sedang gusar nampaknya, lantas kudekati, kutawarkan sedikit ketenangan. Kau terhenyak, menatapku lurus.
     Apa ini? Gemuruh apa yang telah meluluhlantakkan kedua manik mata di depanku. "Apakah kau baik-baik saja?", tanyaku bahkan tak kalah lirih dari deru nafasmu. Kau hanya diam. Aku pun diam.
     Guncangan yang semula perlahan, berubah semakin hebat. Sedu sedan, isak mengisak, kala kau tangkupkan kedua tanganmu di wajah. Aku muak. Tak hanya sekali dua kali kau seperti ini.
      Kali ini pun aku mengerti. Ku ambil pisau lipat dari tas selempangku dan... yahh kau tersenyum. "Terimakasih," katamu. Dan aku menyaksikan bagaimana kau perlahan melepaskan semua luka, bersama pisau yang ku tusuk tepat di ulu hatimu.

-----------------------------------------------------------

Kau telah lari dari kepalaku yang resah. Kala itu, kau mengadu pada ketiak hari; "perempuan itu telah benar-benar melukaiku, dia telah meninggalkanku, aku tak mau lagi berurusan dengannya!"

Tunggu..tunggu,
kukira sudah cukup waktumu untuk memahamiku. Ternyata aku keliru, bukan seperti itu yang ku mau. Ah.. kau ini.

Kini aku sedang merindukan kau layaknya sebaris kata yang bersembunyi di balik jemari.

-----------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 02, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Tidak TerbatasWhere stories live. Discover now