BAB 22

214 21 2
                                    


BUKU critical eleven bagian epilog membuat Aira di buat senyum. Akhirnya, gadis itu memilih menaruh kembali di tas ransel kecil hologramnya lalu menghembuskan napasnya pelan. Ia segera mengikat tali sepatu larinya, lalu mendaki salah satu pulau di Raja Ampat. Bebatuan mengisi perjalanan Aira, dan track yang curam membuat Aira cukup terintimidasi dan di buat pusing.

" Ini kapan nyampenya, Tuhan," gumam Aira mengeluh. Setelah tiga puluh menit melewati bukit curam, akhirnya Aira sampai di puncak pulau. Pemandangan yang eksotis dan menawan membuat Aira tenang, di tambah angin sepoi yang membuat rambut Aira terbang bebas. Karena panas terik, Aira memakai kacamata hitam.

Aira mengambil kamera polaroidnya, lalu berselfie. Setelah itu, Aira berselfie dengan ponselnya dan memotretnya dengan kamera SLR.

Disini, Aira menemukan banyak inspirasi untuk novel fiksinya. Aira segera membuka laptopnya dan melanjutkan ceritanya yang menggantung.

Karena kamu, aku bisa mengenal bagaimana indahnya jatuh cinta.
Dan karena kamu, aku bisa mengenal bagaimana sakitnya jatuh dari rasa yang sangat berharga ini.

***

Aira menggesekkan handuk kecil ke rambutnya yang basah. Keringat membuat badan Aira sepuluh kali lebih lengket, dan mau tak mau disini Aira harus mandi setidaknya tiga kali sehari. Dari jendela kamar, Aira melihat Gilang dan Valerie yang sedang bermain air di laut dangkal. Pemandangan yang indah.

Angkasa menutup kedua mata Aira dengan kedua telapak tangannya. Reflek, Aira menggenggam punggung tangan tersebut, mencari tahu siapa yang berbuat jahil padanya.

" Bagas!" seru Aira membuat Angkasa kaget. Mengapa gadis itu lagi-lagi menyebutkan si brengsek itu?

Aira menggeleng, " Sa, maaf itu gue reflek." Angkasa tersenyum tipis lalu segera duduk di bibir kasur, menatap beberap foto polaroid dirinya bersama Aira.

Untuk melepas dari situasi canggung, Angkasa menanyakan apa yang tadi Aira lakukan. " Biasa, nyari pemandangan ke salah satu pulau kecilnya. Kalau lo ada udah pasti ketagihan," Aira terkikik. " Oh iya, itu buat persiapan nembaknya Gilang udah lo siapin? Polaroidnya?" tanya Angkasa, sementara kekasihnya itu mengangguk pelan.

Fakhri Arga Pratama: Lusa jadi pulang kan?

AirisyaAP: ya iyalah jadi, tiketnya emang buat lusa

Fakhri Arga Pratama: gue nitip pasir sama kerang dong, buat doi.

AirisyaAP: iya bang.

Setelah menekan tombol send, Aira berjalan gontai menuju kasur, menghiraukan Angkasa yang di telepon oleh Lena.

" Iya, iya." Hanya jawaban itu yang Aira dengar dari mulut Angkasa, seolah percakapan telepon tersebut membosankan bagi Angkasa, dan membuatnya muak. Indra penglihatan Aira tertuju pada laptopnya yang menampilkan layar yang di isi oleh website formulir online Universitas Oxford. Rencananya Aira akan melanjutkan pendidikannya disana.

Aira mendesah pelan, lalu menutup laptopnya tanpa dimatikan terlebih dahulu. Tinggal pencet enter, Ra, and then you officialy joined, geram Aira membatin. Sebenarnya Aira sudah save draft untuk formulir itu, hanya tinggal mengirimnya. Namun tangannya seolah beku bila ingin memencet enter.

" Kenapa, Ra?"

Aira menggeleng. Gue gak boleh kasih tau ke Angkasa.

" Gak kenapa-kenapa."

" Dan artinya kenapa-kenapa," balas Angkasa. Skak mat.

***

Airisya,Where stories live. Discover now