Tak sadar, mobil yang pak Salam kendarai sudah sampai di terminal keberangkatan domestik Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Terlihat Angkasa, Gilang, dan Valerie sudah menunggu Aira. Arya dan Arga ikut turun mendampingi Aira sampai gerbang check-in nanti.

" Jagain adek gue," bisik Arga sedikit dingin pada Angkasa membuat laki-laki yang di bisiki Arga itu menelan saliva-nya susah-susah.

" Iya."

Tak lama, pesawat yang akan ke empatnya naiki sudah bisa check-in. Aira segera berpamit pada Arya dan Arga, lalu menggeret kopernya menuju imigrasi. Angkasa diam-diam memotret dengan kamera SLR miliknya. Angkasa suka melihat Aira yang sekarang ia lihat di foto yang tadi ia jepret. Ketika Aira sedang celingak-celinguk mencari loket check-in mereka, meskipun Angkasa menangkap foto tersebut tanpa memanggil Aira sehingga perempuan itu dalam keadaan sadar di foto, Aira tersenyum di foto tersebut.

Sudah mendarah daging jika melamun atau tidur pun garis bibir Aira selalu tertarik menjadi senyuman. Pantas, Aira selalu bahagia, tidak pernah terlihat rapuh.

Walau sebenarnya Aira rapuh. Lebih dari sekedar rapuh.

***

Aira menatap ke jendela pesawat yang ada di sampingnya. Awan-awan berwarna putih di sertai langit berwarna biru adalah perpaduan yang indah, suatu karya indah lebih dari sekedar kata-kata.

Mata Aira tak bisa lepas dari sosok Angkasa yang ada di sampingnya, mendengarkan lagu dengan salah satu earphone yang tersumpal di telinga dia, juga telinga Aira. Lagu Happier mengalun indah lewat aplikasi spotify di ponsel Aira. Tangan kiri Aira memegang ponselnya, lalu tersenyum ke kamera depan di ponselnya dan ber-selfie dengan Angkasa yang masih sibuk ber argumen dengan mimpinya. Setelah itu, Aira menyalakan kameranya lalu memotret pemandangan langit dengan sayap pesawat. Bahkan Aira tak bisa berhenti tersenyum setelah memotret wajah tidur Angkasa dengan kamera polaroidnya. Tangannya mengibas berkali-kali kertas polaroid tersebut, hingga foto Angkasa sudah terlihat jelas. Dia membuka tutup spidol hitamnya lalu menuliskan sesuatu di bawah foto Angkasa di kertas polaroid putihnya dengan tulisan " Sleepy boy " di tambah lambang love membuat foto itu lima kali lebih lucu. Aira segera memasukkan foto tersebut ke dalam tasnya.

Kini, Aira bisa melihat pemandangan Raja Ampat dari atas pesawat. Pulau-pulau kecil di sekitarnya ditambah jernihnya air laut di kawasan Raja Ampat membuat Aira terpana. Pantas saja beberapa situs menyatakan Raja Ampat destinasi terbaik, mengalahkan destinasi lainnya yang ada di belahan dunia.

" Sampe mana?" tanya Angkasa sambil mengucek matanya, hawa bangun tidur masih terasa.

Aira tersenyum samar, lalu berkata.

" Welcome to Raja Ampat."

***

Aira menghempaskan tubuhnya di kasur yang keduanya inapi. Resort Aira, Valerie, Gilang, dan Angkasa terpisah sesuai jenis kelamin mereka.

Valerie menatap balkon yang di isi sofa gantung, lantai berkayu, kolam renang private, dan tangga yang mengarah ke laut terbuka. Valerie sudah tidak sabar untuk diving, karena beberapa hari yang lalu ia mendapat license untuk diving. Bahkan dia bisa merasakan angin laut yang begitu menyejukkan. Kini kaki Valerie berjalan menuju tangga yang mengarah ke laut dangkal. Kakinya kini bergerak melawan arus, membuat cipratan air membasahi kaki dan bajunya.

" Woi," panggil Gilang dari resortnya yang ada di samping mereka. Valerie tersenyum kecil sambil berseru. " Yoi?"

" Gue sama Angkasa mau mampir," teriak Gilang lalu segera pergi, lenyap dari hadapan Valerie.

Airisya,Where stories live. Discover now