BAB 8

262 23 0
                                    

Gilang tertawa sambil memutar stir kemudinya, membelokkan mobilnya ke pusat perbelanjaan. Aira mengacak rambut kedua sahabatnya, " AAA KANGEN BANGET JALAN SAMA KALIAN!" jeritnya histeris, dalam hitungan detik Angkasa mengomel, suara jeritan Aira sama seperti kelelawar yang mencapai 20.000 hz.

Gilang menjerit, " Ya gak harus teriak juga kali, jing," Gilang mengumpat di akhir kata. Aira mendecakkan lidahnya sambil memajukan bibirnya. Ya teriaknya kelewatan mau gimana lagi? Aira berada dalam posisi dimana dialah paling annoying diantara Gilang, Angkasa, dan dirinya.

Aira menyipitkan matanya, lalu segera keluar dari mobil, menghiraukan dua sahabatnya. Padahal ia excited, dan benar-benar rindu menghabiskan waktu hanya bertiga di luar sekolah. Di sekolah saja Aira lebih menghabiskan waktu mengerjakan berbagai jenis tugas, maklum kelas 11 dan sebentar lagi menghadapi yang namanya pendidikan yang paling Aira tunggu, kuliah.

Rencananya, Aira ingin mencoba jalur prestasi di beberapa universitas bergengsi di luar negeri, makanya Aira keseringan belajar. Meskipun masih dua tahun lagi, Aira harus mempersiapkan sematang mungkin agar mentalnya cukup menjadi salah satu mahasiswa universitas bergengsi tersebut.

" Udah dong, ngambek mulu."

Aira melotot. " Heh! Ngaca, lo yang bikin gue ngambek mulu, tai," Aira melengos, meninggalkan dua temannya yang sangat hafal sifat Aira, dan tahu apa yang harus dilakukan.

" Segelas aceh gayo dan nonton film," seru Gilang dan Angkasa serentak.

" Eh tapi ini bocah udah ngilang, apa di telen crank dari maze runner." Gilang bertanya sambil mengernyitkan dahinya.

Angkasa tertawa, " Ya kalo gak ke toko baju, ya ke kafe, ya kalo enggak ke bioskop beli tiket film horror."

***

Aira memasukkan lengan piyamanya ke kedua lengan mungilnya. Dan mata Aira kini menatap layar laptopnya yang terisi oleh file yang isinya beberapa bab cerita yang kini sedang ia jalani. Entah Aira kesambet apa, tiba-tiba saja Aira mengetik sesuatu, membuat outline dan alur cerita. Bahkan Namira saja bingung, selama pelajaran jika Aira yang biasanya bosan menggambar sesuatu atau mendengar lagu, sekarang malah mengetik laptopnya, menulis suatu cerita fiksi yang Namira baca sepotong terlihat menarik.

" Aduh, writers block," Aira menepuk dahinya pelan sambil menenggelamkan wajahnya di selimut. Arga yang datang tak di undang menyahut, " Halah, sok kece lo pake segala writers block."

Aira menyindir, " Yaudah sih, daripada elu, kerjaannya baperin anak orang."

Lelaki yang berbeda beberapa tahun dari Aira itu berdeham kencang seolah menyindir balik adiknya. " Yaudah sih, daripala lo, kerjaannya buat dua sahabat cowok lo jatuh cinta sama lo."

Dan kini Aira membeku.

Mengapa kakaknya itu harus mengungkit kata-kata menyebalkan itu?

***

Aira turun dari motor Angkasa sambil melepas helm hitam milik lelaki tersebut. " Duluan aja, gue ada urusan osis sebentar," perempuan itu menyerahkan benda yang di gunakan untuk melindungi kepala itu pada Angkasa. " Kek gak tau aja ruang osis sejalan sama gedung bahasa," celetuknya sambil menggamit tangan Angkasa membuat lelaki itu menatap Aira datar, namun kini jantungnya kini rasanya ingin copot dari tubuhnya, saking berdetaknya lebih cepat dari biasanya.

Sialnya, tubuh Angkasa menegang.

" Angkasa!" sapa Vivi, sekretaris osis yang kebetulan lewat. Aira berteriak, " Angkasa lagi mikirin cewe bugil, Vi! Jangan di ganggu," Vivi memasang wajah menahan tawa, namun sialnya tawanya meledak, begitupun siswa-siswi yang mendengar teriakan Aira.

Airisya,Where stories live. Discover now