"Itu... hp Elen kan ma?!" Jari telunjuk Helen terarah ke ponsel yang berada digenggaman tangan mamanya.

"Iya. Lagian kamu sibuk sendiri, kan bisa nanya mama." Lagi-lagi ceramah singkat didapatkannya.

Helen mengambil alih ponsel miliknya dari mamanya. Tiba-tiba. Ekspresi Helen berubah. Melihat wajah Helen yang seperti itu, membuat Vita cemas hanya saja ditutupi kecemasannya.

"Itu Azya ma!" Helen sengaja agak mengeraskan suaranya, mendengar kalimat itu membuat Vita memutarkan bola mata.

"Mulai deh..." Vita melirik jam tangan yang terpasang di tangan kirinya, "Kita keluar!"

♦A♦

Kali ini, Helen dan Azya pergi ke sekolah naik motor. Sebenarnya, Helen malas kalau sekolah naik motor apalagi ia yang ngendarai. Tapi... mau gimana lagi, mau atau tidaknya, ya, harus mau.

Helen dan Azya sedang memakai sepatu. Berhubung Helen malas untuk mengendarai motor, ia melontarkan pertanyaan pada Azya. "Zy! bisa naek motor, ga?" Gelengan kepala yang menjadi jawabannya.

"Terpaksa deh." Umpat Helen. Walaupun sudah dikecilin volume suaranya tetap saja Azya mendengar umpatan Helen. "Nanti kalo sama aku malah kerumah sakit."

Helen mengambil dua buah helm diatas meja yang sudah disiapkannya, lalu helm yang satunya diberi pada Azya. Helen dan Azya segera memasangkan helm yang dipegangnya ke kepala—pastinya.

Helen sengaja berangkat jam 6 lewat 10 menit, padahal bel masuk tepat jam tujuh. Tujuan Helen adalah ingin menghindari macet. Dan benar saja, jalanan menuju sekolahnya masih sepi, mungkin... sepuluh menit ke depan sudah dipenuhi dengan kendaraan-kendaraan roda dua, tiga, ataupun empat.

Disekitar sekolah, terdapat beberapa murid yang berdatangan, berhubung masih pagi, murid yang datang pun dapat dihitung dengan jari. Sebelum masuk area parkir, Helen menyapa pak Suyono yang tengah duduk di pos. Tidak hanya Helen yang membawa motor kesekolah. Buktinya, parkiran yang dikhususkan untuk murid saja sudah banyak terisi oleh kendaraan roda dua, sedangkan mobil hanya beberapa saja. Motor Helen sudah terparkir ditempatnya, lalu Helen dan Azya meninggalkan parkiran menuju kelas.

Azya yang melihat Helen masih saja berada disampingnya, membuatnya bertanya-tanya. "Kenapa ga ke kelas, Len?" Tanyanya.

"Gw disini dulu, deh! Paling juga kelas gw masih sepi." Helen memutuskan untuk di kelas Azya sampai kelasnya agak ramai.

"Ohhh...gitu, hayu atuh ke tempat duduk aku." Langkah Azya terarah pada barisan dekat dinding dan terhenti di meja paling belakang yang terdapat murid laki-laki tengah menenggelam- kan kepalanya diatas permukaan meja.

Azya meletakkan tas punggung miliknya dan mendudukkan diri di kursi. Helen??? Jangan ditanya, sebelum disuruh saja ia sudah lebih dulu duduk. Helen memang selalu begitu. Mungkin, akan selalu begitu.

"Zy! Itu siapa??" Terdengar seperti berbisik, sampai-sampai Azya yang didepannya saja tidak mendengar apa yang dikatakan Helen. Karena penasaran, Helen masih terus menanyakan hal yang sama dengan volume yang minimum, tetapi, lagi-lagi Azya tidak mendengar ucapan Helen. "Kalo ngomong jangan bisik-bisik atuh, Len!" Suara Azya membuat laki-laki disebelahnya bangun dan mendongak- kan kepala. Dan ternyata... Anka laki-laki lah yang daritadi duduk disebelah Azya. Anka yang melihat Helen sedang duduk dihadapannya membuat ia mengerutkan dahi.

