1. Alam Yang Bobrok Aja Ikut Andil

64.3K 4.9K 482
                                    

Semacam selentingan wakil presiden yang melakukan intervensi pada pencalonan gubernur terpilih Jakarta--Anies Baswedan dulu, alam yang pada dasarnya sudah bobrok ini juga melakukan hal sama pada lelaki kere macam gue. Kalau lo semua bisa lihat balik ke beberapa waktu lalu, momen Pemilihan Kepala Daerah kemarin banyak pihak yang melakukan intervensi. Nggak usah munafik, semua daerah yang sedang menggelar pesta rakyat itu mengalaminya.

Bukan cuma ibukota tercinta, bahkan sampai daerah yang paling nggak dikenal, gue yakin banyak pelaku intervensi. Apa itu salah? Gue jawab pakai capslock, boleh enggak? Gue orangnya nggak mau mendengarkan omongan orang lain sih. Jadi, gue jawab ya; BOLEH. Siapa yang bisa bilang seseorang nggak boleh melakukan ini dan itu? Enggak ada. Hukum sudah tercipta di dalam Undang-Undang Dasar maupun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dan, sebagai rakyat tentunya sudah tahu konsekuensi dari perilaku. Jadi, nggak perlulah dinasehati boleh melakukan ini atau tidak.

Banci, Cuy!

Lagipula, intervensi itu dilakukan bukan cuma sama-sama orang petinggi. Bahkan sekelas anak SD aja bisa melakukan itu. Pertanyaanya, apa hubungan itu semua sama kisah lo, Bim?

Gue mau ambil napas sebentar aja, setelah itu lo semua bakal ngerti gimana hidup seorang Bima Fattan yang bebas dan indah ini hancur karena satu kata keparat; intervensi.

Di depan gue ini ada sumber dari hancurnya semua hidup Bima Fattan. Perempuan berambut panjang yang nggak tahu seberapa panjangnya ini lagi nyeruput jus Stroberi yang gue lihatnya aja jijik setengah mati. Makanan asam itu nggak pantas dicerna lambung. Ayolah, Bima. Bukan itu yang mau lo ceritakan pada dunia. Siap, kita balik lagi pada sosok perempuan di depan gue ini. Mukanya kayak bayi. Cuma itu yang bisa gue deskripsikan dari wajah, jadi enggak usah minta lebih. Badannya aja kecil tapi pasti enak banget buat peluk dia. Kulitnya dia itu ... putih enggak, hitam juga enggak, ya di tengah-tengah kayaknya.

Udah kebayang belum cantiknya ratu gue itu kayak gimana? Nggak usah pada tolollah ya, buat bayangin hal itu aja nggak bisa. Balik lagi ke mata pelajaran Bahasa di Sekolah Dasar sana! Jangan ngaku-ngaku semental sama Bima Fattan.

Lo mau cerita apaan tolol!

Sebentar, biarkan gue menarik napas kedua kalinya. Ini masalahnya ratu gue kayaknya lagi dalam mood yang jelek. Dari tadi gue coba ajak bercanda dan berakhir pada bunyi jangkrik dalam waktu panjang. Gue cuma nggak mau kalau gue terus maksa menghibur malah dihadiahi gamparan. Dia kalem-kalem begitu galak juga. Dan, itulah ratu gue; Alisa Adrenia Sukmadewi.

Udah dapat clue belum?

Gue tambahin lagi. Gue ketemu sama dia itu ... bangsat, gue lupa tahun berapa, yang jelas usaha tolol gue untuk berpura-pura jadi sahabatnya itu udah berjalan sekitar dua tahun lalu. Lo semua boleh kok ketawa sambil joget alaynya anak Dahsyat, gitu-gitu mereka rating dan share-nya besar. Karyawannya sering dapat bonus. Lah, mantap.

Gue masih ingat betapa terasa luasnya ruangan persegi yang seharusnya bisa menampung kurang lebih 1000 Kg itu hanya berisi kami berdua. Gue yang nyangklong ransel biru dongker buluk kesayangan---kado dari Salsa waktu gue umur 26 tahun---dan ratu gue itu bawa tas selempang warna ... amit-amit Bima kalau soal warna emang payah. Lupakan. Gue tahu dia anak televisi yang sama dari baju kantor yang ia pakai. Dan gue tertarik sama bot yang ia kenakan waktu itu. Aneh, tapi unik.

Dan, yang lebih unik atau lebih tepatnya lagi jijik adalah telunjuk gue yang menindih telunjuknya di nomor lantai yang sama; 6. Kami menoleh, gue nyengir lebar, dia senyum canggung. Kemudian hening lagi, sampai pintu lift terbuka dan ratu gue itu gue persilakan keluar lebih dulu. Woy, dalam kondisi apapun, jantan harus tetap menjadi jantan, bukan banci dadakan.

Intervensi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang