"Aku tidak tahu akan seperti ini, jika aku tahu-"

"Kenapa tiba tiba seperti ini?" Jihoon menatapnya kesal. Itu terlihat jelas di wajahnya.

"Apa sebelumnya hyung pernah peduli padaku? Apa sebelumnya hyung pernah menyuruhku istirahat bahkan saat aku tidak tidur semalaman membuat lagu?" Jihoon menaikan volume suaranya. Ini tidak sopan, ia tahu itu. Tetapi ia sudah benar benar lelah dengan semua ini.

"Kenapa hyung repot repot menyuruh jisoo hyung untuk menggantikanku? Apa hyung tahu akhirnya akan seperti ini dan-"

"Aku benar benar tidak tahu apa apa, lee jihoon!" Seungcheol berteriak di depannya. Hal yang membuat jihoon lebih mengejutkannya lagi ia mencengkram baju depan jihoon, sedikit menariknya.

Jihoon melepas genggaman seungcheol dengan kasar.

"Huh, orang spesial katamu. Kau menganggapku spesial? Hyung hanya pintar mengumbar omong kosong di depan kamera." Kemudian jihoon beranjak pergi sambil menghentakkan kakinya. Setelah itu suara pintu yang dibanting keras menggema.

Seungcheol mengepalkan tangannya hingga memutih. Ia benar benar tidak menyangka akan berakhir dengan kesalahpahaman seperti ini. Terimakasih kepada emosinya yang sudah memperburuk keadaan.

"Ja, kita tidur.. besok kita ada pertemuan dengan staff 17 project jadi sebaiknya kita tidur awal malam ini..." soonyoung memecah ketegangan. Kemudian ia menuntun member lainnya agar masuk kekamarnya masing masing. Menjauhi seungcheol yang bisa berbuat apapun saat sedang emosi.

"Kau berlebihan" hanya yoon jeonghan yang berani berkata seperti itu padanya. Seungcheol hanya menghela nafasnya berat. Kemudian ia mendudukan diri pada sofa dan mengacak rambutnya kasar.

"Sial!" Umpatnya.

"Sudahlah, emosinya hanya sedang memuncak. Ia baru 17 tahun. Bersikaplah sedikit dewasa." ucap jeonghan sekali lagi. Kemudian ia menepuk pundak seungcheol pelan dan beranjak masuk ke kamarnya. Meninggalkan seungcheol dengan kepala yang berdenyut pusing.









- Dear, Woozi -










Jihoon tidak punya tempat untuk dituju. Ia tidak mungkin pulang ke busan. Ia juga terlalu malu untuk menginap di rumah temannya atau di rumah bumzu hyung. Ia juga ingat ia masih punya jadwal besok dan ia tidak boleh lepas tanggung jawab hanya karena masalah seperti ini. Jadi ia memutuskan untuk bermalam di studionya.

Jihoon membuka jaket tebalnya dan menaruhnya di lantai, menjadikanya bantal. Terlalu sakit untuk tidur di kursi. Dan disana tidak ada sofa. Jadi lantai adalah satu satunya pilihan.

Jihoon memejamkan matanya. Ia sudah sangat lelah. Secara fisik maupun psikis. Hari ini benar benar hari yang berat. Pikirannya melayang tak tentu. Tapi bayangan seungcheol tetap ada disana. Jihoon menarik nafasnya kasar. Ia tidak tahu harus apa. Ia tidak marah pada seungcheol. Hanya saja ia sadikit..... kecewa.

Kecewa karena ia harus menjalani ini karenanya. Jihoon berpikir ia dan seungcheol sudah tidak sedekat dulu. Seungcheol jarang membangunkannya, nyaris tidak pernah. Seungcheol juga jarang bertanya 'kau lelah?' Atau semacamnya. Ia lebih sering diam dan memperhatikan. Tanpa bertindak apapun. Kemudian tadi pagi ia tiba tiba mengkhawatirkannya yang kelelahan dan menyebabkan jihoon terkena masalah. Meskipun bukan salah seungcheol sepenuhnya, tetapi jihoon bahkan tidak menerima kata 'maaf' atau 'biar ku bantu' atau semacamnya. Calon leader itu hanya menatapnya diam dan membiarkannya menyelesaikan tugasnya sendiri. Jihoon berpikir leader macam apa itu? Leader macam apa yang pilih kasih pada membernya?

[✔️] Dear, Woozi ; JicheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang