[08]_Fire Arrows_

17.1K 1K 29
                                    

.

.

.

Salju masih berjatuhan, bola-bola putih itu masih menjadi penghalang sang surya untuk mengedarkan sinarnya pagi ini. Membuat siapa pun enggan untuk beranjak dari ranjang empuk dan selimut hangat mereka.

Tak terkecuali Hime yang masih terlelap dengan damainya ditemani sang pangeran iblis yang sejak semalam tak sekali pun beranjak dari hadapan gadis bermanik hazel itu.

Hime mengerjapkan mata saat merasakan belaian angin musim dingin yang membuat tirai dengan kain-kain tipis itu beterbangan hingga sinar yang susah payah mengintip di balik hamparan salju dapat masuk.

Maniknya terbuka perlahan. Dengan menghela napas dalam ia beranjak bangun, melakukan sedikit peregangan guna merilekskan tubuhnya. Gadis itu menoleh, memandangi pria tampan yang sampai saat ini masih memejamkan mata di sampingnya. Ia tidak yakin jika pria itu benar-benar terlelap. 'Iblis 'kan tidak butuh tidur.' pikirnya.

Hime menggeser tubuh mendekat, menatap lekat. Dengan sangat hati-hati, ia mencondongkan wajah ke arah Rion dengan satu lengan sebagai tumpuan.

Bibir mungilnya tersenyum lembut, sementara maniknya menyusuri kehindahan yang ada di depannya lebih dalam.

Satu lengan Hime terulur, mengusap lembut pipi pucat bak batu pualam, menurun hingga bibir yang mengatup rapat. Jari lentiknya berhenti dan sedikit terangkat saat perasaan aneh berdesir hebat di dalam tubuhnya hingga membuat jantungnya ingin melompat keluar.

"Apa jantungmu sedang ikut lomba lari? Aku bisa mendengar dia berlari kencang berusaha melarikan diri saat menyentuhku." Rion membuka matanya, tersenyum samar.

"Selamat pagi, My Lady."

Hime yang tidak sempat menghindar hanya bisa mengedipkan mata dengan wajah polosnya. Ia masih terpaku dengan posisi yang sangat ... Akh-

Lengan kekar Rion memeluk pinggang Hime tiba-tiba, membuat pemiliknya seketika menegang.

"Jadi, kau ingin di atas? Kau lebih berani sekarang." Seringaian licik muncul di sudut bibirnya.

Hime tersentak, dengan cepat ia bangkit dan duduk di tepi ranjang, membelakangi Rion yang masih menyeringai samar. Wajahnya merah padam. Hime sendiri tak menyadari apa yang baru saja ia lakukan. Tangannya bergerak sendiri tanpa pemberitahuan.

Sesaat kemudian, pikiran gadis itu teralihkan. Maniknya menatap jam dan pintu bergantian seakan mencari seuatu di sana.  Merasa mengerti apa yang sedang dicari gadisnya, Rion pun kembali membuka suara.

"Mereka semua sudah aku pecat - kemarin," ucap Rion seraya berjalan membuka tirai kamar Hime.

Hime mendelik, alisnya menaut seolah meminta penjelasan atas apa yang baru saja pria tampan itu ucapkan.

"Kau mencari para pelayanmu, 'kan? Aku sudah memulangkan mereka saat kau tidur. Sekarang hanya ada kau dan aku di sini."

"Apa?!" Suara Hime melengking tajam.

"Kau memulangkan mereka semua?! Enam pelayan, empat tukang kebun, tiga sopir, dan bahkan kepala pelayannya?"

Rion hanya mengangguk-anggukkan kepala mendengar penjabaran Hime yang memekakan telinga.

"Hey, iblis brengsek! Jangan cuma mengangguk, apa kau gila? Siapa yang akan mengurus rumah sebesar ini, hah?!" Gadis itu masih mencerca Rion di atas tempat tidur.

Aktifitas tangan Rion yang masih berkutat dengan tirai-tirai itu berhenti. Ia mendengus kasar, berbalik menatap sang nona yang bola matanya hampir keluar karena memelototinya.

LILY & The DEMON PRINCE ✔️[diterbitkan]Where stories live. Discover now