"Helen?!" Ujar Anka. Ga ada kesempatan lagi, Anka! Batinnya. Anka mengambil alih tangan Helen, lalu digenggamnya. "Gw mau ngomong sama lu, please!!!" Awalnya Helen berusaha melepaskan genggaman Anka, karena tenaga Helen gak kuat untuk melawan Anka, hasilnya pun nihil, justru Anka makin mempererat genggaman tangannya.

Helen melirik kearah Azya untuk meminta pendapat, lalu anggukkan kepala yang didapatkannya. Sepatah kata pun tidak ada yang keluar dari mulut Azya.

"Sebelumnya makasih udah mau izinin gw untuk jelasin semua ini. Maafin kalo dulu gw pernah bikin lu kecewa. Sebenernya... yang lagi itu gw bilang kalo gw udah punya cewe lain, itu cuma buat alesan biar bisa mutusin lu. Karena apa, karena gw gamau buat lu nunggu." Jelas Anka panjang lebar.

Teeeeeeeettt (suara bel masuk)

Yang gw tunggu-tunggu akhirnya dateng juga. Batin Helen bisa bicara seperti itu. Tetapi, mulut Helen tidak dapat bicara apa-apa, jangankan untuk bicara, senyum saja canggung. "Gw balik yah," ucapnya pada Azya seraya melepaskan tangannya dari genggaman Anka beberapa menit lalu.

Ketika Helen berdiri dan membalikan badannya. Ia sangat dikagetkan. Ternyata. Semua murid kelas XI-AK-1 tengah mengelilingi mereka—Helen,Azya dan Anka. Serasa celebrity, untuk jalan saja sulit apalagi ngejar kamu, ckck.

"Permisi." Ucap Helen dengan nada sedikit tinggi. Ia terpaksa menerobos orang-orang yang tengah berkumpul mengelilingi ia, Azya dan Anka. Malu. Kenapa ia gak sadar. Dan kenapa ia harus marah dengan ledekan teman-temannya.

Helen berlari menuju kelasnya. Dua puluh sembilan pasang mata tertuju padanya yang tengah berlari seperti dikejar masalalu. Haha. Tas yang daritadi menempel dipunggungnya diletakkan diatas meja dengan sedikit melempar. Padahal Helen sudah duduk dibangkunya, tapi, masih saja beberapa pasang mata meliriknya dengan tatapan yang sulit diartikan. Salah satunya Dira, teman sebangku Helen, karena penasaran, Dira melontarkan sebuah pertanyaan pada Helen.

"Ko baru dateng, Len? Terus kenapa pake lari-lari? Ada apa sih! Cerita dong. Btw... lu gapapa kan?" Pertanyaan Dira bertubi-tubi membuat Helen semakin pusing. Akibat ulah Anka saja membuatnya pusing, lah ini, bukannya menguranginya justru Dira semakin menambah pusing dikepalanya.

Helen gak mau menunjukkan kalau saat ini ia sedang kesal, malu, marah yang sudah bercampur menjadi satu. Senyum tercetak jelas diwajah Helen. Walaupun itu hanya fake smile.

"Gw gapapa, elah. Tadi lu nanya kenapa gw baru dateng?! Nih gw jawab," pandangannya beralih kearah Dira, "Jadi... tuh udah ada guru."

Dasar Helen! Karena sudah ada guru, killer pula, Dira hanya dapat bicara dalam hati.

♦A♦

Hai! Ketemu lagi wkwk. Vote dan comment jgn lupa(:.

2 juni 2017,

Amelia

'A' FOREVERDonde viven las historias. Descúbrelo ahora